22 Desember 2022
11:29 WIB
Penulis: Yoseph Krishna
JAKARTA – Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani meyakini program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Klaster merupakan solusi terbaik untuk menaikkan kelas para pelaku usaha mikro, kecil, menengah (UMKM).
Melalui keterangan tertulisnya, Ajib mengatakan program yang digagas Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu akan meningkatkan kesejahteraan pelaku ekonomi kerakyatan yang notabene merupakan penopang signifikan pada produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Apalagi, Jokowi telah mengumumkan pada tahun depan alokasi dana KUR akan sebesar Rp460 triliun atau meningkat dibandingkan alokasi tahun ini yang hanya Rp373,13 triliun.
"KUR Klaster ini solusi terbaik untuk menjawab tantangan yang ada, baik tantangan menaikkan kelas UMKM ataupun tantangan meningkatkan kesejahteraan pelaku ekonomi penopang PDB," ujarnya di Jakarta, Kamis (22/12).
Baca Juga: Jokowi Minta KUR Klaster Diperbanyak Untuk Tumbuhkan Bisnis UMKM
Asal tahu saja, peran UMKM dalam PDB Indonesia tak lepas dari jumlahnya yang masif. Merujuk pada catatan Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM), jumlah UMKM di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 64 juta unit usaha.
Ajib menjabarkan, pelaku UMKM dalam operasionalnya menghadapi sederet permasalahan, salah satunya ialah literasi keuangan yang rendah.
Dalam hal ini, pelaku UMKM cenderung belum mengerti soal laporan keuangan, yakni pentingnya pencatatan dan administrasi, hingga sistem manajemen keuangan.
"Selain itu, permasalahan kedua ialah belum terbangunnya ekosistem dari hulu ke hilir. Keadaan ini menyebabkan UMKM untuk sustain dan tidak mendapat nilai tambah secara maksimal," imbuh dia.
Permasalahan selanjutnya ialah terkait kurangnya jaminan yang dibutuhkan ketika mengajukan pinjaman, hingga soal produktivitas yang disebabkan rendahnya kualitas SDM dan pemahaman akan teknologi produksi.
Meski begitu, Ajib menilai UMKM masih bisa tetap berjalan dan tumbuh di tengah keterbatasan, baik dari sisi jumlah pelaku usaha maupun diversifikasi usaha.
Para pelaku UMKM pun sejatinya sangat feasible untuk mendapatkan pembiayaan.
Hal itu terlihat dari banyaknya pelaku usaha yang mendapat pola pembiayaan konvensional, meminjam dari rentenir, atau meminjam lewat aplikasi online dengan bunga yang tinggi, namun masih bisa menjalankan usahanya dengan optimal.
"Ini menunjukkan UMKM sebetulnya sangat feasible, tapi banyak yang belum bankable. Indikator tersebut menunjukkan UMKM tetap berjalan dengan cost of fund yang tinggi," kata Ajib.
Oleh karena itu, program KUR Klaster harus segera ditindaklanjuti oleh dua institusi kunci. Pertama, ialah industri keuangan sebagai penyalur KUR Klaster. Selama ini, Ajib mengatakan industri keuangan cenderung kurang berpihak kepada pelaku UMKM.
"Indikatornya adalah rasio kredit yang masih di kisaran 20% dari total kredit yang mengalir dengan kisaran Rp1.200 triliun," jelasnya.
Baca Juga: Teten: KUR Klaster Bisa Jadi Solusi UMKM yang Terkendala Agunan
Padahal idealnya, porsi kredit bagi UMKM bisa ditingkatkan mencapai 30% atau kisaran Rp1.800 triliun.
Meski begitu, peningkatan porsi kredit bukanlah hal yang mudah bagi perbankan karena sektor tersebut merupakan industri high regulated dan harus prudent dalam menyalurkan kredit.
Institusi kedua ialah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang berperan sebagai lembaga pengawas. Sulitnya UMKM tumbuh secara alamiah dan bersaing dengan usaha besar menjadi salah satu alasan bahwa OJK harus memberikan intervensi regulasi supaya UMKM tetap memiliki akses maksimal dalam mendapatkan kredit.
"OJK punya peran yang sangat sentral dalam hal ini. KUR Klaster butuh panduan teknis dalam bentuk aturan oleh OJK, sehingga perbankan punya dasar yang kuat dan terukur dalam teknis penyaluran," tegasnya.
Lebih lanjut, Ajib meyakini masyarakat dan pelaku UMKM terus menunggu realisasi dari program KUR Klaster. Program tersebut dia harapkan bisa terlaksana dengan optimal dan menjadi instrumen efektif dalam mendongkrak UMKM naik kelas.
"Jangan sampai program ini hanya menjadi hiasan, bagus dalam konsep namun kurang optimal dalam dukungan dan pelaksanaan," ucap Ajib.