c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

06 November 2025

20:35 WIB

Anomali Ekonomi! Mayoritas Pekerja RI Di Pertanian, Bukan Industri

Indef menyorot anomali ketenagakerjaan RI yang begitu timpang dalam perekonomian saat ini. Serapan kerja di sektor pertanian lebih tinggi dari industri yang punya kontribusi lebih besar ke PDB.

Penulis: Siti Nur Arifa

<p>Anomali Ekonomi! Mayoritas Pekerja RI Di Pertanian, Bukan Industri</p>
<p>Anomali Ekonomi! Mayoritas Pekerja RI Di Pertanian, Bukan Industri</p>

Sejumlah pencari kerja antre saat berlangsungnya bursa kerja Naker Fest di Kantor Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (11/10/2024). Antara Foto/Sulthony Hasanuddin

JAKARTA - Peneliti Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi Indef Ahmad Heri Firdaus menekankan terdapat ketimpangan ketenagakerjaan di Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari penyerapan tenaga kerja dibandingkan dengan sektor yang mengalami pertumbuhan.

Spesifik, dirinya menyorot industri pengolahan dan pertanian yang menempati dua peringkat teratas sektor penyumbang PDB di kuartal III/2025 dari sisi lapangan.

BPS mencatat, sektor pengolahan masih menopang pertumbuhan ekonomi paling besar dengan kontribusi mencapai 19,15%, diikuti pertumbuhan sekitar 5,54%. Setelahnya, ada industri pertanian yang memberikan kontribusi 14,35% terhadap PDB, dengan pertumbuhan mencapai 4,93%.

Namun, Heri mengungkap, realisasi penyerapan tenaga kerja justru lebih besar terjadi pada sektor pertanian ketimbang industri pengolahan. Menurutnya, kondisi tersebut perlu menjadi perhatian lantaran struktur ekonomi Indonesia saat ini sedang bergerak dari sektor pertanian ke industri pengolahan hingga jasa.

“Tenaga kerja yang bekerja itu masih paling banyak di sektor pertanian. Ini yang saya bilang hanya terjadi di Indonesia mungkin, bagi sebuah negara yang mengalami transformasi dari zaman (sektor) pertanian, naik ke industri, naik lagi ke jasa, kita lihat ini ada anomali,” ujarnya dalam Diskusi Publik Indef, Jakarta, Kamis (6/11).

Baca Juga: Setahun Pertanian Prabowo, Kementan: Tenaga Kerja Tembus 38,99 Juta

Berdasarkan laporan BPS lagi, pertanian menjadi sektor penyerap tenaga kerja paling besar hingga Agustus 2025. 

Detailnya, dari 146,54 juta orang yang bekerja di Indonesia saat ini, sekitar 28,15%-nya yang setara 41,25 juta orang bekerja di sektor pertanian, dengan kenaikan jumlah pekerja sebanyak 490 ribu orang selama Agustus 2024-Agustus 2025.

Di posisi kedua, sekitar 18,73% atau 27,45 juta orang bekerja di sektor perdagangan, dengan kenaikan jumlah pekerja sebanyak 420 ribu orang kurun waktu setahun terakhir.

Sementara, industri pengolahan berada di posisi ketiga dengan sekitar 13,86% tenaga kerja atau 20,31 juta orang dengan kenaikan jumlah pekerja sekitar 300 ribu orang setahun terakhir.

Baca Juga: Tumbuh 5,58% Di Kuartal III/2025, Menperin: Daya Saing Manufaktur Makin Kuat

Sebab itu, Heri menilai, tenaga kerja paling banyak seharusnya berada di sektor industri pengolahan yang masih berperan krusial menjadi penopang utama PDB hingga kini.

“Harusnya kan tenaga kerja juga paling banyak kerja di industri pengolahan. Idealnya seperti itu, tetapi sayangnya tenaga kerjanya saat ini paling banyak kerja di pertanian,” imbuhnya.

Transformasi Tenaga Kerja Kurang 
Tanpa maksud mendiskreditkan sektor pertanian, Heri kembali khawatir, ketimpangan atau anomali penyerapan tenaga kerja yang terjadi antara sektor pertanian dengan industri pengolahan dapat menimbulkan kondisi tidak sejahtera bagi pekerja.

“Pertanian yang distribusi ekonominya mencapai 14,3% tetapi tenaga kerjanya paling banyak, artinya 'kue' yang kecil direbutin banyak orang, kan masing-masing dapat kecil, akhirnya enggak sejahtera," jelasnya. 

Baca Juga: 7,46 Juta Orang Indonesia Menganggur Per Agustus 2025

"Sementara sektor-sektor jasa (dan pengolahan) yang pertumbuhannya double digit tenaga kerjanya sedikit. Artinya di sini kuenya jadi besar, tapi yang rebutin sedikit. Jadi kan masing-masing dapatnya banyak, inilah ketimpangan sebenarnya,” urainya lagi.

Lebih lanjut, dirinya mengungkap faktor utama penyebab ketimpangan penyerapan tenaga kerja dengan pertumbuhan masing-masing sektor. Yakni, transformasi ekonomi RI tidak disertai dengan persiapan untuk mentransformasi tenaga kerja juga.

Baca Juga: Menaker: Kualitas Tenaga Kerja Kita Bermasalah

Heri mencontohkan lagi, tenaga kerja yang tersedia kurang atau bahkan sering tidak dilibatkan dalam proses modernisasi sektor industri yang sudah memikirkan kemajuan teknologi. Hasilnya, pekerja kembali mengalami ketertinggalan teknis.

“Industrinya sudah mikirin AI, mikirin teknologi canggih, tetapi tenaga kerjanya enggak diajak. Ditinggalin di sektor primer, itu yang terjadi sebenarnya. Jadi yang harus dilakukan adalah bagaimana transformasi ekonomi kita, dari sektor primer ke sekunder, bahkan nanti ke tersier, itu juga harus diikuti dengan persiapan tenaga kerja,” tandas Heri.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar