c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

03 Agustus 2023

15:26 WIB

FOMO dan Ingin Cepat Kaya Jadi Sebab Masyarakat Kena Investasi Bodong

Investasi bodong umumnya menawarkan keuntungan atau imbal hasil yang luar biasa besar dan sering kali tidak masuk akal

Penulis: Fitriana Monica Sari

Editor: Fin Harini

FOMO dan Ingin Cepat Kaya Jadi Sebab Masyarakat Kena Investasi Bodong
FOMO dan Ingin Cepat Kaya Jadi Sebab Masyarakat Kena Investasi Bodong
Ilustrasi investasi. Shutterstock/dok

JAKARTA - Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlidungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi mengatakan tawaran investasi bodong masih marak beredar.

Hal ini ditunjukkan melalui data Satgas Waspada Investasi (SWI) per akhir tahun 2022. Sebanyak 106 investasi ilegal telah ditutup Satgas.

“Penutupan tersebut untuk mencegah masyarakat luas terjebak semakin dalam, dalam kerugian yang bisa disebabkan oleh mereka. Secara keseluruhan, nilai kerugian masyarakat akibat investasi ilegal sangat signifikan,” kata perempuan yang akrab disapa Kiki dalam Webinar "Waspada Modus Penipuan Gaya Baru", Kamis (3/8).

Baca Juga: Mengenal Skema Ponzi Yang Digunakan Rihana-Rihani

Kiki menjelaskan, modus penipuannya bermacam-macam. Antara lain, disebabkan oleh koperasi simpan pinjam yang melakukan praktik di luar ketentuan. Kemudian, investasi ilegal lainnya seperti robot trading ilegal, skema ponzi, dan investasi forex ilegal.

“Maraknya penipuan berkedok investasi umumnya menawarkan keuntungan atau imbal hasil yang luar biasa besar dan sering kali tidak masuk akal dan bahkan mencurigakan. Namun kecurigaan tersebut kerap diabaikan karena adanya keinginan untuk meraup keuntungan yang besar dalam waktu singkat,” ungkapnya.

Lantas, apa penyebab masyarakat masih terjerumus penipuan berkedok investasi? Menurut Kiki, hal itu karena berkembangnya "the casino mentality" alias ingin cepat kaya tanpa berusaha.

"Salah satu faktornya menjamurnya "the casino mentality" di kalangan masyarakat yang pada prinsipnya ini merupakan paradigma ingin cepat kaya dengan cara yang mudah dan dalam waktu singkat, tanpa disertai kerja keras dan tanpa pertimbangan risiko kemungkinan yang akan dihadapi," jelas Kiki.

Selain itu, lanjut dia, ada pula fenomena baru terutama di kalangan anak muda, yaitu fenomena FOMO (fear of missing out), seperti keharusan untuk mengikuti terkini agar dicap tidak ketinggalan zaman.

“Tentu ini juga sikap yang sangat riskan, terutama ketika ada tawaran-tawaran yang kemudian tidak dicek dulu kebenarannya, legalitasnya apakah logis atau tidak karena FOMO ini akhirnya semua ikut-ikutan dan kita lihat korbannya semakin banyak yang berjatuhan di kalangan masyarakat,” imbuhnya.

Tingkat Literasi Rendah
Masih dalam kesempatan yang sama, Kiki menuturkan bahwa tingkat literasi yang rendah juga menjadi salah satu faktor yang membuat masyarakat kurang mampu atau belum mampu membedakan produk maupun jasa keuangan yang legal ataupun berizin.

Akibatnya, kebanyakan dari mereka tidak mengetahui jika sebenarnya ditawarkan produk atau jasa ilegal.

Berdasarkan Survei Nasional Literasi Keuangan di 2022 lalu, indeks literasi keuangan masyarakat sebesar 49,68%. Angka ini sudah naik jika dibandingkan tahun 2019 yang masih sebesar 38%.

Baca Juga: Bappebti: Waspadai Perdagangan Berjangka Komoditi Ilegal!

Walaupun meningkat, Kiki menilai, masih banyak masyarakat yang belum terliterasi dalam hal keuangan.

Selain itu, indeks literasi digital di Indonesia tahun 2022 juga berada di level 3,54 poin dalam skala 1,5 juga relatif belum tinggi. Menunjukkan sebagian masyarakat belum bisa memilah dan memilih sumber informasi di internet.

"Akhirnya, banyak yang ikut-ikutan dan tidak tahu risikonya, sehingga banyak menjadi korban berbagai produk dan jasa yang ditawarkan secara ilegal," katanya.

Oleh karena itu, Kiki memandang perlu penguatan edukasi dan perlindungan konsumen. Hal itu diharapkan turut meningkatkan literasi atau pemahaman masyarakat, sehingga tidak mudah tergiur penipuan dengan berbagai modus di sektor jasa keuangan.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar