c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

24 Juli 2023

20:36 WIB

Antara Peluang dan Ancaman Tingginya Dari Tren Belanja Online

Belanja online baik di e-commerce dan social commerce turut menopang ekonomi digital di Indonesia.

Penulis: Nuzulia Nur Rahma

Editor: Fin Harini

Antara Peluang dan Ancaman Tingginya Dari Tren Belanja <i>Online</i>
Antara Peluang dan Ancaman Tingginya Dari Tren Belanja <i>Online</i>
Calon pembeli menonton siaran langsung promosi busana muslimah produk Fix Famous di platform media sosial TikTok di Depok, Jawa Barat, Kamis (9/2/2023). ValidNewsID/Fikhri Fathoni

JAKARTA - Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda mengatakan saat ini produktivitas penjualan online baik di e-commerce dan social commerce turut menopang ekonomi digital di Indonesia. Ini terlihat dari GMV (Gross Merchandise Volume) sebesar US$77 miliar.

Ia melihat belanja online menjadi pemain penting dan juga yang terbesar bagi industri ekonomi digital di Indonesia, terlihat dari kontribusinya sebesar 75% dari transaksi online lainnya. Selain e-commerce, beberapa yang ikut andil serupa adalah sektor transportasi online, makanan online, travel online dan media online.

"Nah belanja online ini juga ternyata mendorong sektor-sektor logistik dan payment yang akhirnya ketika belanja online naik pasti turunannya juga meningkat. Terbukti kita lihat di sektor logistik sudah ada yang unicorn, terus juga sebagian dari sisi payment itu juga meningkat. Jadi belanja online ini menjadi penting bagi bisnis digital di Indonesia," katanya dalam pemaparan, Senin (24/7).

Namun selain peluang yang ada, rupanya ancaman juga datang dari sektor ini. Huda melihat ketika e-commerce dan social commerce meningkat, sayangnya produk yang terjual bukan hasil produksi lokal. Tercatat sebanyak 74% yang dijual di e-commerce dan social commerce bukan merupakan produk sendiri melainkan produk luar yang diimpor ke Indonesia.

Ia menilai maraknya barang impor di platform tersebut mulai hadir pasca e-commerce boom yang dimulai antara tahun 2015-2016 dan meningkat tajam di tahun 2017. Penjualan online di tahun 2019 sempat menurun lantaran pandemi, namun pasca pandemi terdapat peningkatan relatif tinggi di mana tahun 2021 meningkat sekitar 20% dibanding dengan tahun 2020.

Baca Juga: Indef Sebut Social Commerce Sudah Ada Sejak 10-15 Tahun Lalu

"Artinya adalah impor barang konsumsi ini meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan untuk belanja online. Kita tidak bisa dipungkiri bahwa yang kita lihat sehari-hari di platform e-commerce dan social commerce itu merupakan barang-barang dari impor," kata dia.

Menurutnya, pola belanja masyarakat bertambah bukan hanya melalui e-commerce melainkan juga social commerce. Penjualan melalui social commerce sendiri secara global diprediksi meningkat pesat hingga tahun 2026 hingga tiga kali lipat dibandingkan tahun 2022.

Dalam hal ini, ia mengatakan Tik Tok merupakan aplikasi media sosial yang paling populer dalam melakukan transaksi jual beli. Survei populix tahun 2022 menunjukkan bahwa Tiktok Shop merupakan aplikasi sosial media terpopuler yang juga menyediakan fitur jual beli, dilanjutkan oleh WhatsApp.

"Tidak adanya biaya bagi seller, kemudian berinteraksi dan mengiklankan barang menjadi kunci dua platform tersebut menjadi social commerce yang populer," kata Huda.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar