c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

31 Januari 2023

16:33 WIB

IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2023 Jadi 2,9%

Dua negara menjadi penyumbang utama pertumbuhan ekonomi global tahun ini. Siapa saja?

Editor: Fin Harini

IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2023 Jadi 2,9%
IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2023 Jadi 2,9%
Ilustrasi. Logo Dana Moneter Internasional (IMF) terlihat di dalam kantor pusatnya pada akhir pertem uan tahunan IMF/Bank Dunia di Washington, AS, (9/10/2016). Antara/Reuters/Yuri Gripas

JAKARTA- Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 2,7% jadi 2,9% pada tahun 2023, berkat pembukaan kembali perekonomian China.

"Penyebaran covid-19 yang cepat di Tiongkok menghambat pertumbuhan pada tahun 2022, tetapi pembukaan kembali baru-baru ini telah membuka jalan bagi pemulihan yang lebih cepat dari perkiraan," ungkap Chief Economist and Director Research Department Pierre-Olivier Gourinchas dalam konferensi pers "World Economic Outlook Update" yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa (31/1), dikutip dari Antara.

Adapun pertumbuhan global diperkirakan mencapai 3,4% pada tahun 2022, sementara di tahun 2024 sebesar 3,1%.

Di sisi lain, inflasi global diperkirakan turun dari 8,8% pada 2022 menjadi 6,6% pada 2023 dan 4,3% pada 2024. Meski turun, angka ini masih di atas tingkat sebelum pandemi yakni pada 2017–2019 di sekitar 3,5%.

Baca Juga: Jokowi Minta Genjot Aktivitas Ekonomi Setelah PPKM Dicabut

China dan India akan menyumbang setengah dari pertumbuhan global pada 2023. IMF memperkirakan, dengan pembukaan kembali, pertumbuhan ekonomi China kembali menjadi 5,2% pada 2023. Sementara, India akan tumbuh 6,1%.

Gourinchas menjabarkan, pembukaan kembali China secara tiba-tiba membuka jalan bagi pemulihan aktivitas yang cepat dan kondisi keuangan global telah membaik karena tekanan inflasi mulai mereda. Hal itu dan melemahnya dolar Amerika Serikat (AS) dari level tertinggi November 2022 memberikan sedikit kelegaan bagi negara-negara berkembang.

Maka dari itu, ia menyebutkan negara pasar berkembang dan negara berkembang yang telah mencapai titik terendah sebagai sebuah kelompok, diperkirakan akan tumbuh secara moderat menjadi 4% pada tahun ini.

Baca Juga: RI Incar Potensi Ekonomi Dari Pembukaan Kembali China

Sementara itu, gabungan pertumbuhan AS dan kawasan Euro hanya akan menyumbang 10% dari pertumbuhan global tahun ini.

Pertumbuhan Negeri Paman Sam diproyeksikan melambat menjadi 1,4% pada 2023, dari 2% pada 2022 akibat kenaikan suku bunga Bank Sentral AS, The Fed yang berhasil menembus perekonomian.

Kondisi kawasan Euro pun lebih menantang, lanjut Pierre, meskipun ada tanda-tanda ketahanan terhadap krisis energi musim dingin yang ringan dan dukungan fiskal yang besar.

"Dengan pengetatan kebijakan moneter dan guncangan negatif perdagangan karena kenaikan harga impor energi, kami perkirakan pertumbuhan kawasan Euro akan mencapai titik terendah sebesar 0,7% tahun ini," ucap dia.

Secara keseluruhan untuk negara maju, perlambatan akan lebih terasa dengan penurunan dari 2,7% pada tahun lalu menjadi 1,2% di tahun ini. Sebanyak sembilan dari 10 ekonomi maju akan mengalami perlambatan pertumbuhan tahun ini.

Faktor Risiko
 
Ia mengungkapkan kenaikan suku bunga bank sentral untuk melawan inflasi dan perang Rusia di Ukraina terus membebani aktivitas ekonomi.

Dari perkiraan pertumbuhan ekonomi dan inflasi tersebut, keseimbangan risiko tetap mengarah ke risiko penurunan, meski telah termoderasi sejak proyeksi pada Oktober 2022.

Risiko penurunan yakni kemungkinan didorong oleh risiko kesehatan parah di Tiongkok yang dapat menghambat pemulihan, kemungkinan peningkatan perang Rusia di Ukraina, dan pembiayaan global yang lebih ketat bisa memperburuk kesulitan utang.

Selain itu, lanjut Gourinchas, pasar keuangan juga bisa tiba-tiba berubah sebagai tanggapan atas berita inflasi yang merugikan, sementara fragmentasi geopolitik lebih lanjut dapat menghambat kemajuan ekonomi.

Baca Juga: PBB Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global 1,9% Di 2023

Kendati begitu, terdapat kemungkinan kenaikan dari dorongan yang lebih kuat berkat permintaan yang terpendam di banyak negara atau penurunan inflasi yang lebih cepat.

"Di sebagian besar perekonomian, di tengah krisis biaya hidup, prioritas tetap mencapai disinflasi berkelanjutan. Dengan kondisi moneter yang lebih ketat dan pertumbuhan yang lebih rendah yang berpotensi mempengaruhi stabilitas keuangan dan utang, diperlukan perangkat makroprudensial dan memperkuat kerangka restrukturisasi utang," tuturnya.

Lebih lanjut, kata dia, mempercepat vaksinasi covid-19 di Tiongkok akan melindungi pemulihan. Dukungan fiskal juga harus lebih baik ditargetkan pada mereka yang paling terkena dampak kenaikan harga pangan dan energi, sehingga langkah-langkah bantuan fiskal yang luas harus ditarik.

Kerja sama multilateral yang lebih kuat pun sangat penting untuk mempertahankan keuntungan dari sistem multilateral berbasis aturan dan untuk memitigasi perubahan iklim dengan membatasi emisi dan meningkatkan investasi hijau.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar