c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

22 Mei 2023

15:51 WIB

Pengamat Kritik Kesenjangan Pembangunan Infrastruktur Di Indonesia

Kesenjangan pembangunan infrastruktur di beberapa wilayah Indonesia lantaran masih banyak wilayah 3T yang belum tersentuh anggaran dari pusat.

Penulis: Nuzulia Nur Rahma

Editor: Fin Harini

Pengamat Kritik Kesenjangan Pembangunan Infrastruktur Di Indonesia
Pengamat Kritik Kesenjangan Pembangunan Infrastruktur Di Indonesia
Presiden Joko Widodo meninjau jalan rusak di Desa Sialang Taji, Kecamatan Waluh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatra Utara, Rabu (17/5/2023). BPMI Setpres/Laily Rachev

JAKARTA - Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno menilai, kesenjangan pembangunan infrastruktur jalan masih dirasakan masyarakat. Perbaikan jalan perlu dilengkapi dengan angkutan perintis untuk meningkatkan perekonomian.

"Terutama infrastruktur jalan, banyak yang belum tersentuh dan berbanding terbalik dengan pembangunan yang dilakukan pemerintah pusat. Sejumlah jalan rusak di daerah seakan-akan sulit tersentuh anggaran pembangunan dari pusat," katanya dalam pernyataan tertulis, Senin (22/5).

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 menunjukkan jalan rusak mencapai 174.298 km atau 31,91% dari total panjang dari panjang seluruh Indonesia yang mencapai 546.116 km. Kondisi jalan rusak sedang di Indonesia sepanjang 139.174 km, kondisi jalan rusak 87.454 km dan jalan dalam kondisi rusak berat sepanjang 86.844 km.

Baca Juga: Presiden Dapat Aduan Jalan Rusak Di 7.400 Lokasi Dari Medsos

Pemerintah Presiden Joko Widodo di periode kedua terus menggenjot pembangunan infrastruktur termasuk jalan tol. Pembangunan infrastruktur yang merata dapat menjadi penggerak ekonomi suatu negara.

Meski begitu Djoko menilai pembangunan infrastruktur di beberapa wilayah Indonesia masih dinilai jauh dari kata layak, terutama di tengah gencarnya pembangunan jalan tol Trans Jawa, Trans Sumatera dan lainnya.

"Nyatanya, ada ketimpangan antara jalan desa, jalan kabupaten, jalan provinsi hingga jalan nasional yang jauh kata layak. Entah itu rusak atau belum diaspal, hingga kendaraan sulit untuk melintas. Alhasil, roda perekonomian yang harus bisa menyentuh ke dusun-dusun jelas bisa terhambat," timpalnya.

Padahal menurutnya, pemerintah sudah memiliki pembagian kewenangan membangun jalan. Tanggung jawab jalan nasional berada di pemerintah pusat, jalan provinsi tanggung jawab gubernur, jalan kabupaten/kota tanggung jawab bupati/walikota.

"Buruknya tata kelola pemerintahan turut memperparah kondisi jalan di daerah. Andai ada anggaran untuk pembangunan infrastruktur jalan, kerap anggaran itu dikorupsi oleh oknum kepala daerah. Karena anggaran terbesar dalam APBD adalah membangun infrastruktur jalan," tekannya.

Angkutan Perintis
Djoko menguraikan, jalan rusak kerap disebabkan tiga hal, yaitu konstruksi yang tidak sesuai spesifikasi teknis, dilewati kendaraan truk yang kelebihan dimensi dan mengangkut muatan lebih (over dimension and over load/ODOL) dan pembangunan drainase yang tidak sempurna.

Namun, jalan yang sudah bagus tidak serta merta dapat mensejahterakan masyarakatnya. Djoko menilai, peningkatan kualitas halan harus dibarengi dengan penyediaan fasilitas angkutan umum.

Menurutnya, fasilitas transportasi umum yang sekaligus dapat mengangkut penumpang dan barang bisa mensejahterakan masyarakat.

"Jika tidak, maka yang muncul adalah pengumpul yang bisa menentukan harga beli barang serendah mungkin. Jika itu terjadi, masyarakat yang tertinggal di daerah 3TP (tertinggal, terdepan, terluar dan pedalaman) akan semakin kurang sejahtera," katanya.

Ia memberi contoh, ketika akses jalan ditingkatkan dapat mengungkit pertanian daerah, namun hal tersebut belum tentu dapat mensejahterakan petani secara individu. Lantaran harga masih ditentukan oleh para pengumpul yang berada di desa.

"Alangkah lebih baik jika pemerintah juga menyediakan fasilitas angkutan umum yang dapat membawa orang dan barang. Angkutan tersebut dikelola oleh Badan Usaha Masyarakat Desa (BUMDES)," kata dia.

Petani nanti dapat membawa hasilnya sendiri tanpa tergantung pada pengumpul atau pengumpul dalam bentuk koperasi, sehingga petani bisa menghasilkan keuntungan. Petani tak lagi harus menanggung ongkos mahal untuk membawa hasil panen ke pasar di kota terdekat.

"Jika petani sejahtera, tentunya akan banyak kaum milenial yang berminat menjadi petani. Nyatanya, tidak banyak anak petani mau meneruskan usaha orang tuanya sebagai petani, lantaran tahu sebagai petani tidak menjadikan hidup lebih sejahtera. Belum bisa menggoda kaum milenial menjadi petani," paparnya.

Baca Juga: Jalan Rusak, Ongkos Pun Membengkak

Ia menjelaskan, konsep angkutan bus perintis adalah membangun keterhubungan untuk pemerataan pembangunan hingga ke seluruh pelosok Nusantara yang sasarannya daerah 3TP.

Menurut Perpres Nomor 63 Tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024, khususnya di wilayah timur Indonesia. Kriteria daerah tertinggal dilihat dari aspek perekonomian masyarakat; aspek sumber daya manusia; aspek sarana dan prasarana; kemampuan keuangan daerah; aksesibilitas; dan karakteristik daerah.

Jaringan trayek angkutan jalan perintis tahun 2023 diselenggarakan untuk 327 trayek dengan 597 kendaraan.  

Trayek tersebut tersebar di Sumatra sebanyak 53 trayek dan 121 kendaraan, Jawa 34 trayek dan 66 kendaraan, Kalimantan 34 trayek dan 64 kendaraan, Sulawesi 46 trayek dan 103 kendaraan, Papua 79 trayek dan 102 kendaraan, Bali dan Nusa Tenggara 50 trayek dan 98 kendaraan, dan Kepulauan Maluku dan Maluku 32 trayek dan 43 kendaraan.

Ia juga menyebutkan bahwa jumlah trayek paling sedikit di Provinsi Jateng 1 trayek dan jumlah trayek terbanyak di Provinsi Papua 38 trayek.

Total pagu anggaran tahun 2023 sebesar Rp177,42 miliar. Jika dibandingkan dengan subsidi KRL Jabodetabek Rp1,6 triliun, anggaran bus perintis hanya sepersepuluhnya.

"Belum lagi jaringan jalan yang dilayani bukannya jalan yang mulus. Tidak sedikit menyeberangi sungai dan jalan rusak. Sejumlah jalan rusak itu wewenang dari pemerintah daerah untuk memperbaikinya, yakni jalan provinsi dan jalan kabupaten," ungkap Djoko.

Baca Juga:  Pemerintah Siapkan Rp32,7 Triliun Untuk Penanganan Jalan Rusak

Dengan panjang jalan yang dilayani 33.969 kilometer, sepanjang 4.478 kilometer atau 13,18% di antaranya dalam kondisi rusak. Jalan rusak terpanjang berada (1.049 km) di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sebalinya, tidak ada jalan rusak berada di Provinsi Maluku Utara.

Trayek terpanjang adalah Ambon – Tutuktolu di Provinsi Maluku sepanjang 596 km dengan lama perjalanan sekitar 36 jam. Sedangkan rute terpendek berada di rute Sofifi – Kantor Gubernur di Provinsi Maluku Utara sepanjang 10 km dengan lama perjalanan 25 menit.

Ada dua trayek Bus Perintis yang melayani Pos Lintas Batas Negara (PLBN), yaitu Jayapura – PLBN Skow dan Merauke – PLBN Sota (Provinsi Papua).

"Pengadaan kendaraan transportasi umum hendaknya disesuaikan dengan kondisi geografis wilayah. Tidak perlu semua armada bus diberikan pendingin. Kendaraan dirancang dapat mengangkut penumpang dan barang," tandasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar