c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

18 September 2023

21:00 WIB

Ekonom Minta Pemerintah Desak E-commerce Transparansi Dua Data Ini

Transparansi e-commerce sangat penting terutama dalam dua hal. Pertama penyampaian berapa transaksi impor. Kedua, asal barang barang yang di jual di platform tersebut.

Penulis: Nuzulia Nur Rahma

Ekonom Minta Pemerintah Desak E-commerce Transparansi Dua Data Ini
Ekonom Minta Pemerintah Desak E-commerce Transparansi Dua Data Ini
Ilustrasi seseorang sedang mengoperasikan ponsel dengan latar belakang logo TikTok Shop. Shutterstoc k/Poetra.RH

JAKARTA - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan, transparansi e-commerce sangat penting terutama dalam dua hal. Pertama penyampaian berapa transaksi impor. Kedua, asal barang barang yang di jual di platform tersebut.

Ia menjelaskan, transparansi pertama berkaitan dengan perpajakan di mana masyarakat seharusnya bisa melihat berapa penerimaan riil dari sebuah platform dengan melihat jumlah transaksinya. 

Yang kedua transparansi menyangkut berapa banyak platform tersebut menjual barang impor. Negara, katanya, harus berani untuk mendesak platform agar bisa transparan soal dua data itu. 

"Saat ini platform sangat tidak kooperatif dalam penyampaian data transaksi barang impor di platform mereka. Tidak ada tagging barang tersebut produksi mana, apakah luar negeri apa lokal," katanya kepada Validnews, Senin (18/9).

Pemerintah saat ini tengah merevisi Permendag No.50/2020, di antaranya untuk mendefinisikan social commerce sebagai PMSE, membatasi harga produk impor minimal US$100 untuk cross border, dan mengenakan ketentuan perpajakan dan standardisasi produk untuk produk yang diimpor. 

Sebagai informasi, sampai dengan 31 Agustus 2023, pemerintah telah mengumpulkan penerimaan dari pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp14,57 triliun. 

Baca Juga: Kominfo Pantau Perkembangan Regulasi Perdagangan di TikTok

Jumlah tersebut berasal dari Rp731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp3,90 triliun setoran tahun 2021, Rp5,51 triliun setoran tahun 2022, dan Rp4,43 triliun setoran tahun 2023.

Sementara itu, pelaku usaha PMSE yang telah ditunjuk menjadi pemungut PPN berjumlah 158 pelaku usaha atau sama dengan jumlah pemungut pada bulan lalu.

Pemerintah dalam hal ini telah mengatur penunjukan pelaku usaha PMSE untuk memungut PPN sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.03/2022. 

Menurut peraturan tersebut, pelaku usaha yang telah ditunjuk menjadi pemungut wajib memungut PPN dengan tarif 11% atas produk digital luar negeri yang dijualnya di Indonesia. 

Pemungut dalam hal ini juga wajib membuat bukti pungut PPN yang dapat berupa commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis lainnya yang menyebutkan pemungutan PPN dan telah dilakukan pembayaran.

Selain itu, pengetatan soal pajak impor lewat e-commerce ini sudah pernah dilakukan pemerintah lewat Kementerian Keuangan yang mengambil tindakan sejak 2019 lalu dengan menurunkan ambang batas (Threshold) barang impor via toko online (e-commerce) menjadi US$3 atau Rp42.000 (kurs Rp14.000/US$).

Dengan aturan ini, artinya semua barang dengan harga di bawah Rp42.000  yang diperjualbelikan melalui e-commerce tak akan dikenakan bea masuk impor, tapi bila di atas Rp42.000 akan dikenakan bea masuk impor sebesar 7,5%.

Baca Juga: Antara Peluang dan Ancaman Tingginya Dari Tren Belanja Online

Namun sayangnya, aturan ini dinilai tidak cukup menghalau oknum oknum nakal yang berusaha memecah barang sehingga banyak barang impor di bawah ambang batas bisa masuk bebas tanpa membayar pajak.

Huda mengatakan, oknum dengan segala kebijakan yang ada pastinya tetap memiliki celah untuk diterobos. Untuk itu ia menyatakan yang bisa dilakukan pemerintah saat ini adalah dengan mempersempit pergerakan oknum dengan sistem. 

Ini, bisa jadi dengan pelarangan impor barang dengan nominal di bawah US$100 di e-commerce akan efektif. Barang-barang murah dengan harga Rp50ribu atau Rp100ribu akan dilarang total untuk transaksi cross border. 

"Jadi kalo mau naikin ya cost-nya tambah besar. Tapi itu harus dibarengi dengan pengawasan, tapi akan lebih mudah tanpa ada mengecek HS code dan sebagainya. Tinggal mengecek harga, kalo dia di bawah US$100 gak boleh masuk," imbuhnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar