10 Mei 2023
10:46 WIB
Penulis: Sakti Wibawa
Editor: Fin Harini
JAKARTA – Presiden Joe Biden dan anggota parlemen terkemuka pada Selasa (9/5) waktu setempat sepakat menggelar pembicaraan lebih lanjut untuk memecahkan kebuntuan atas kenaikan batas utang AS sebesar US$31,4 triliun.
Dilansir dari Reuters, pemerintah AS berhadapan dengan potensi gagal bayar dalam tiga pekan mendatang, yang belum pernah terjadi sebelumnya jika kesepakatan soal batas utang tersebut tidak dicapai.
Setelah sekitar satu jam pembicaraan di Oval Office, Biden, seorang Demokrat, dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kevin McCarthy, seorang Republikan, meminta pembantu mereka untuk berdiskusi setiap hari tentang bidang-bidang yang mungkin disepakati karena default akan segera terjadi pada 1 Juni.
Baca Juga: Sri Mulyani: Belum Ada Pengaruh Gagal Bayar Utang AS ke Ekonomi RI
Kepala Badan Kebijakan Perdagangan (BKPerdag) Kasan menilai, kegagalan tersebut akan berdampak pada peningkatan suku bunga acuan yang lebih tinggi oleh Bank Sentral AS, hilangnya pekerjaan serta pelambatan ekonomi AS.
"Secara tidak langsung, hal ini akan menghantam kinerja ekspor Indonesia, terutama ekspor produk Indonesia ke negeri Paman Sam itu," paparnya.
Karena itu, Kasan mengungkapkan, Kementerian Perdagangan melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan ekspor nonmigas ke pasar AS melalui keikutsertaan berbagai macam pameran dagang.
Selain itu, Kementerian Perdagangan berupaya mengoptimalkan ekspor ke China dan India. Terdapat enam pameran dagang di China yang diikuti Indonesia, serta satu misi dagang ke India.
Pengoptimalan pasar China dan India tersebut merupakan langkah diversifikasi pasar ekspor, yang digunakan untuk mengatasi penurunan permintaan ekspor dari Amerika Serikat.
Selain itu, Kementerian Perdagangan berupaya untuk memperluas ekspor ke pasar non-tradisional.
"Kami juga melakukan perluasan pasar tersebut dilakukan melalui penetrasi pasar Afrika, Timur Tengah, Asia Selatan, dan Amerika Latin dengan empat misi dagang yakni, Saudi Arabia, Mesir, Maroko, dan Chile," papar kepada Validnews, Selasa (9/5).
Dampak Ke Pasar Keuangan
Dia melanjutkan, pasar keuangan AS terkoneksi langsung dengan beragam pasar keuangan global, termasuk Indonesia. Karena itu, gagal bayar akan memengaruhi pasar keuangan Indonesia.
Pemerintah sudah membuat kebijakan untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar atau dedolarisasi melalui diversifikasi penggunaan mata uang asing. Dedolarisasi ini melalui mekanisme local currency transaction (LCT) dengan negara-negara mitra dagang seperti Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Thailand, Malaysia, Jepang, dan Korea Selatan.
Meski diakui, sebagian besar transaksi Indonesia masih menggunakan dolar AS. Indonesia pun masih memiliki porsi yang besar dalam komposisi cadangan devisa.
"Melalui kebijakan LCT tersebut, diharapkan akan meningkatkan efisiensi biaya transaksi dagang, terhindar dari ancaman krisis keuangan global dan risiko nilai tukar, serta memberikan keuntungan dalam penguatan neraca perdagangan," katanya.
Baca Juga: AS Diyakini Punya Cara Cegah Default
Dia menilai, dedolarisasi akan memberikan dampak yang signifikan terhadap nilai tukar global.
"Akan terjadi perubahan struktur permintaan dolar AS yaitu penurunan demand akan dolar AS yang kemudian akan menyebabkan semakin melemahnya dolar AS terhadap mata uang global. Termasuk, penguatan pada nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS," paparnya.
Hanya saja, dengan penguatan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS, maka dapat menyebabkan kinerja ekspor Indonesia melemah di pasar AS, seiring dengan semakin mahalnya harga ekspor produk-produk Indonesia akibat kurs Rupiah yang terapresiasi.
Pemerintah saat ini juga sedang merancang kebijakan untuk penguatan pengaturan Devisa Hasil Ekspor (DHE), khususnya untuk komoditas sumber daya alam yang ditempatkan dalam pasar keuangan domestik secara berkesinambungan.
Dia memaparkan, hal itu dilakukan untuk memitigasi dinamika perdagangan global.
"Pemerintah juga menyinergikan kebijakan Devisa Hasil Ekspor dengan Kebijakan penggunaan Letter of Credit (L/C) untuk ekspor barang tertentu untuk memastikan bahwa transaksi perdagangan internasional berkontribusi optimal bagi pertumbuhan ekonomi melalui ketersediaan sumberdaya finansial di dalam negeri," tutupnya.