c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

OPINI

06 November 2025

17:00 WIB

Dilema Industri Bioetanol: Antara Pemenuhan Pangan Vs. Energi

Hilirisasi bioetanol, terutama yang berbasis tebu, diyakini berpotensi mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar impor, sekaligus berkontribusi terhadap perekonomian nasional.

Penulis: Nugroho Pratomo

Editor: Rikando Somba

<p>Dilema Industri Bioetanol: Antara Pemenuhan Pangan Vs. Energi</p>
<p>Dilema Industri Bioetanol: Antara Pemenuhan Pangan Vs. Energi</p>

Ilustrasi pembuatan bioetanol dari tanaman tebu di Brasil. Shutterstock/Alf Ribeiro

Pemenuhan kebutuhan pangan dan energi menjadi sumber perdebatan sejak masa pra sejarah. Dalam kehidupan masyarakat modern saat ini, pemenuhan kebutuhan bahan pangan tersebut memang lebih banyak dilakukan oleh negara. Banyak negara di dunia kemudian membuat dan melaksanakan berbagai kebijakan yang bertujuan menjamin keberlangsungan kebutuhan tersebut. 

Kebutuhan akan pasokan energi juga terus bertambah. Semenjak terjadinya revolusi industri dan bertambahnya jumlah penduduk, permintaan kebutuhan energi di seluruh dunia terus mengalami peningkatan. Pada akhirnya, ini memaksa manusia untuk terus melakukan diversifikasi bentuk-bentuk serta sumber energi yang digunakan. Selain dari sisi harga, ketersediaan serta kemudahan dalam pengelolaannya merupakan faktor-faktor lain yang menjadi pertimbangan.

Selaras dengan berkembangnya teknologi, manusia kemudian lebih banyak menggunakan beragam energi fosil. Dimulai dari penggunaan batu bara, hingga akhirnya minyak bumi dan gas, yang kini telah digunakan secara masif.

Dalam perjalanannya, penggunaan jenis energi ini ternyata menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Pada saat yang bersamaan, pemanfaatan energi fosil ternyata saat ini juga dihadapkan pada semakin berkurangnya ketersediaan dari energi tersebut. Mengingat jenisnya yang tidak dapat diperbaharui, mengakibatkan fluktuasi pada tingkat harga. 

Meski juga banyak faktor non-ekonomi lain yang turut mempengaruhi fluktuasi harga tersebut, masih tingginya ketergantungan terhadap jenis energi ini mengakibatkan ketimpangan yang besar antara kemampuan produksi dan permintaan. Berangkat dari kondisi itu, berbagai upaya kini telah mulai dilakukan oleh manusia dalam mengatasi persoalan energi ini.

Belajar dari pengalaman penggunaan energi fosil, faktor eksternalitas terhadap lingkungan dan keberlangsungan untuk memperbaharui (renewable) sumber energi menjadi pertimbangan yang sangat penting. Kondisi inilah yang kemudian juga mendorong banyak negara di dunia untuk mulai mengembangkan bahan bakar nabati (biofuel). 

Produksi Biofuel
Secara umum, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh biofuel ini. Pertama, melalui pembakaran limbah organik kering. Misalnya, limbah dari rumah tangga, maupun pertanian. Kedua, melalui fermentasi dari limbah basah yang dapat menghasilkan biogas dengan kadar kandungan metana hingga 60%. 

Fermentasi lainnya juga dapat dilakukan langsung pada berbagai jenis tanaman pangan seperti tebu, jagung, gandum, kentang bahkan singkong dan padi yang menjadi makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia juga dapat menghasilkan etanol. Tingkat asam yang yang dihasilkan oleh berbagai tanaman tersebut biasanya diturunkan/netralisir oleh alkalin. Hal ini dilakukan untuk untuk mengurangi dampak korosif yang dihasilkan sehingga dapat dilakukan proses trasesterfikasi.

Sumber lain bahan bakar nabati (BBN) berasal dari minyak dan lemak nabati. Beberapa jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan minyaknya, antara lain kelapa, kelapa sawit, jarak, dan kedelai. Dari kelapa sawit, akan didapatkan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan minyak inti sawit (palm kernel oil/PKO) serta tandan buah kosong. Kemudian, minyak hasil dari tanaman jarak disebut crude jatropha oil (CJO). Sementara itu, minyak dari kedelai dihasilkan minyak kedelai (soybean oil). Hampir serupa dengan hasil fermentasi pada tanaman, dalam pengolahan minyak nabati ini juga diperlukan proses esterifikasi.

Salah satu bentuk lain dari biofuel ini ialah bioethanol. Bioetanol pada dasarnya adalah etanol atau senyawa alkohol yang diperoleh melalui proses fermentasi biomassa dengan bantuan mikroorganisme. 

Bioetanol yang diperoleh dari hasil fermentasi bisa memilki berbagai macam kadar. Bioetanol dengan kadar 90%-94% disebut bioetanol tingkat industri. Jika bioetanol yang diperoleh berkadar 94%-99,5%, disebut dengan bioetanol tingkat netral. Umumnya, bioetanol jenis ini dipakai untuk campuran minuman keras dan yang terakhir adalah bioetanol tingkat bahan bakar (Wijaya, 2011). 

Kadar bioetanol untuk keperluan bahan bakar ini sangat tinggi, minimal 99,5%. Dewan Standarisasi Nasional (DSN) telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk bioetanol. 

Saat ini, ada dua jenis SNI bioetanol, yaitu SNI DT 27-0001-2006 untuk bioetanol terdenaturasi dan SNI-06-3565-1994 untuk alkohol teknis yang terdiri dari Alkohol Prima Super, Alkohol Prima I, dan Alkohol Prima II. Alkohol Prima Super memiliki kadar maksimum 96,8% dan minimum 96,3%, sedangkan Prima I dan Prima II minimal 96,1% dan 95,0%. Semua diukur pada temperatur 15oC (Wijaya, 2011).

Industri bioetanol pada umumnya, terutama di Indonesia, menggunakan bahan baku molases atau tetes tebu dalam proses produksinya, serta tandan buah sawit. Produk tetes tebu ini merupakan zat yang dihasilkan dari industri pengolahan gula yang masih mengandung gula dan asam-asam organik. 

Tetes tebu sebenarnya merupakan cairan limbah sisa dari pengkristalan gula pasir yang kandungan sukrosanya mencapai 48%-55%. Tetes tebu ini banyak dimanfaatkan sebagai berbagai macam produk mulai dari MSG, bahan baku etanol, alkohol, dan asam nitrat. Bahkan, bagi sebagian peternak, tetes tebu dimanfaatkan sebagai campuran pakan dengan cara disemprotkan pada dedaunan maupun biji-bijian.

Keberadaan industri bioetanol di Indonesia juga mengalami peningkatan yang signifikan. Produksi bioetanol Indonesia pada tahun 2023 mencapai 183,8 ribu kL, sedangkan konsumsi domestiknya tercatat sebesar 150 ribu kL. Meskipun terdapat peningkatan produksi, Indonesia masih mengalami defisit bioetanol sebesar 33 ribu ton, yang harus dipenuhi melalui impor. Defisit ini menunjukkan bahwa kapasitas produksi bioetanol di Indonesia masih perlu ditingkatkan untuk memenuhi permintaan domestik yang terus bertambah (Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, 2024).

Pemerintah dan pelaku industri melihat ini sebagai peluang untuk terus mengembangkan kapasitas produksi bioetanol melalui peningkatan investasi dan pengembangan teknologi baru. Hilirisasi bioetanol, terutama yang berbasis tebu, dinilai memiliki potensi besar untuk menciptakan ketahanan energi nasional; mengurangi ketergantungan pada bahan bakar impor; serta meningkatkan kontribusi sektor ini terhadap perekonomian nasional (Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, 2024).

Berdasarkan data Asosiasi Produsen Spiritus dan Etanol Indonesia (Apsendo), kapasitas produksi pabrik pengolahan tetes tebu atau molase menjadi bioetanol sebesar 303.000 kiloliter (kl). Namun, utilitas pabrik sepanjang 2024 baru mencapai 172.000 kl. Sebagian besar etanol untuk kebutuhan industri kosmetik, farmasi, dan pangan di dalam negeri. 

Secara keseluruhan terdapat antara hanya 4-5 pabrik etanol yang aktif dari 13 pabrik terpasang, dengan masing-masing kapasitas produksi sekitar 100 kl per hari (https://www.bloombergtechnoz.com, 2025). Sementara itu,  bioetanol yang digunakan untuk bahan bakar baru pada tingkat produksi sekitar 40.000 kl/tahun. Namun, apabila dilihat dari sisi bahan baku, ketersediaan molases Indonesia sudah sangat besar. Hal ini terlihat dari sebanyak 109 industri gula yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. 

Sebagian besar industri gula tersebar di Pulau Jawa yang mencapai 73 perusahaan atau 66,9% dari total perusahaan gula di Indonesia. Industri gula juga banyak tersebar di Pulau Sumatra yang mencapai 24 perusahaan; Sulawesi sebanyak 6 perusahaan; Papua 1 perusahaan; dan Nusa Tenggara 2 perusahaan.

Dari sisi ketenagakerjaan, pada tahun 2023, industri biofuel secara keseluruhan berhasil menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang signifikan, dengan lebih dari 1,5 juta orang yang bekerja di sektor on-farm dan sekitar 11.000 orang di sektor off-farm. Hal ini menunjukkan, selain memberikan kontribusi terhadap ketahanan energi nasional, industri biofuel juga berperan penting dalam menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat, khususnya di daerah-daerah yang memiliki potensi perkebunan sawit dan tebu (BKPM, 2024).

Tahun 2024, program mandatori B35 berhasil menyerap sekitar 12 ribu tenaga kerja di sektor off-farm (industri pengolahan) dan 1,64 juta orang di sektor on-farm (perkebunan sawit). Sementara itu, untuk program mandatori B40 pada tahun 2025, proyeksi penyerapan tenaga kerja semakin meningkat, mencapai 14 ribu orang di sektor off-farm dan 1,95 juta orang di sektor on-farm (Aprobi, 2025).

Di tingkat global, Amerika serikat tercatat sebagai negara produsen terbesar etanol untuk bahan bakar. Pada tahun 2024, produksi AS telah mencapai 16,1 miliar galon atau 52% dari total produksi dunia. Negara produsen terbesar kedua adalah Brazil, dengan tingkat produksi etanol sebesar 8,8 miliar galon (5%) dan India sebesar 1,6 miliar galon atau 5% dari total produksi dunia (RFA, 2025).

Peliknya Industri Pendukung Bioetanol
Satu hal yang harus dipahami dalam relasi produksi dan konsumsi adalah bahwa ternyata, keberadaan pabrik atau industri bioetanol tersebut juga memerlukan sejumlah industri pendukung. Industri bioetanol di Indonesia bergantung pada sektor-sektor pendukung, seperti produksi pupuk urea dan ragi (yeast), yang memainkan peran penting dalam proses fermentasi bahan baku menjadi bioetanol. 

Urea merupakan nutrisi yang dapat ditambahkan dalam proses fermentasi untuk menghasilkan bioetanol. Penambahan urea akan meningkatkan volume dan kadar bioetanol yang dihasilkan. 

Di sisi lain, ragi merupakan katalis vital dalam proses fermentasi gula menjadi etanol. Namun, terdapat potensi kesenjangan yang signifikan antara ketersediaan dan kebutuhan domestik untuk kedua bahan pendukung ini, yang dapat menghambat pertumbuhan industri bioetanol.

Kapasitas produksi pupuk urea di Indonesia cukup besar, dengan PT Pupuk Kaltim sebagai salah satu produsen utama yang memiliki kapasitas 3,43 juta ton per tahun. Meskipun demikian, data menunjukkan konsumsi pupuk domestik terus meningkat. Sebagai gambaran, data Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI) mencatat bahwa pada semester I tahun 2023, konsumsi pupuk nasional mencapai 4,47 juta ton, atau 44,93% dari total konsumsi tahun 2022 (Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, 2024)

Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan pupuk urea domestik, termasuk untuk industri bioetanol, tetap tinggi dan berpotensi melebihi kapasitas produksi dalam negeri. Apalagi, jika terjadi peningkatan kebutuhan dari sektor pertanian lainnya. Dalam proses produksi bioetanol, semakin banyak urea yang ditambahkan, maka volume dan kadar bioetanol yang dihasilkan akan semakin meningkat.

Sementara itu, produksi ragi domestik sebagian besar difokuskan pada industri pangan, seperti produksi tempe dan tahu. Angel yeast, salah satu pemain utama dalam industri ragi di Indonesia, memiliki kapasitas produksi 15.000 ton per tahun. Namun, sebagian besar kapasitas produksi ragi digunakan untuk kebutuhan industri pangan. 

Kenaikan konsumsi pupuk dan ragi oleh sektor lain, seperti pertanian dan pangan, berpotensi semakin mempersempit ruang bagi kesiapan sektor bioetanol dalam penerapan program E5 secara nasional untuk mendapatkan pasokan yang cukup, terutama dalam menghadapi target produksi energi terbarukan yang ambisius.

Pada alur proses produksi bioetanol, tidak diperlukan proses pengolahan awal (pretreatment) untuk tanaman perkebunan penghasil gula karena sari tebu langsung diekstraksi dari tebu. Gula tersebut kemudian diubah menjadi etanol oleh mikroba, pada umumnya berupa ragi, melalui proses biologis anaerobik (yaitu, proses tanpa menggunakan atau dengan menggunakan sedikit oksigen) yang disebut fermentasi.

Pada tahap akhir, proses evaporasi dengan cara memanaskan untuk memisahkan etanol. Etanol menguap pada suhu yang lebih rendah daripada air, sehingga ia dapat menguap terlebih dahulu. 

Etanol yang telah melalui proses tersebut masih mengandung sisa air dan disebut etanol dengan kadar air (hydrous ethanol). Hydrous ethanol juga dikenal sebagai etanol yang terhidrasi, biasanya memiliki kadar air antara 5%-7%. Sebagai alternatif, air sisa dalam etanol dapat dihilangkan melalui berbagai proses dehidrasi untuk menghasilkan etanol bebas air (anhydrous ethanol) dengan kadar kemurnian lebih dari 99%.

Pembiayaan
Hal yang juga menentukan berkembangnya industri pendukung biofuel adalah dukungamn finansial. Dalam industri biofuel, proses pembiayaan berkelanjutan melibatkan evaluasi ketat terhadap calon nasabah. 

Proses ini dimulai dengan pengecekan daftar pengecualian. Dalam proses ini, calon nasabah diperiksa apakah mereka masuk dalam daftar pengecualian tertentu. Jika tidak, proses dilanjutkan ke tahap penilaian kriteria umum terkait Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (LST). Penilaian ini sangat penting dalam memastikan perusahaan kelapa sawit menjalankan bisnisnya secara bertanggung jawab dan sesuai dengan prinsip keberlanjutan.

Jika perusahaan memenuhi kriteria LST, aplikasi mereka akan diajukan ke tahap review oleh tim Legal and Compliance (LCC). Namun, jika mereka gagal memenuhi kriteria atau tidak menerapkan tindakan korektif yang diperlukan, aplikasi dapat ditolak.

Sampai dengan tahun 2024, sebanyak sembilan perusahaan biofuel telah berhasil mendapatkan pendanaan melalui pasar modal, dengan total nilai kapitalisasi mencapai Rp49,86 triliun. Emiten-emiten ini mencakup berbagai perusahaan yang bergerak di sektor biodiesel dan bioetanol, seperti PT Madusari Murni Indah Tbk yang berfokus pada bioetanol.

Mencermati pembiayaan pembangunan sebuah pabrik bioetanol, sebuah studi yang dilakukan oleh Banjarnahor dan Mustafa, setidaknya memberikan gambaran awal untuk besaran pembiayaan. Studi tersebut menyebutkan bahwa berdasar standar OECD (Organisation For Economic Co-Operation and Development). 

Seluruh komponen biaya yang berkaitan langsung dengan pembangunan pabrik bioetanol kapasitas olah molases 5 ton/jam, yaitu, preliminery expenditure atau pengluaran pendahuluan; the site & preparation atau biaya pengadaan tanah dan lainya; biaya konstruksi; biaya mesin dan peralatan; biaya penggantian suku cadang; konsultan engineer; biaya lisensi dan teknologi; cost of establishment; dan modal kerja (Banjarnahor & Mustafa, 2017).

Selama masa pembangunan pabrik pengolahan bioetanol dan sarana pendukungnya yang diperkirakan memakan waktu selama lebih kurang 6 triwulan atau 18 bulan. Kemudian, kredit investasi yang ditarik dikenakan bunga masa pembangunan (IDC). Besarnya bunga masa konstruksi selama 6 triwulan adalah sebesar 12%. Dengan demikian, studi ini memperkirakan bahwa rencana anggaran biaya pembangunan pabrik bioetanol kapasitas olah 5 ton molases/jam sebesar Rp97,12 miliar. 

Besarnya kebutuhan dalam pembangunan sebuah pabrik bioetanol ini, tentunya memerlukan dukungan tidak hanya dari pemerintah, namun juga dukungan dari pihak perbankan. Bagaimanapun juga, industri pengolahan bioetanol, hampir seluruh perusahaan beroperasi pada skala besar. Sebanyak 80% perusahaan yang bergerak dalam industri ini termasuk dalam kategori perusahaan besar, sedangkan 20% lainnya adalah perusahaan menengah. 

Tidak ada perusahaan kecil yang terlibat dalam pengolahan produk-produk tersebut sehingga mengindikasikan bahwa sektor ini membutuhkan investasi yang lebih tinggi. Teknologi yang digunakan dalam pengolahan biofuel, serta kebutuhan akan infrastruktur yang lengkap, mendorong perusahaan untuk memiliki kapasitas modal yang cukup besar untuk bersaing dalam sektor ini. 

Tantangan Regulasi
Dari sisi pemerintah, juga diperlukan dukungan regulasi yang cukup kuat untuk menarik investasi di sektor ini. Celakanya, hasil kajian BKPM (Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, 2024) menyebutkan bahwa molases, sebagai produk residu dari proses penggilingan tebu, merupakan bahan baku utama untuk fermentasi bioetanol, ada dalam kondisi terbatas. Ketergantungan pada satu jenis bahan baku ini menjadi hambatan utama bagi pertumbuhan industri bioetanol di Indonesia. 

Selain terbatasnya jumlah molases yang tersedia, penggunaan molases juga bersaing dengan berbagai industri lain yang membutuhkan bahan baku ini. Industri makanan, seperti produksi Monosodium Glutamate (MSG), industri kosmetik, serta pakan ternak, juga sangat bergantung pada molases sebagai komponen penting dalam proses produksi mereka. 

Akibatnya, industri bioetanol harus bersaing dengan sektor-sektor tersebut untuk mendapatkan pasokan molases, yang dapat membatasi ketersediaan bahan baku untuk produksi energi terbarukan. Ketidakseimbangan ini menciptakan tantangan serius dalam upaya meningkatkan kapasitas bioetanol nasional karena ketersediaan bahan baku utama terus terbagi ke berbagai sektor. 

Baca Juga: Permendag 16/2025 Ancam Produksi Etanol Untuk Industri Non Energi

Lebih jauh lagi, ekspor molases ke beberapa negara menambah kompleksitas tantangan ini. Sebagian dari molases yang diproduksi di Indonesia diekspor untuk memenuhi permintaan global, yang mengurangi jumlah molasses yang dapat dimanfaatkan secara domestik. 

Ada juga masalah lain, yakni kurangnya kapasitas penyimpanan yang memadai. Kapasitas tangki penyimpanan yang cukup besar sangat penting untuk menjaga keberlanjutan operasional dan kelancaran rantai pasok. Dalam skala produksi yang besar, ketersediaan tangki penyimpanan yang sesuai berperan penting untuk menampung hasil produksi bioetanol yang dihasilkan dari bahan baku seperti molasses. 

Jika kapasitas penyimpanan terbatas, produsen bioetanol akan kesulitan mengelola fluktuasi permintaan dan penawaran, yang dapat mengganggu produksi secara keseluruhan dan memperlambat distribusi bioetanol ke pasar. 

Masalah regulasi juga tak kalah penting. Dalam Permendag 16/2025 Pasal 93 ada tiga kode HS etanol yang masuk dan mendapat kebebasan impor tanpa Persetujuan Impor (PI) untuk bahan bakar lain. Ketiga kode HS ini antara lain 2207.10.00 (etil alkohol, tidak dirusak, kadar ≥ 80%), 2207.20.11 (etil alkohol, dirusak, kadar >99%), dan 2207.20.19 (etil alkohol, dirusak, kadar ≤99%). Akibatnya para produsen lebih memilih untuk melakukan impor ketimbang memproduksi. 

Persaingan antara pemenuhan bahan baku untuk kebutuhan energi dan kebutuhan-kebutuhan sektor lain, semisal pangan, harus menjadi pertimbangan utama dalam pengeluaran sebuah target kebijakan. Semuanya harus diatasi dengan baik dan komprehensif. Jika tidak, akibatnya bukan sekadar target yang meleset, namun lagi-lagi kita juga akan mengalami ketergantungan yang besar terhadap impor molase. 



Referensi:

  1. (2025, Oktober). Retrieved November 2025, from https://www.bloombergtechnoz.com: https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/88422/kapasitas-pabrik-bioetanol-303-ribu-kl-minim-buat-bauran-bbm/2
  2. Aprobi. (2025, Juli 7). https://www.aprobi.or.id/id/Home/Artikel. Retrieved from https://www.aprobi.or.id/: https://www.aprobi.or.id/id/b40-terbukti-bikin-hemat-rp271-triliun-serap-hampir-2-juta-pekerja/
  3. Banjarnahor, M., & Mustafa, K. (2017). Studi Kelayakan Pendirian Pabrik Bioetanol Kapasitas Olah 5 Ton Molases/Jam di Kabupaten Langkat Sumatra Utara. Seminar Nasional Teknik Industri. Lhokseumawe: Universitas Medan Area.
  4. Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM. (2024). Laporan Akhir Kajian Hilirisasi Investasi Strategis Sektor Perkebunan, Kehutanan, Kelautan dan Perikanan Tahun 2024. Jakarta: Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM.
  5. Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM. (2025). Laporan Akhir Kajian Hilirisasi Investasi Strategis Sektor Perkebunan, Kehutanan, Kelautan dan Perikanan Tahun 2024 . Jakarta: Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM.
  6. RFA. (2025). 2025 Ethanol Industry Outlook: Back to Our Roots. Renewable Fuel Association. Renewable Fuel Association (RFA).
  7. Wijaya, K. (2011, Desember 27). https://pse.ugm.ac.id/category/news/. Retrieved November 2025, from https://pse.ugm.ac.id/: https://pse.ugm.ac.id/bioetanol-sekala-umkm-dan-home-industry/#:~:text=Instalasi%20dan%20nilai%20investasi,baku%20dan%20nilai%20jual%20bioetanol.

KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar