c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

NASIONAL

26 Juni 2025

10:00 WIB

Wamendikti Nilai AI Tak Gantikan Manusia

AI takkan gantikan manusia selama seseorang punya tiga kemampuan yang didapat dari pendidikan. 

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>Wamendikti Nilai AI Tak Gantikan Manusia</p>
<p>Wamendikti Nilai AI Tak Gantikan Manusia</p>

Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendikti) Stella Christie dalam acara International Conference on the Transformation of Pesantren (ICTP) di Jakarta, Rabu (25/6/2025). ANTARA/HO-Kemdiktisaintek RI

JAKARTA - Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendikti) Stella Christie menekankan, kecerdasan buatan (AI) tidak akan menggantikan manusia. Selama, pendidikan mampu membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir reflektif, aktif, dan memahami sesama manusia.

Wamendikti menekankan penguasaan teknologi saja tidak cukup untuk bersaing di masa depan. Pendidikan harus menumbuhkan karakter, empati, serta kemampuan berpikir tingkat tinggi yang tidak dapat direplikasi oleh mesin.

Stella menilai, kecerdasan buatan adalah fakta yang tidak bisa dipungkiri, di mana AI telah hadir dan digunakan oleh 87% pelajar di Indonesia (Kemenkominfo 2024) serta 86% pelajar global (Statista, Juli 2024).

"Maka, pertanyaannya bukan lagi apakah kita siap bersaing dengan AI, melainkan apa yang harus kita lakukan sebagai pendidik?" ungkap Wamendikti dikutip dari Antara, Kamis 926/6) di Jakarta.

Stella menekankan, pendidikan di era AI harus menjawab tiga hal pokok. 

Pertama, peserta didik harus memiliki kemampuan literasi AI. Menurut dia, hal ini bukan sekadar mengenal atau menggunakan AI, tapi mampu mengartikulasikan secara sistematis dan menilai mana masalah yang dapat diselesaikan AI dan mana yang memerlukan masukan manusia.

Baca juga: AI Membentuk Peluang Kerja Dan Karier Baru Di Masa Depan

"Kedua, pendidikan harus melatih kapasitas pengambilan keputusan manusiawi (human judgment and decision making)," sebut Stella.

Wamendikti menjelaskan, AI bisa memroses data, tapi tidak bisa menggantikan intuisi, penilaian moral, dan kebijaksanaan kontekstual yang hanya bisa dimiliki manusia.

"Jika pendidikan gagal menanamkan kemampuan ini, maka manusia akan kalah bukan karena AI lebih pintar, tetapi karena manusia menyerahkan seluruh proses berpikirnya kepada mesin," ungkap profesor bidang psikologi kognitif itu.

Ketiga, kata Stella, pendidikan harus mendorong agar peserta didik memiliki pengertian atas pemikiran manusia lainnya.

Menurut Wamendikti, dalam dunia yang semakin kompleks dan terhubung, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain, membangun dialog, dan menyusun makna bersama adalah keterampilan mendasar yang tidak bisa ditiru oleh mesin.

"AI bisa tumbuh dan berkembang, tetapi hanya manusia yang bisa merasakan, memaknai, dan menyadari. Jika pendidikan terus menjaga akar kemanusiaannya, maka tidak ada alasan untuk takut kalah dari AI," ungkap Wamendikti.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar