c

Selamat

Jumat, 3 Mei 2024

OPINI

04 April 2022

15:45 WIB

"Berobat" Jiwa dan Rasa di Klinik Kopi

Tak cuma kopi sedap untuk dinikmati, Klinik Kopi juga jadi sarana pelanggan berbagi kisah dan gundah.

Penulis: Novelia

Editor: Rikando Somba

"Berobat" Jiwa dan Rasa di Klinik Kopi
"Berobat" Jiwa dan Rasa di Klinik Kopi
Suasana di kedai Klinik Kopi. Validnews/Novelia Suhartono

“Lo lagi di Jogja, Bro? Udah ke Klinik belom?” 

Begitu tanya seorang coffee enthusiast atau penggemar kopi kepada temannya yang baru saja mengunggah foto tengah berwisata ke Taman Sari di instastory-nya. Sang teman, sesama penggemar kopi, membalas cepat, terkesan semangat menanggapi. Dia mengaku segera menyambangi Klinik sore hari itu juga.

Loh, mau ke klinik kok semangat? 

Ya, Klinik yang satu ini memang unik. Berlokasi di Sleman, tepatnya di sebuah gang di jalan menuju Kaliurang dari pusat kota Yogyakarta, Klinik belakangan menjadi destinasi para penggemar kopi.

Tempat ini bukan tempat menyembuhkan mereka yang sakit. Klinik adalah sebuah nama kedai kopi. Di sini, para pengunjung bersuka cita menikmati minuman dan sajian favorit masing-masing.

Tak cuma ternama di kalangan penggemar kopi, nama Klinik juga sudah tak asing di telinga masyarakat umum. Bahkan, di kalangan para figur publik. 

Bagaimana tidak, kedai ini sempat jadi lokasi syuting film layar lebar Ada Apa dengan Cinta? 2 besutan Mira Lesmana dan Riri Riza. Buat yang sudah menonton film itu, pasti ingat dengan kedai ikonik tempat Rangga dan Cinta minum kopi sebelum berakhir bertengkar dan pulang ke kediaman masing-masing, bukan? 

Ya, itulah Klinik Kopi.

Lantas, apa sih istimewanya tempat ini hingga bisa kondang?

Pada umumnya, pengunjung kedai kopi akan dipersilakan mengambil tempat terlebih dahulu, sebelum memesan makanan dan minuman di meja kasir. Selesai memilih dan membayar, pengunjung dipersilakan menunggu kembali di tempat duduk yang telah ditandainya. Tak lama, sajian akan diantar ke meja.

Akan tetapi, bukan pemandangan seperti ini yang biasa tampak di Klinik Kopi.

Dalam sebuah jendela yang terbuka, tepat di samping teras rumah, seorang pria yang biasanya mengenakan topi, terlihat asyik meramu minuman. Laki-laki itu biasa disapa Mas Pepeng, yang dikenal sebagai Sang Kuncen di kedai.  

Di atas meja di hadapannya, alat seduh dan beragam pilihan biji kopi tampak berderet. Sembari menyiapkan sajian, pengunjung yang duduk manis di sisi luar jendela terlibat bersenda gurau hangat dengannya. 

Begitulah aktivitasnya saban hari, melayani para pengunjung Klinik Kopi. Dia juga melayani percakapan dengan para tamu. Seperti klinik, para "pasien" akan mengantre untuk berkonsultasi dengannya bak "dokter" . 

Biasanya, yang diobrolkan adalah "obat" alias sajian apa yang cocok untuk dipesan. Buat para pengunjung yang juga penggemar kopi, misalnya, Pepeng tak segan bertukar pengetahuan mengenai kualitas biji kopi atau teknik seduh yang asyik.

Tak hanya membantu memilihkan makanan dan minuman, Mas Pepeng biasanya mengajak pengunjung mengobrol ngalor-ngidul untuk mencairkan suasana. Jadi, tak perlu khawatir kalau kamu tak terlalu paham tentang dunia perkopian. Obrolan masih tetap bisa kamu ikuti. 

Nah, komunikasi interpersonal alias obrolan dua arah Mas Pepeng inilah menjadi menu “plus”  keunggulan tersendiri buat kedai kopinya.

Sajian dan Kajian
 Teknik yang dipraktikkan pria ini terbukti memang efektif. Komunikasi interpersonal merupakan salah satu senjata ampuh untuk memberikan kenyamanan terhadap seseorang. 

Tentu saja, hal ini tidak dapat dilakukan secara serta merta. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar jenis komunikasi ini berjalan sukses.

Komunikasi interpersonal merupakan jenis komunikasi yang terjadi antara dua orang atau lebih yang bersifat interaktif. Artinya, interaksi yang terjadi berbentuk percakapan dua arah. Tidak peduli dilakukan secara tatap muka ataupun tidak, komunikasi ini punya ciri khas, yakni para komunikan saling memberi timbal balik (Effendy dalam Putri, 2020).

Lalu, apa yang membuatnya istimewa?

Seperti bagian dari namanya, komunikasi jenis ini sangat bersifat personal. Mereka yang berbincang sama-sama merasa dilibatkan dan berpartisipasi. 

Mas Pepeng mengajak para pelanggan bertukar informasi. Obrolan biasanya dimulai dengan pembahasan dari mana si pelanggan berasal, apakah penduduk Yogya asli, atau wisatawan yang kebetulan berkunjung. 

Dari percakapan perkenalan itu, barista sekaligus pengusaha ini akan menggiring obrolan menjadi lebih santai. Pelanggan akan diajak bercerita lebih mendalam tentang topik tertentu. 

Dalam suasana tak terlalu formal, tanpa disadari Mas Pepeng mampu menciptakan ruang diskusi ringan. Sebuah kajian tentang apapun mengalir selagi menunggu sajian yang diraciknya.

Ketika menggarap ide Klinik Kopi, Mas Pepeng tampaknya paham betul kalau pengalaman pelanggan terhadap bisnisnya alias brand experience menjadi hal yang utama. 

Pengalaman adalah kunci menciptakan brand yang berkesan di mata pelanggan (Lazuardi, 2022). Sebuah pengalaman yang aspiratif akan membuat pelanggan potensial merasa nyaman, serta membuat pelanggan yang sudah ada kembali datang untuk pengalaman selanjutnya.

Meski tak jarang dianggap remeh, Mas Pepeng membuktikan bahwa komunikasi merupakan kunci dari keberhasilan bisnisnya. Tak heran kalau “format pelayanan” yang diciptakannya kemudian juga diadopsi beberapa kedai kopi di tempat-tempat lain. 

Tadasih Coffee Shop yang membuka warung pertamanya di kawasan Pasar Baru, Jakarta, misalnya, menjadi salah satu kedai yang mengaku terinspirasi dari teknik berjualan Klinik Kopi.

Berubahnya konsumsi kopi menjadi bentuk gaya hidup membuat usaha kedai tak melulu soal makanan dan minuman. Suasana juga menjadi menu utama. Kebanyakan kedai mempersembahkan suasana nyaman melalui tempat yang instagramable, ataupun area outdoor yang dianggap lebih aman selama kondisi pandemi.

BACA JUGA: Sekarang Saatnya Bisnis Kafe dan Resto Kembali Bangkit

Klinik Kopi menawarkan semua hal di atas. Namun, ada keintiman komunikasi interpersonal antara pelanggan dan penyaji, yang tak dimiliki kedai lain.

Perlakuan khusus menjadi hal yang disukai hampir setiap orang. Biasanya, bisnis baru yang moncer berusaha adalah  yang memperlakukan setiap pelanggannya secara berbeda. Pelanggan akan merasa lebih dihargai dan dianggap istimewa karenanya.

Contoh serupa tampak dalam penelitian yang dilakukan Pradipta (2010) di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kota Cirebon. Pradipta mencoba melihat bagaimana konsep diri pustakawan memengaruhi respons dari pelanggannya, dalam hal ini pemustaka. 

Hasil dari studi ini membuktikan bahwa komunikasi interpersonal yang menjadi pembentuk konsep diri sang pustakawan berpengaruh secara langsung terhadap kepuasan pemustaka.

Coba bayangkan, pemustaka saja terbukti bertambah puas dengan pelayanan komunikasi interpersonal pustakawan saat membaca dan meminjam buku tertentu. Apalagi para pelanggan kedai kopi yang disediakan kudapan dan minuman sedap sembari ditemani mengobrol. 

Menyamakan Frekuensi
 Jika mengaitkan dengan namanya, Klinik Kopi barang kali mau beranalogi soal komunikasi hubungan antara dokter dan pasien. Komunikasi dua arah ini sangat penting utamanya di bidang psikologis. 

Dalam sebuah proses konseling, komunikasi interpersonal akan membantu perbaikan emosi atau suasana hati pasien. Artikel jurnal Shulbi Putri (2020) yang berjudul Analisis Pendekatan Komunikasi Interpersonal Psikolog dengan Pasien Psikosis menguraikan ini.

Dalam tulisannya, Putri membahas bagaimana komunikasi interpersonal merupakan hal vital yang harus terjadi dalam proses konseling. Tanpa komunikasi ini penyembuhan sulit dipastikan. Komunikasi dapat dilakukan secara verbal maupun nonverbal, namun tentunya bukan tanpa strategi. 

Salah satu yang jadi catatan untuk membuat penyembuhan pasien berjalan lancar adalah kemampuan psikolog atau psikiater, untuk menyamakan frekuensi dalam setiap komunikasi yang terbangun.

Apa maksudnya menyamakan frekuensi?

Arti dari menyamakan frekuensi di sini adalah psikolog atau psikiater harus membuat percakapan seimbang dan mampu diikuti kedua belah pihak, dirinya dan pasien, tanpa harus mengeluarkan usaha yang terlalu besar. Caranya, dengan membuat pasien atau klien merasa nyaman dengan memulai percakapan melalui obrolan ringan. 

Sedikit pujian juga bisa disampaikan secara halus. Misalnya, dengan membicarakan bagaimana warna dan model pakaian yang dikenakan pasien membuat dirinya terlihat menarik. Perlakuan seperti ini dinilai akan membuat pasien merasa diperhatikan dan dihargai (Putri, 2020). Perasaan dihargai bisa membuat pasien lebih nyaman. 

Ia akan merasa lebih aman untuk bersikap terbuka karena rasa nyaman akan meruntuhkan jarak antara dirinya dengan sang ahli medis. Keterbukaan ini mempermudah dokter untuk melakukan analisis dan merumuskan solusi terbaik dari keluhan sang pasien.

Dengan teknik yang sama, Mas Pepeng mengibaratkan dirinya sebagai dokter dan para pelanggan Klinik Kopi sebagai pasien. Untuk membuat para pelanggan lebih terbuka, obrolan selalu dimulai dengan menyamakan frekuensi guna menciptakan suasana nyaman. Suasana nyaman inilah yang kemudian menjadi “obat” bagi para pelanggan yang tak cuma mencari kopi, namun juga teman diskusi.

Pengalaman memang terbukti sebagai elemen baku dalam memasarkan suatu brand. Namun, ternyata pengalaman tak hanya bisa didapatkan pelanggan dari mengonsumsi produk saja. Bagaimana produk itu ditawarkan dan metode penawarannya juga sejatinya adalah pengalaman bernilai lebih.    

Bagaimana Sobat Valid, tertarik kah mengadopsi teknik serupa?

Referensi:

Pradipta, C. V. (2010). Pengaruh Konsep Diri Dalam Komunikasi Interpersonal Pustakawan Hubungan terhadap Kepuasan Pemustaka di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kota Cirebon. Jurnal Manajemen Pendidikan Volume 1 Nomor 1.

Putri, S. M. (2020). Analisis Pendekatan Komunikasi Interpersonal Psikolog dengan Pasien Psikosis. Jurnal PIKMA: Publikasi Media Dan Cinema, Volume 3, No. 1, 21-33.

 



KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar