22 Januari 2024
10:24 WIB
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Ada satu hal menarik yang terekam kala Debat Calon Wakil Presiden Keempat 2024 di Jakarta Convention Center, Minggu (21/1) malam, yakni kala Cawapres Nomor Urut 02 Gibran Rakabuming Raka menyinggung pernyataan salah satu Tim Pemenangan Nasional (Timnas) Anies-Muhaimin soal Lithium Ferophospate (LFP).
Menurut Gibran, pernyataan soal LFP itu menunjukkan sikap anti-nikel oleh Paslon 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Padahal, Indonesia ia sebut menjadi negara dengan cadangan nikel nomor satu di dunia.
"Kita Indonesia ini negara yang punya cadangan nikel terbesar, ini kekuatan kita, ini bargaining kita. Jangan malah membahas LFP, malah mempromosikan produk China," ucap Gibran.
Baca Juga: Permintaan Turun, Ekspor Nikel Desember 2023 Jeblok
Pernyataan putra sulung dari Presiden Joko Widodo itu sekaligus menjawab statement yang dikemukakan salah satu Timnas Amin, yakni Thomas Trikasih Lembong pada sebuah podcast yang ditayangkan di channel YouTube Total Politik pada Sabtu (6/1) lalu.
Pada podcast tersebut, pria yang kerap disapa Tom Lembong itu mengungkapkan saat ini produsen mobil listrik Tesla sudah menggunakan baterai berbasis LFP. Bahkan, Tesla ia sebut sudah menghilangkan kadar nikel dan kobalt pada baterai mobil listriknya.
Sedangkan menurut Gibran, pernyataan Eks-Menteri Perdagangan itu merupakan pembohongan publik karena saat ini baterai mobil listrik Tesla masih menggunakan nikel.
"Ini agak aneh bahwa timses-nya sering ngomongin LFP tapi cawapresnya tidak paham LFP itu apa. Sering bicara LFP, Tesla tidak pakai nikel, ini kan pembohongan publik," kata dia.
Menanggapi hal tersebut, Cawapres Nomor Urut 01 Muhaimin Iskandar mengatakan pada dasarnya sumber daya alam Indonesia memang harus dipromosikan. Tapi, ia menggarisbawahi eksplorasi nikel yang terjadi belakangan ini dilakukan secara ugal-ugalan.
Hilirisasi yang digaungkan Presiden Joko Widodo, sambungnya, justru dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek ekologi dan sosial. Bahkan, Gus Imin mengungkapkan buruh pertambangan kerap diabaikan, hingga menjadi korban kecelakaan kerja.
"Di sisi lain, pemasukan nikel sangat kecil. Parahnya lagi, nikel kita berlebihan produksinya, sehingga bukan harga tawar kita naik, malah kita menjadi korban policy kita sendiri," paparnya.
Kebijakan Konfrontasional
Sebelumnya, Tom Lembong mengungkapkan harga nikel global 12 bulan belakangan mulai merosot sekitar 30%. Tahun depan, Tom juga memperkirakan akan terjadi surplus stok nikel dunia sepanjang sejarah, sehingga harga nikel akan semakin jatuh.
Di sisi lain, dia menilai kebijakan yang diluncurkan pemerintah era Joko Widodo cenderung militan dan konfrontansional terhadap negara lain. Akibatnya, banyak negara yang mencari opsi lain di luar nikel untuk membuat baterai kendaraan listrik.
"Dengan begitu gencarnya dibangun smelter, kita banjiri dunia dengan nikel, terjadi kondisi oversupply. Kita juga begitu militan dan konfrontansional terhadap nasabah di luar negeri, sehingga mencari opsi lain, mereka bikin formulasi bahan baterai yang tidak pakai nikel. Jadi, baterainya pakai LFP, tidak lagi pakai nikel, tidak lagi pakai kobalt," tandas Tom Lembong.
Dilansir dari eepower.com, Tesla telah mengumumkan akan menggunakan baterai LFP alih-alih baterai litium dengan katoda nikel dan kobalt pada 2023. LFP adalah baterai lithium-ion yang menggunakan besi fosfat sebagai bahan katoda. Baterai ini dikenal karena umurnya yang panjang, keamanannya, dan harganya yang terjangkau.
Baca Juga: PT IMIP Mulai Salurkan Santunan Korban Ledakan Smelter Nikel
EO Tesla Elon Musk memuji teknologi baterai LFP, dengan mengatakan bahwa "pekerjaan berat dalam elektrifikasi adalah iron-based cell."
Tesla menggunakan sel LFP prismatik yang dibuat oleh Teknologi Amperex Kontemporer Tiongkok (CATL) untuk Model Y EV yang dibuat di pabriknya di Shanghai dan telah mendiskusikan pembangunan pabrik dengan raksasa baterai Tiongkok di AS.
Selain Tesla, pada Juni 2023, dua produsen mobil terbesar di dunia, Toyota Motor dan Hyundai Motor telah mengumumkan rencana untuk melengkapi kendaraan masa depan mereka dengan baterai LFP, namun belum mengungkapkan rencana untuk AS.
“LFP lebih murah dibandingkan kobalt dan nikel, dan semua mineral dapat diperoleh di Amerika Utara (yang berarti) biaya transportasi yang jauh lebih rendah dan rantai pasokan yang lebih aman,” kata Stanley Whittingham, profesor di Universitas Binghamton di New York dan Peraih Nobel 2019 atas karyanya pada baterai lithium ion, dilansir dari Reuters.