c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

27 Januari 2023

08:28 WIB

ISED: E-commerce Masih Jadi Primadona Tahun Ini

ISED menyebut proyeksi transaksi yang dihasilkan e-commerce menjadikan perusahaan teknologi ini salah satu tulang punggung ekonomi digital

Penulis: Nuzulia Nur Rahma

Editor: Fin Harini

ISED: <i>E-commerce</i> Masih Jadi Primadona Tahun Ini
ISED: <i>E-commerce</i> Masih Jadi Primadona Tahun Ini
Karyawan mengakses situs belanja online dengan tampilan layar ponsel iklan e-commerce di Jakarta, Kamis (8/12/2022). ValidNewsID/Arief Rachman

JAKARTA - Founder Institute of Social Economy Digital (ISED), Rudiantara melihat e-commerce masih menjadi penopang ekonomi digital Indonesia di 2023. Hal ini terlihat dari proyeksi transaksi e-commerce sebesar Rp572 triliun, seperti diungkap Bank Indonesia (BI) pada November 2022.

"Bahkan tahun ini diperkirakan e-commerce bisa mencapai Rp600 - Rp700 triliun, itu untuk semua jenis e-commerce," kata Rudiantara dalam diskusi publik 'Meneropong Masa Depan Startup 2023', Kamis (26/1).

Meski begitu ia juga melihat situasi ekonomi yang saat ini terjadi tidak cukup menguntungkan bagi startup atau perusahaan teknologi terutama e-commerce, karena peluang aliran dana atau aliran investasi sekarang perlahan mulai beralih. Dari pada membuat investasi yang tidak pasti, Rudiantara mengatakan aliran dana itu akhirnya berakhir di sektor perbankan yang dinilai bisa menghasilkan profit.

"Nah pengaruhnya di mana? Di Indonesia karena gonjang ganjing perekonomian dunia akhirnya pendanaan jadi seret dan kering. Namun, ini hanya berpengaruh pada startup yang sudah entry level yang butuh bootstrap. Beda sama mereka yang menggunakan uang sendiri untuk pendanaan," katanya.

Baca Juga: Salah Sasaran Startup Pertanian

Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika tersebut menilai terkait fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan oleh beberapa platform e-commerce hal yang wajar. Menurut dia, hal tersebut justru kini membuat industri e-commerce semakin sehat dan mendukung keberlanjutan bisnis mereka. 

"Statistik sukses startup itu hanya 10% yang bisa melewati lima tahun pertamanya dan tidak lebih dari 5% yang bisa melewati 10 tahun keberadaannya. Jadi kalau sekarang sudah ada startup besar seperti unicorn dan decacorn itu artinya mereka masuk dalam bagian 5% itu," katanya.

Selain PHK, terdapat perubahan lain berupa biaya admin yang baru-baru ini diberlakukan oleh platform e-commerce

"Secara industri mereka tidak jor-joran, tidak lagi fokusnya pada bakar uang, tapi fokus kepada road to profitability, bagaimana menuju profit. Ini bagus, karena membuat investor makin selektif karena mindset berubah jadi road to profitability bukan pertumbuhan saja bagi investor," katanya.

Selain itu fenomena terbaru sekarang yaitu social commerce, menurut Rudiantara menjadi makin menarik karena mampu menggaet banyak pengguna dan menghasilkan transaksi yang juga luar biasa. Lewat keunikannya, ia melihat social commerce menargetkan transaksi kecil dengan segmen anak muda di bawah 20 tahun.

"Ini suatu dinamika, mungkin itu menarik bagi mereka tetapi transaksi itu tidak besar. Karena siapa yang berani transaksi di e-commerce yang nilainya besar? Kalau beli kita beli ponsel pasti nggak ada yang berani beli di social commerce. Tapi ini fenomena yang terjadi di Indonesia pertumbuhannya cukup cepat bahkan aplikasi yang didownload untuk social commerce ini lebih besar daripada e-commerce yang lain," jelasnya.

Health Tech Akan Hype Tahun Ini
Selain e-commerce, Ketua Fintech Society Indonesia itu memproyeksikan sektor startup lainnya yang akan melejit di tahun ini. Keterbukaan terhadap perkembangan inovasi di bidang teknologi kesehatan menurutnya dapat mendorong konektivitas layanan kesehatan yang lebih cepat dan efisien dalam melengkapi praktik klinis, dan meningkatkan pelayanan kesehatan.

"Yang menarik menurut saya pribadi itu adalah health technology ini akan melejit dan ada unicorn baru di tahun 2023," katanya.

Alasannya, Rudiantara menjelaskan, adalah porsi belanja pemerintah untuk kesehatan yang mencapai 5%. Angka itu tidak merujuk hanya untuk obat-obatan, melainkan untuk mendukung sarana prasarana. Jika berbicara digital, ia menilai, ini adalah cara baru masyarakat mendapatkan akses kesehatan yang lebih terjangkau.

Baca Juga: Rudiantara: E-commerce Masih Jadi Penopang Ekonomi 2023

Terlebih lagi rencana pemerintah yang akan menyiapkan omnibus law kesehatan. Ia berharap lewat regulasi ini teknologi kesehatan akan punya tatanan regulasi tersendiri seperti halnya financial technology lewat omnibus law P2SK yang akhir tahun lalu baru disahkan.

Ia menjabarkan, peran financial technology tidak diatur dalam undang-undang sebelumnya yang disusun pada tahun 90-an. Namun, perkembangan pesat terkait teknologi keuangan, termasuk adanya aset kripto, membuat unsur teknologi diatur dalam Undang-undang P2SK.

“Kalau saya pribadi sangat mendukung omnibus law kesehatan karena akan mengubah cara kita mendapatkan layanan kesehatan yang lebih murah, lebih cepat, dan lebih aman tentunya bagi masyarakat," tandasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar