c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

23 Desember 2022

13:16 WIB

Tren Konsumsi Di Tengah Ancaman Resesi 2023, Ini Proyeksi DBS

DBS memproyeksi sebagian masyarakat akan mengubah pola konsumsi di tengah inflasi dan ancaman resesi

Penulis: Yoseph Krishna

Editor: Fin Harini

Tren Konsumsi Di Tengah Ancaman Resesi 2023, Ini Proyeksi DBS
Tren Konsumsi Di Tengah Ancaman Resesi 2023, Ini Proyeksi DBS
Ilustrasi konsumsi masyarakat. Pedagang ayam potong saat melayani pembeli di Pasar Agung, Depok, Minggu (04/09/2022). ValidnewsID/Fikhri Fathoni

JAKARTA - Tahun 2023 sudah di depan mata dengan sederet tantangan yang akan menghantui, salah satunya ialah resesi. Tantangan itu akan mempengaruhi potensi ekonomi global, termasuk Indonesia.

DBS Group Research pun telah mengamati perubahan perilaku belanja konsumen lewat riset bertajuk 'Indonesia Consumption Basket' terhadap lebih dari 700 responden. Riset tersebut terfokus pada sikap masyarakat menghadapi inflasi dan ancaman resesi 2023.

External Communications Group Strategic Marketing and Communications PT Bank DBS Indonesia Rifka Suryandari lewat keterangan tertulisnya mengatakan riset tersebut menunjukkan konsumen sadar dan khawatir soal inflasi yang akan terjadi tahun depan.

Sekalipun pandemi covid-19 telah berlalu, inflasi tetap menjadi tantangan besar dengan 98% responden yang merasakan tren kenaikan harga. 

Rifka menyebutkan 55% masyarakat menganggap potensi inflasi itu tak lepas dari faktor kenaikan harga BBM dan konflik geopolitik Rusia dan Ukraina.

"Sementara itu alasan lain yang menyebabkan inflasi ialah disrupsi rantai pasokan akibat covid-19 dan kenaikan suku bunga The Fed," ujar Rifka di Jakarta, Jumat (23/12).

Baca Juga: Ragu Hati Beli Properti Jelang Resesi

Kenaikan harga pun terlihat jelas pada kategori BBM dan bahan makanan. Sepanjang November 2022, tingkat inflasi Indonesia menyentuh 5,42% secara tahunan dan 54% responden merasakan pengeluaran mereka melebihi statistik inflasi.

"Konsumen memilih BBM dan bahan makanan sebagai dua hal dengan peningkatan paling signifikan karena perannya sebagai kebutuhan sehari-hari," tambah dia.

Pada riset itu, konsumen juga meyakini kenaikan tingkat inflasi akan terjadi dalam kurun waktu yang lebih panjang dan mengindikasikan perubahan pola konsumsi yang cepat.

Dengan presentase yang tinggi, sebanyak 89% responden memandang tren inflasi akan berlangsung selama enam bulan ke depan. 

Artinya, konsumen harus mengantisipasi hal tersebut hingga paruh pertama 2023 atau bahkan hingga awal 2024.

"Riset juga membuktikan sebagian besar masyarakat akan mengubah pola konsumsi lebih cepat untuk beradaptasi dengan inflasi. Sebanyak 62% responden mengaku akan mengubah pola konsumsi dalam tiga hingga enam bulan ke depan," ucapnya.

Penghasilan Tambahan
Proyeksi gelapnya ekonomi tahun depan utamanya akan dirasakan oleh kalangan menengah ke bawah. 

Dalam hal ini, kelas tersebut diyakini akan mengubah pola pengeluaran lebih cepat ketimbang kalangan menengah dan kelas menengah ke atas.

Sebanyak 71% responden dari kelas menengah ke bawah telah berencana menyesuaikan pengeluaran apabila inflasi dan harga barang tetap tinggi selama enam bulan pertama tahun 2023. 

Sementara itu, untuk kelas menengah ke atas, sebanyak 40% tak akan langsung mengubah pola konsumsi di tengah inflasi.

"Untuk kelas menengah ke atas, 56% responden kami akan menyesuaikan gaya hidup dalam kurun tiga sampai enam bulan ke depan dan 7% responden tidak akan mengubah pola konsumsi sedikitpun," kata Rifka.

Konsumen dari kalangan menengah ke bawah pun siap mengambil langkah defensif dalam rangka menghadapi inflasi dan kenaikan harga. 

Menabung lebih banyak dan mengeluarkan lebih sedikit menjadi implementasinya, disertai dengan mencari alternatif barang yang lebih murah atau meningkatkan pendapatan.

Separuh dari responden, sambung Rifka, akan mengambil langkah tersebut. 

Sementara sisanya, terpecah untuk mengambil langkah penggunaan barang yang lebih murah, investasi untuk hasil yang lebih tinggi, dan pencarian pendapatan yang lebih besar serta pemasukan tambahan.

Langkah untuk mencari pendapatan yang lebih tinggi dalam merespon inflasi itu turut terjadi di hampir setengah masyarakat kelas menengah ke atas. Dalam hal ini, mereka akan berinvestasi untuk mencari keuntungan, mencari pendapatan dan pemasukan tambahan. 

Sementara itu, setengah sisanya tidak akan melakukan apapun meski terdapat inflasi.

Hal itu tak lepas dari pengamatan DBS Group Research, bahwa konsumen kelas menengah ke atas punya disposable income yang lebih tinggi serta keleluasaan berinvestasi sebagai langkah menghadapi inflasi.

"Dengan begitu, mereka tidak perlu mengubah gaya hidup. Sedangkan kelas menengah ke bawah punya disposable income terbatas sehingga perlu lebih banyak menabung," tuturnya.

Baca Juga: Dua Hal Ini Jaga Stabilnya Pertumbuhan Ekonomi RI

Lebih lanjut, Rifka menjelaskan pada tahun 2023, pengeluaran harian, seperti BBM dan bahan makanan akan tetap menjadi prioritas konsumen mengingat harga keduanya tercatat meningkat tinggi.

Prioritas itu kemudian diikuti pengeluaran rumah tangga lain, seperti sewa rumah, cicilan, serta produk perawatan rumah dan perawatan pribadi. Tren ini terjadi di semua kelas.

"Kelas menengah ke atas turut mengutamakan investasi dibanding kelas lain. Sedangkan untuk pengeluaran diskresioner seperti rekreasi, belanja, dan makan di luar menjadi prioritas terakhir," tandasnya.

Kemudian, DBS Group Research mendapati responden punya tendensi menggunakan barang alternatif dengan harga yang lebih murah ketimbang mengurangi frekuensi penggunaan kebutuhan pokok.

Rifka mengatakan hal itu berlaku untuk pengeluaran rumah tangga serta BBM atau biaya transportasi. 

Pada riset itu, konsumen tidak keberatan untuk menekan intensitas kebutuhan non-pokok. Artinya, terlihat bahwa konsumen memilih kualitas dibandingkan kuantitas.

"Hal berbeda terlihat pada kelas menengah ke atas, di mana mereka memilih mengurangi frekuensi kebutuhan pokok daripada mencari alternatif yang lebih murah," pungkas Rifka.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar