c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

10 Oktober 2022

15:15 WIB

Tren Thrifting, Berapa Besar Pasar Baju Bekas Global?

Harga murah menjadi satu dari dua alasan mengapa membeli baju thrifting. Nilai pasar baju bekas secara global mencapai US$96 miliar pada 2021.

Editor: Fin Harini

Tren <i>Thrifting</i>, Berapa Besar Pasar Baju Bekas Global?
Tren <i>Thrifting</i>, Berapa Besar Pasar Baju Bekas Global?
Warga membeli pakaian bekas pakai di Pasar Senen Blok 3, Jakarta Pusat, Senin (4/7/2022). ANTARA FOTO/Agha Yuninda

JAKARTA - Minat nge-thrif alias berburu barang bekas kian membuncah. Tak lagi gengsi, masyarakat berburu baju, tas, hingga sepatu bekas agar tampil stylish tanpa harus merogoh kocek terlalu dalam.

Toko, baik offline maupun online, yang menawarkan baju bekas terus bermunculan, meski tak menggeser Pasar Senen atau Pasar Baru sebagai primadona thrifting. Beragam tawaran usaha paket thrifting pun mudah ditemui di e-commerce atau media sosial.

Secara global, lembaga penyedia data Statista, menyebutkan nilai pasar baju thrifting mencapai US$96 miliar pada 2021, atau sekitar Rp1.463,6 triliun dengan kurs Rp15.246 per dolar. Nilai ini pun diproyeksi bakal semakin meningkat pada tahun-tahun mendatang. Tahun ini, diperkirakan nilainya bertumbuh menjadi US$119 miliar atau sekitar Rp1.814,27 triliun.

Lantas, pada 2023 dan 2024 masing-masing menjadi US$141 miliar (Rp2.149,68 triliun) dan US$168 miliar (Rp2.561,32 triliun). Angka bertumbuh menjadi US$196 miliar (Rp2.988,21 triliun) di 2025 dan US$218 miliar di 2026 (Rp3.323,62 triliun).

Gen Z menjadi pemicu pertumbuhan pasar thrifting dunia. Statista menyebutkan, dari survei global tahun 2021, generasi yang paling bersedia membeli pakaian bekas adalah Generasi Z dan milenial. Pada 2021, sebanyak 42% responden milenial dan Gen Z menyatakan bahwa mereka cenderung berbelanja barang bekas.

Baca Juga: Tren Thrifting Dan Isu Krusial Di Seputarnya

Tak melulu soal harga yang menjadi alasan. Lebih ramah lingkungan, menjadi alasan lain yang memuat mereka membeli pakaian bekas.

“Harga dan lebih ramah lingkungan, kedua topik yang sangat relevan bagi konsumen yang lebih muda. Penurunan harga pakaian bekas juga membuat pakaian yang seharusnya terlalu mahal menjadi lebih mudah diakses. Hal ini telah menyebabkan pertumbuhan di pasar barang-barang mewah pribadi bekas,” sebut Statista.

Salah satu cara populer bagi generasi muda untuk membeli pakaian bekas adalah melalui aplikasi smartphone, yang memberikan lebih banyak pilihan dan kenyamanan bagi pembeli. Pengguna aktif bulanan Depop di seluruh dunia tumbuh secara signifikan selama tahun 2020 dan 2021. Tentu saja, banyak orang masih membeli pakaian bekas dari toko barang bekas.

Depop, fashion reseller asal Inggris, dikenal sebagai tempat untuk menemukan dan membeli barang yang tidak ditemukan di toko di pusat perbelanjaan lokal. Barang yang dijual di Depop berkaitan dengan koleksi, dan memberikan pilihan untuk ekspresi diri.

Baca Juga: Kala Kelas Atas ‘Bermain’ Barang Bekas

Boston Consulting Group, dilansir dari Axios Markets, menyebutkan perkiraan nilai pasar baju bekas yang lebih rendah yakni US$40 miliar per tahun. dengan pertumbuhan rata-rata 15%. Seperti retail lainnya, pertumbuhan didukung kehadiran toko online yang bisa menjangkau lebih banyak pembeli.

Alasan lain, pakaian bekas, dan barang-barang buatan tangan oleh influencer, dinilai jauh lebih bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan daripada fast fashion.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar