c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

19 Mei 2022

14:21 WIB

Kerja Hybrid Buat Pekerja Lebih Hemat

Studi global yang dilakukan Cisco menyebutkan, dominan pekerja di Indonesia inginkan penerapan sistem kerja hybrid.

Editor: Rikando Somba

Kerja <i>Hybrid</i> Buat Pekerja Lebih Hemat
Kerja <i>Hybrid</i> Buat Pekerja Lebih Hemat
Ilustrasi kegiatan bekerja di rumah (WFH). Shutterstock/Dok

JAKARTA- Model kerja hybrid disebut telah meningkatkan kesejahteraan karyawan secara keseluruhan. Studi global yang dilakukan Cisco menyimpulkannya.

Peningkatan kesejahteraan itu, disebut oleh 86,5% responden datang sisi keuangan, yakni mereka bisa menghemat uang dalam satu tahun terakhir. Sementara itu, 79,1% responden mengatakan bahwa mereka menjadi lebih sehat secara fisik.

Studi Cisco yang bertajuk “Employees are ready for hybrid work, are you?” tersebut melihat dampak pekerjaan hibrida pada lima kategori kesejahteraan, yaitu kesejahteraan emosional, keuangan, mental, fisik, dan sosial.

Studi dalam periode Januari hingga Maret 2022 itu menyurvei 28.000 karyawan tetap dari 27 negara. Sejumlah 1.050 responden di antaranya dari Indonesia.

Baca juga: Orang Introvert Punya Emosi Dan Mental Yang Lebih Stabil

Managing Director Cisco Indonesia, Marina Kacaribu, menyebutkan karyawan dan perusahaan di Indonesia merasakan manfaat nyata pada situasi kerja hybrid.

Namun, menurutnya, kerja hybrid juga lebih dari sekadar mendukung kerja jarak jauh atau kembali ke kantor dengan aman.

“Para pemimpin perusahaan perlu memikirkan kembali cara menumbuhkan budaya inklusif, menempatkan karyawan–pengalaman, keterlibatan, dan kesejahteraan mereka–di pusat, dan memodernisasi jaringan dan infrastruktur keamanan mereka untuk memberikan pengalaman karyawan yang lancar, aman dan inklusif,” kata Marina dalam keterangan resmi, Kamis (19/5).

Sebagai informasi, bekerja secara hibrida adalah sistem bekerja kombinasi bekerja dari kantor (work from office/WFO) dan bekerja dari rumah atau jarak jauh (work from home/WFH).

Belum Siap

Hasil penelitian Cisco menunjukkan sebanyak 83,5% karyawan di Indonesia yang mengatakan mereka menginginkan kombinasi model kerja dari jarak jauh dan dari kantor atau secara hibrida di masa depan.

Kemudian, lebih dari satu dari dua karyawan atau sejumlah 56,4% di Indonesia percaya bahwa kualitas kerja mereka meningkat dengan sistem kerja hybrid. Mayoritas pekerja di Tanah Air (85,3%)   mengaku, penerapan bekerja dari mana saja membuat mereka lebih bahagia.

Namun, dalam survei yang sama, tersimpul minimnya keyakinan karyawan, bahwa  perusahaan mereka “sangat siap” untuk masa depan dengan pekerjaan hibrida. Mereka menilai, banyak perusahaan belum siap menerapkannya.

Pada saat yang sama, teknologi akan tetap berperan penting untuk mendukung pekerjaan mereka. Keamanan menjadi faktor utama yang harus diantisipasi.  

Baca juga: Tren Peningkatan Utang Sudah Terjadi Sebelum Covid-19

Hampir 9 dari 10   responden di Indonesia juga percaya bahwa keamanan siber sangat penting untuk membuat pekerjaan hibrida dilakukan secara aman. Dari mereka yang kerja hybrid ini, 69,3% percaya organisasi mereka saat ini memiliki kemampuan dan protokol yang tepat.

Direktur Keamanan Siber Cisco ASEAN, Juan Huat Koo, mengatakan teknologi merupakan pendorong utama pertumbuhan di tempat kerja hybrid dan perlu didukung oleh keamanan terintegrasi dari ujung ke ujung.

Juan menegaskan, perusahaan   perlu meningkatkan keamanan dan membangun kewaspadaan yang lebih besar, dengan memungkinkan akses yang aman dan melindungi pengguna dan titik akhir di jaringan dan cloud. Apalagi, belakangan serangan siber kian sering terjadi dan menyasar siapa saja.

Dari Mana Saja

Di sisi lain lain, pemerintah tengah mempersiapkan sistem kerja baru bagi aparatur sipil negara (ASN). Yang dipikirkan adalah bekerja dari mana saja (work from anywhere).

Pakar Kebijakan Publik Unair, Gitadi Tegas Supramudyo, menilai wacana ini baik. Namun, dia mewanti-wanti, ini hanya bisa diterapkan untuk jenis pekerjaan tertentu.

"Jenis-jenis pekerjaan itu tentu harus sudah diinventarisasi atau dipetakan jobdesk-nya, tolok ukur kinerjanya, serta mekanisme insentif-disinsentifnya secara menyeluruh," ucap dia melansir laman Unair, Kamis (19/5).

Untuk mereka yang harus melayani publik langsung, sistem work from office (WFO) tetap tak bisa diubah.

Gitadi berpendapat, sistem presensi berbasis lokasi (location based presence) tetap diperlukan, untuk mengecek sekaligus memantau kehadiran para ASN.

Akan tetapi, dia mengingatkan, bahwa yang menjadi PR adalah dedikasi dan loyalitas para pekerja yang memiliki keahlian lebih di bidang IT, sehingga tidak menyalahgunakan sistem itu.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar