c

Selamat

Senin, 6 Mei 2024

EKONOMI

26 Januari 2023

16:40 WIB

RI Incar Potensi Ekonomi Dari Pembukaan Kembali China

Tabungan yang menumpuk di China karena pandemi cukup tinggi, sekitar US$1,9 triliun. Dengan reopening dari covid-19 dan banyak konsumsi yang digunakan oleh para warga negara China

Editor: Faisal Rachman

RI Incar Potensi Ekonomi Dari Pembukaan Kembali China
RI Incar Potensi Ekonomi Dari Pembukaan Kembali China
Wisatawan asal China tiba di Terminal Internasional Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali (22/1/2023). Antara/Naufal Fikri Yusuf

JAKARTA – Pembukaan kembali (reopening) perbatasan China menjadi peluang yang ditunggu banyak negara lain, tak terkecuali Indonesia. 

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Kemaritiman dan Investasi (Marves) Septian Hario Seto mengatakan, Indonesia tengah mengincar potensi ekonomi dari dibukanya kembali perbatasan China.
 
Dalam acara BRI Micro Finance Outlook 2023 yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (26/1), Seto menjelaskan pembukaan kembali atau reopening China bisa dimanfaatkan karena banyak warga China yang akan berlibur ke luar negeri. Sehingga, potensi tersebut bisa direbut Indonesia.
 
"Tabungan yang menumpuk di China karena pandemi cukup tinggi, sekitar US$1,9 triliun. Dengan reopening dari covid-19 dan banyak konsumsi yang digunakan oleh para warga negara China. Terutama kalau mereka ke luar negeri, berwisata, dampak ke Indonesia akan cukup signifikan," katanya.
 
Seto mengatakan, dampak pembukaan kembali China memang cukup positif baik secara global maupun bagi Indonesia. Pasalnya, paparan ekonomi Indonesia ke China juga dinilai cukup besar.
 
"Ekspor kita ke China sudah cukup besar, kalau tidak salah hampir 60 miliar dolar AS dan ini saya kira jauh dengan nomor dua yaitu AS dengan 27-28 miliar dolar AS. Exposure (paparan) kita, perekonomian kita ke China ini jadi semakin besar," tuturnya.
 
Selain peluang dari dibukanya kembali ekonomi China, Seto menilai Indonesia memiliki potensi lain untuk bisa tetap tumbuh pada tahun 2023 yang penuh tantangan ini. 

Hal itu mulai dari upaya memanfaatkan kekayaan sumber daya mineral, konsumsi domestik utamanya menjelang Pemilu, hingga percepatan realisasi investasi asing yang sudah masuk ke dalam negeri.
 
Di sisi lain, Seto mengakui, potensi perlambatan ekonomi di 2023 sangat nyata ditunjukkan dari tren penurunan PMI hingga tarif kapal untuk komoditas utama yang terus menurun.
 
"Dari sisi komoditas, beberapa unggulan kita seperti CPO, nikel juga mengalami tekanan. Saya kira ini akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah penghasil komoditas ini. Ekonominya mungkin akan tertahan dibandingkan 2022. Ini satu hal yang harus kita waspadai," ujar Seto.
 
China membuka kembali perbatasannya untuk pengunjung internasional pada hari Minggu (08/01), untuk pertama kali sejak Maret 2020. Otoritas China pun membebaskan warganya ke luar negeri untuk berbagai tujuan.

Nah, beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, dan anggota Uni Eropa, saat ini menerapkan pembatasan kedatangan warga negara China. Sedangkan Indonesia terbuka untuk kunjungan turis dari negara mana pun, termasuk, turis asal China.

Indonesia sendiri menjadi salah satu dari 20 negara yang dipilih untuk program percontohan destinasi wisatawan China ke mancanegara. Selain Indonesia, beberapa negara lain yang masuk dalam daftar tujuan wisatawan China adalah Thailand, Kamboja, Filipina, Malaysia, Singapura, Laos, Maladewa, Sri Lanka, Uni Emirat Arab, Mesir, Kenya, Afrika Selatan, Rusia, Swiss, Hungaria, Selandia Baru, Fiji, Kuba, dan Argentina.
 
Bahkan media-media China, Rabu, menyebut Indonesia, Filipina dan Vietnam sebagai negara yang paling menyambut hangat wisatawan China selama musim liburan Tahun Baru Imlek 2023.



Program Percontohan
Asal tahu saja, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata China (MCT) pada Jumat (20/1) meluncurkan program percontohan pengiriman wisatawan China secara berkelompok ke mancanegara. Program percontohan tersebut akan dilaksanakan mulai 6 Februari mendatang.
 
Dengan peluncuran program percontohan itu, agen perjalanan di China diizinkan menjual paket penerbangan dan hotel kepada para wisatawan, menurut surat edaran dari MCT. 

Keputusan itu dikeluarkan atas permintaan Dewan Pemerintahan China dan Satuan Tugas Tanggap Covid-19 serta berdasarkan pertimbangan terhadap langkah-langkah pengendalian covid-19 dan pemulihan pembangunan sosial ekonomi.
 
MCT juga mengingatkan penyelenggara perjalanan wisata untuk mematuhi kebijakan covid-19 China dan negara-negara tujuan. Wisatawan juga diingatkan untuk memastikan tidak tertular covid-19 sebelum berangkat ke negara tujuan. 

Juga ikut memperhatikan keselamatan dan kesehatan diri selama dalam perjalanan, dan mematuhi persyaratan yang ditentukan setelah pulang ke daerah asalnya.
 
Trip.com, penyedia jasa pariwisata terkemuka di China, menyebutkan, setengah jam setelah MCT merilis pengumuman pada Jumat, volume pencarian tiket penerbangan dan hotel di luar negeri mencapai level tertinggi dalam tiga tahun terakhir pada mesin pencarian di platform itu. 

Asal tahu saja, menurut data MCT, pada 2019, sebelum pandemi merebak, warga China melakukan 155 juta perjalanan ke luar negeri.

Sekadar informasi, pembukaan kembali China dari pembatasan pandemi sendiri menjadi oembicaraan hangat di Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Davos, Swiss. 

Hal ini memicu harapan, ekonomi terbesar kedua di dunia itu dapat menghidupkan kembali pertumbuhan global bahkan ketika Amerika Serikat, zona euro, dan Inggris berada di ambang resesi di kuartal mendatang.
 
"Pembukaan kembali China harus menjadi peristiwa besar dan itu akan menjadi pendorong utama pertumbuhan," kata Laura M Cha, Ketua Bursa dan Kliring Hong Kong pada forum di Davos.
 
"Asia adalah tempat faktor pertumbuhan, Anda tahu, tidak hanya China, (tetapi juga) India, Indonesia, ini semua adalah ekonomi yang berkembang dan sangat kuat," tuturnya.
 
Komentarnya ini pun digaungkan oleh orang lain yang melihat China sebagai kunci pemulihan global. "Ada tabungan yang terpendam, ada permintaan yang terpendam, jadi kami pikir China akan melihat pertumbuhan yang sangat kuat, terutama seperti yang Anda dapatkan di akhir tahun," ujar Douglas L. Peterson, Presiden dan CEO S&P Global menceritakan sebuah diskusi panel.
 
Peterson mengatakan, dia masih memperkirakan resesi "sangat ringan" di Amerika Serikat, Eropa dan Inggris, tetapi pertumbuhan bersih setahun penuh masih akan positif.
 
"Pasar tenaga kerja yang kuat tidak konsisten dengan apa yang kita lihat dengan resesi dan pasar tenaga kerja kuat hampir di seluruh dunia," tambahnya.
 
Ketua Credit Suisse Axel Lehmann menambahkan, dirinya berharap Amerika Serikat dapat menghindari resesi, tetapi dia juga bertaruh pada China. "Perkiraan pertumbuhan sekarang untuk China adalah 4,5%. Saya pribadi tidak akan terkejut ketika itu akan mencapai puncaknya," katanya.
 
Untuk diketahui, pertumbuhan ekonomi China pada tahun 2022 merosot menjadi 3,0%, salah satu level terburuknya dalam hampir setengah abad. 

Hal ini terjadi karena pada kuartal keempat 2022, terpukul keras oleh pembatasan covid-19 yang ketat dan kemerosotan pasar properti.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar