07 November 2023
08:34 WIB
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Fin Harini
JAKARTA – Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira penurunan optimisme konsumen berdampak pada penurunan kontribusi konsumsi rumah tangga pada pertumbuhan ekonomi. Perlu upaya menggenjot konsumsi rumah tangga yang menjadi motor pertumbuhan ekonomi.
Data BPS menunjukkan, meskipun masih tumbuh di atas 5% secara tahunan (year on year/yoy), tepatnya di angka 5,06% pada kuartal III/2023, namun konsumsi masyarakat melemah dibandingkan kuartal II/2023 sebesar 5,22% dan kuartal III/2022 sebear 5,39%.
Kontribusi konsumsi terhadap pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2023 juga menyusut menjadi 2,63% year on year (yoy), lebih kecil dibandingkan kontribusi pada kuartal II-2023 lalu yang sebesar 2,77% (yoy) dan kuartal III-2022 yang sebesar 2,81% (yoy).
Walaupun konsumsi rumah tangga tetap menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi, segmentasi rumah tangga menghadapi tantangan yang berbeda. Pada kelompok masyarakat menengah ke bawah, kenaikan harga beras menjadi salah satu penyebab melemahnya konsumsi rumah tangga.
"Hal ini dipengaruhi oleh tekanan meningkatnya kebutuhan pokok, kesempatan kerja yang terbatas, serta kendala keterjangkauan kepemilikan rumah dan sensitivitas terhadap suku bunga,” ujar Bhima di Jakarta, Senin (6/11), dikutip dari Antara.
Sementara itu, kelompok menengah ke atas terlihat memiliki akumulasi nilai tabungan yang semakin besar. Namun, sebagian besar dari mereka cenderung enggan mengalokasikan dana tersebut ke belanja konsumsi.
“Lebih banyak yang memilih menyimpannya di perbankan, menganggapnya sebagai aset yang lebih aman,” kata Bhima.

Bhima menyampaikan, tantangan utama terletak pada bagaimana merangsang kelompok menengah ke atas untuk lebih aktif dalam belanja dan berinvestasi, sehingga dapat memberikan dorongan tambahan pada pertumbuhan ekonomi.
Bhima menilai terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan konsumsi rumah tangga pada kuartal IV tahun 2023, dengan memanfaatkan momentum libur Natal dan Tahun Baru 2024.
“Jadi, memang besar harapan pemerintah mendorong banyak event, banyak pertunjukan seni dan budaya, sektor pariwisatanya didorong. Jadi, belanja masyarakatnya juga meningkat,” kata Bhima.
Selanjutnya, menurut Bhima, peningkatan konsumsi rumah tangga juga dapat dilakukan dengan menjaga stabilitas politik dan memastikan inflasi tetap stabil, terutama inflasi pangan.
“Kemudian, harga BBM-nya bisa lebih stabil sampai akhir tahun dan terus mendorong pembukaan lapangan pekerjaannya,” kata Bhima.
Tergantung Domestik
Terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pertumbuhan ekonomi di kuartal III/ 2023 tumbuh 4,94% secara tahunan (year on year). Menurutnya, pertumbuhan itu ditopang oleh kuatnya permintaan domestik yaitu konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB).
"Alhamdulillah tadi disampaikan oleh BPS pertumbuhan ekonomi kita tumbuh di 4,94% secara year on year atau 5,05% c-to-c," kata Airlangga dalam Konferensi Pers di Kantornya, Senin (6/11).
Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga menjadi penopang tertinggi dengan porsi 52,62%. Diikuti oleh komponen PMTB sebesar 29,68%; Komponen Ekspor Barang dan Jasa sebesar 21,26%; Komponen PK-P sebesar 7,16%; Komponen PK-LNPRT sebesar 1,21%; dan Komponen Perubahan Inventori sebesar 0,83%. Sementara itu, Komponen Impor Barang dan Jasa sebagai faktor pengurang dalam PDB memiliki peran sebesar 19,57%.
Baca Juga: Sri Mulyani: Penebalan Bansos Demi Jaga Konsumsi Rumah Tangga
Airlangga mengatakan, kuatnya konsumsi domestik ini juga tercermin dari indeks keyakinan konsumen yang masih di posisi 121,7% per September.
"Ini didukung oleh laju inflasi yang bisa dikendalikan, ditambah lagi tentu pertumbuhan PMTB yang berkontribusi mendekati 30% yaitu 29,68%," ujarnya.
Sedangkan dari sisi permintaan domestik, Airlangga bilang sektor industri pengolahan memiliki share 18,75% dan tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi yaitu 5,20%.
"Dan kuatnya industri pengolahan juga sejalan dengan PMI yang ekspansif selama 26 bulan berturut-turut di bulan Oktober kemarin di 51,5%," imbuhnya.
Melihat ini dia bilang bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III dinilai lebih tinggi dibandingkan negara lain termasuk China bahkan Singapura.
"Indonesia salah satu negara yang tumbuh kuat, pertumbuhan kita masih lebih tinggi dibandingkan berbagai negara lain termasuk China, Malaysia, Amerika bahkan Singapura. Tentu ada beberapa di atas negara kita seperti Vietnam," jelasnya.
Kondisi Perang Pengaruhi Pasokan Pangan
Airlangga menambahkan, pemerintah akan menjaga konsumsi masyarakat di tengah kondisi global yang masih penuh tantangan akibat adanya adanya perang antara Israel dan Palestina, serta belum meredanya perang Rusia dan Ukraina, serta El Nino yang membuat pasokan pangan terganggu.
Salah satu kebijakan pemerintah menjaga daya beli masyarakat adalah penambahan bantuan sosial dan memastikan penyalurannya tepat sasaran. Selain itu, penanganan stunting juga menjadi salah satu fokus untuk segera dilaksanakan.
Presiden Joko Widodo telah menyetujui perpanjangan bantuan pangan beras dan bantuan penanganan stunting akan diberikan selama 6 bulan, yakni pada bulan Januari-Juni 2024.
Bantuan beras yang akan diberikan yakni sebanyak 10kg kepada 22.004.077 Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Sedangkan untuk bantuan stunting, akan diberikan kepada 1.446.089 Keluarga Risiko Stunting (KRS) dari data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Bantuan stunting tersebut sejumlah Rp446,242 miliar per kuartalnya atau sekitar Rp892 miliar di semester pertama tahun depan.
Baca Juga: Jelang Pemilu 2024, OJK: Konsumsi Tetap Naik Meski Suku Bunga Naik
“Tadi disampaikan bahwa saat sekarang kondisi Bulog per 2 november 2023 stoknya 1.442.945 ton. Dan penyaluran bantuan pangan di bulan September itu 94,95% dan di bulan Oktober 94,89%, November di 18,45%, dan kita masih ada di bulan Desember,” ujar Airlangga Hartarto.
Dalam menjalankan penugasan pemerintah, terdapat kebutuhan tambahan anggaran dari Bulog, yaitu untuk tahap pertama sekitar Rp7,9 triliun dan tahap kedua Rp8,4 triliun. Lalu, ada tambahan untuk distribusi dan lainnya sebesar Rp2,8 triliun, sehingga totalnya sejumlah Rp19,1 triliun.
Selain itu menurutnya perlu dilakukan percepatan pembayaran tagihan Bulog oleh Kementerian Keuangan, juga membahas usulan terkait dengan insentif yang bisa diberikan Pemerintah, terutama untuk pembebasan bea masuk beras.
“Kita ketahui bersama bahwa pembebasan bea masuk dengan tarif spesifik Rp450/kg. Ini kita lakukan insentif berupa Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP). Nanti badan pangan akan menyiapkan itu untuk BMDTP, yang nanti akan diberikan oleh Kementerian Keuangan,” jelas Menko.