c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

13 Agustus 2025

10:50 WIB

Inflasi AS di Bawah Ekspektasi, Rupiah Menguat ke Rp16.200-an

Rupiah menguat ke level Rp12.000-an per dolar AS dipengaruhi data inflasi AS yang di bawah ekspektasi pasar. Tingkat inflasi tahunan AS per Juli 2025 mencapai 2,7% atau di bawah ekspektasi pasar 2,8%.

Editor: Khairul Kahfi

<p>Inflasi AS di Bawah Ekspektasi, Rupiah Menguat ke Rp16.200-an</p>
<p>Inflasi AS di Bawah Ekspektasi, Rupiah Menguat ke Rp16.200-an</p>

Petugas menghitung uang pecahan dolar AS dan rupiah di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Jumat (1/3/2024). Antara Foto/Muhammad Adimaja/rwa/am.

JAKARTA - Analis Bank Woori Saudara Rully Nova mengatakan penguatan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi data inflasi Amerika Serikat (AS) yang di bawah ekspektasi pasar.

“Rupiah pada perdagangan hari ini diperkirakan menguat di kisaran Rp16.200-16.300 dipengaruhi oleh faktor global, (yakni) penurunan index dollar yang dipicu oleh data inflasi AS yang (di bawah) ekspektasi pasar,” katanya melansir Antara di Jakarta, Rabu (13/8).

Baca Juga: Rupiah Melemah Imbas Tambahan Penundaan Tarif AS ke China 90 Hari

Berdasarkan pantauan, nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan Rabu pagi (13/8) di Jakarta menguat sebesar 0,17% atau 28 poin, dari sebelumnya Rp16.290 menjadi Rp16.262 per dolar AS.

Melansir Bloomberg, pada perdagangan Selasa (12/8), Indeks Dolar AS (DXY) yang mengukur kinerja terhadap mata uang lainnya, termasuk EUR, JPY, GBP, CAD, CHF, dan SEK terpantau memerah ke level 98,03 poin atau turun 0,07 persen poin dibandingkan penutupan sebelumnya yang berkisar 98,09 poin.

Adapun pergerakan DXY kemarin (12/8) berkisar antara 97,99-98,13 atau cenderung melemah dibanding kondisi beberapa waktu belakangan terhadap rentang level DXY 52 pekan terakhir di kisaran 96,37-110,17 poin.

Di sisi lain, dolar AS yang dipantau pada pukul 10.28 WIB hari ini (13/8) terpantau melemah 0,29% atau turun sekitar Rp47 terhadap mata uang rupiah. Sementara ini, rupiah ditransaksikan Rp16.242 per dolar AS, dengan proyeksi pergerakan harian sekitar Rp16.233-16.262 per dolar AS.

Sementara itu, Anadolu memberitakan, tingkat inflasi tahunan AS per Juli 2025 mencapai 2,7%, atau di bawah ekspektasi pasar sebesar 2,8%. Adapun tingkat inflasi bulanan mencapai 0,2%.

Baca Juga: Rupiah Diprospek Menguat, Pejabat The Fed Sinyalkan Pangkas Suku Bunga

Menurut Rully, capaian data inflasi tersebut bisa menjadi pertimbangan The Fed untuk memperbaiki pasar tenaga kerja AS yang sempat melemah melalui penurunan suku bunga pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) edisi September tahun ini.

“Penguatan pasar tenaga kerja yang juga menjadi mandat bagi The Fed akan menjadi hal yang sangat mendesak bagi The Fed melalui penurunan suku bunga,” ujar Rully.

Melihat dari faktor domestik, penguatan kurs rupiah dipengaruhi harapan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dalam RDG pekan depan, meningkatkan minat pelaku pasar asing terhadap obligasi negara.

“Potensi penurunan suku bunga BI sebesar 25 bps (basis points) menjadi 5%, sementara minat investor terhadap obligasi negara dapat terlihat pada lelang kemarin sebesar Rp162 triliun, naik 50% dari lelang sebelumnya,” ungkapnya.

Menkeu AS Anjurkan Penurunan Suku Bunga The Fed 50 Bps
Melansir Bloomberg, Menkeu AS Scott Bessent menyampaikan, Federal Reserve seharusnya terbuka terhadap pemotongan suku bunga acuan yang lebih besar sebesar 50 bps bulan depan, setelah melewatkan satu langkah pada pertemuan FOMC terakhir.

"Hal yang perlu dipikirkan sekarang adalah apakah kita akan mendapatkan penurunan suku bunga sebesar 50 basis poin pada bulan September," kata Bessent dalam sebuah wawancara di Fox Business, Selasa (12/8) waktu setempat. 

Baca Juga: Rupiah Berpotensi Menguat, Isu Pemangkasan Suku Bunga The Fed Jadi Sentimen

Dia menyoroti bagaimana, dua hari setelah The Fed mempertahankan suku bunga pada 30 Juli, data yang direvisi menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja yang lebih lemah untuk Mei dan Juni dibandingkan dengan data resmi sebelumnya.

Bessent mengira-ngira, The Fed bisa saja memangkas suku bunga pada Juni-Juli seandainya angka revisi tersebut sudah tersedia saat itu. Dia juga menyampaikan, para ekonom 'keliru' memprediksi inflasi dari kemungkinan dampak tarif, beberapa jam setelah laporan dirilis.

Indeks Harga Konsumen (IHK) AS naik 0,2% dari bulan sebelumnya, sementara indeks inti, tidak termasuk biaya makanan dan energi, sesuai dengan ekspektasi para ekonom dengan kenaikan 0,3%. 

Meskipun inflasi jasa meningkat, harga barang lebih terkendali, meskipun Presiden Donald Trump menaikkan tarif.

“Semua orang menduga akan terjadi inflasi barang, tetapi yang terjadi justru inflasi jasa yang sangat aneh,” kata Bessent.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar