07 Juni 2022
08:01 WIB
YOGYAKARTA – Masyarakat diminta tidak khawatir berlebihan dengan kasus cacar monyet atau monkeypox yang sempat mewabah, di beberapa negara di dunia belakangan ini. Hal ini diungkapkan Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (FKH UGM) Prof Wayan Tunas Artama seperti dilansir Antara, Senin (7/6).
"Edukasi dan peningkatan kewaspadaan masyarakat terhadap faktor risiko dapat dijadikan strategi utama untuk menurunkan paparan terhadap virus cacar monyet," kata.
Menurutnya, upaya pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari kontak langsung dengan orang bergejala cacar monyet. Gejala penyakit cacar monyet pada manusia sendiri, lanjutnya memiliki kemiripan dengan penyakit cacar.
Antara lain muncul demam di atas 38,5 derajat Celcius, lemah, menggigil dengan atau tanpa keringat. Kemudian nyeri tenggorokan dan batuk, pegal-pegal, pembengkakan kelenjar limfa, serta sakit kepala. Berikutnya diikuti dengan kemunculan ruam makular-papular berbatas jelas, vesikular, pustular, hingga lesi berkeropeng.
"Masa inkubasi cacar monyet berkisar enam hingga 13 hari," jelasnya.
Baca juga: Bedanya Bintik Merah Flu Singapura Dan Cacar Air
Ia menuturkan, cacar monyet merupakan penyakit zoonosis yang menular dari hewan ke manusia saat mengonsumsi atau melakukan kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi.
Cacar monyet, kata dia, ditransmisikan melalui berbagai jenis satwa liar dari hewan pengerat seperti tikus dan tupai dan primata yaitu kera dan monyet.
Penularan secara kontak langsung, kata dia, juga dapat terjadi antarhewan. "Penularan cacar monyet dari manusia ke manusia utamanya melalui droplet pernapasan yang secara umum perlu kontak erat yang cukup lama," imbuhnya.
Selain itu, penularan, ucapnya, juga bisa melalui kontak langsung dengan cairan tubuh atau materi lesi cacar, serta kontak tidak langsung dengan benda maupun permukaan yang terkontaminasi.
Baca juga: Legislator Minta Pemerintah Antisipasi Cacar Monyet
Menurut dia, masyarakat bisa melakukan pencegahan dengan rutin mencuci tangan menggunakan sabun atau handsanitizer. Lalu memakai masker, menerapkan hubungan seksual yang aman, serta menerapkan etika batuk dan bersin yang benar.
Melihat penularan cacar monyet antar manusia yang tergolong tinggi, Wayan mengimbau kegiatan surveilans difokuskan pada fasilitas kesehatan dengan target kasus dan kelompok probabel.

Selain itu, berkaca dari wabah cacar monyet di Amerika Serikat pada 2003 silam, ia menekankan pembatasan dan transportasi hewan perlu dipertimbangkan dan diperketat. Terutama dari daerah endemik dan negara-negara dengan wabah tersebut.
"Sementara hewan yang diduga telah kontak dengan hewan terinfeksi perlu dikarantina serta ditangani sesuai dengan standar pencegahan dan dilakukan observasi gejala cacar monyet selama 30 hari," ucapnya.
Senada, Dinas Kesehatan DKI Jakarta pun mengimbau agar masyarakat selalu menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), untuk menghindarkan diri dari bahaya penularan cacar monyet atau monkeypox.
Di sisi lain, Dinkes DKI dan Kementerian Kesehatan memastikan terus memantau kasus cacar monyet terkonfirmasi dari 12 negara nonendemik.
"Imbauannya tetap perilaku hidup bersih dan sehat. PHBS dengan cuci tangan, memakai sabun dan air mengalir sebelum makan menjadi penting," kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti, Senin.
Baca juga: Vaksin Cacar Masih Efektif Tangkal Cacar Monyet
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril mengatakan, vaksin cacar (smallpox) masih efektif untuk menangkal risiko penularan cacar monyet (monkeypox) pada manusia.
"Sekitar 85% vaksin cacar masih bermanfaat untuk menangkal cacar monyet," serunya.
Dilansir dari Kementerian Kesehatan RI, vaksin cacar merupakan vaksin pertama yang berhasil memberikan perlindungan di dalam tubuh terhadap serangan infeksi virus patogen. Vaksin ini ditemukan oleh seorang dokter asal Inggris, Edward Jenner pada 1776.
Indonesia kini menjadi salah satu negara yang dikategorikan bebas dari cacar terhitung sejak 1980. Predikat itu tidak lepas dari program imunisasi yang dilaksanakan secara masif sejak 1956.
Berdasarkan keterangan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), nama cacar monyet disebabkan oleh virusnya yang kali pertama ditemukan pada hewan monyet pada 1958.
Namun pada 1970, ditemukan kasusnya pada manusia kali pertama di Republik Demokratik Kongo.
Baca juga: Kemenkes Minta Waspadai Cacar Monyet
WHO mengonfirmasi lebih dari 550 kasus cacar monyet di 30 negara saat virus tersebut terus menyebar di seluruh dunia. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, kemunculan cacar monyet yang tiba-tiba di beberapa negara di seluruh dunia menunjukkan virus tersebut telah menyebar tanpa terdeteksi selama beberapa waktu. Khususnya di luar negara-negara Afrika Barat dan Tengah, lokasi di mana virus itu biasanya ditemukan.
Namun saat disinggung apakah wabah cacar monyet ini berpotensi menjadi pandemi, Kepala Teknis Untuk Cacar Monyet dari Program Kedaruratan Kesehatan WHO Rosamund Lewis meragukannya.
"Kami belum tahu, namun kami rasa tidak. Pada saat ini, kami tidak khawatir akan terjadi pandemi global," serunya.
Di Indonesia, sejauh ini Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes RI belum mendeteksi satupun kasus cacar monyet.
Kasus pertama cacar monyet dilaporkan kali pertama di Inggris pada 7 Mei 2022. Penyakit itu diyakini pakar kesehatan sebagai importasi kasus dari Afrika.