20 Januari 2025
12:57 WIB
Wamendagri Tegaskan Tak Ada Aturan Baru Soal Kawin Dan Cerai ASN
Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2025 dinilai justru bertujuan untuk memperketat proses poligami
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto dan Penjabat Gubernur Provinsi DKI Jakarta Teguh Setyabudi saat dijumpai di Balai Kota Jakarta, Senin (20/1/2025). ANTARA/Lifia Mawaddah Putri.
JAKARTA - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menegaskan, tidak ada aturan yang baru dalam aturan perkawinan dan perceraian bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Semuanya merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 45 tahun 1990 dan surat edaran BKN (Badan Kepegawaian Negara). Jadi enggak ada norma yang baru. Semuanya sama sebetulnya. Kalaupun ada yang baru, lebih sedikit diatur di situ tentang istri yang sudah 10 tahun tidak bisa melahirkan,” kata Bima saat dijumpai di Balai Kota Jakarta, Senin (20/1).
Selain itu, Bima juga mengatakan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 2 Tahun 2025 justru bertujuan untuk memperketat proses poligami. Bima menjelaskan, ASN juga merupakan orang-orang berumah tangga yang perlu dibina. Terlebih, di Jakarta sendiri angka perceraian cukup tinggi. Untuk itu, peraturan tersebut bertujuan untuk melindungi keluarga para ASN.
Baca juga: Memahami Perbedaan Poligami Dan Poliamori
“Sekitar 116 yang terlaporkan (perceraiannya). Di balik perceraian itu kan ada cerita, ada dinamika, ada yang mantan istrinya tidak diperhatikan hak-haknya dan sebagainya. Sedangkan bagaimanapun juga, ini keluarga besar kami yang harus kita bina, yang harus kita pastikan ada landasan hukumnya. Jadi sejatinya, Pergub ini adalah memberikan kepastian hukum, aturan yang lebih jelas, tentang proses-proses perceraian dan pernikahan,” beber Bima.
Bisa dibilang, kata Bima, Pergub tersebut tidak hanya sekonyong-konyong masalah poligami, melainkan juga perceraian dan pernikahan.
Pada kesempatan yang sama, Penjabat Gubernur Provinsi DKI Jakarta Teguh Setyabudi mengatakan pihaknya akan melakukan sosialisasi terkait pergub tersebut.
"Kami akan lakukan sosialisasi lagi, ya. Satu visi yang pas, gitu. Karena normanya adalah, bukan kita malah mempermudah, justru kita itu memperketat aturan yang ada,” kata Teguh.
Sebelumnya diberitakan, Penjabat Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi, resmi menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian. Pergub diterbitkan pada 6 Januari 2025 dan mengatur mekanisme izin bagi ASN yang ingin memiliki lebih dari satu istri.
Dalam aturan ini, ASN pria yang ingin berpoligami wajib memperoleh izin dari Pejabat yang berwenang sebelum melangsungkan pernikahan. Ketentuan ini tertuang dalam pasal 4 ayat 1. Jika seorang ASN melanggar aturan tersebut dan menikah tanpa izin, akan dikenakan hukuman disiplin berat, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Baca juga: Pemprov Jakarta Terbitkan Aturan Cerai Dan Poligami ASN
Lindungi Keluarga ASN
Teguh Setyabudi sendiri menegaskan, Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 2 Tahun 2025 bukan untuk mendukung Aparatur Sipil Negara (ASN) berpoligami. Dia mengatakan, Pergub yang mengatur tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian tersebut dibuat justru untuk melindungi keluarga ASN.
"Yang diviralkan adalah seakan-akan kami itu mengizinkan poligami, itu sama sekali tidak ada dalam semangat kami,” kata Teguh saat dijumpai di Ecovention Ancol, Jakarta Utara, Jumat malam (17/1).
Lebih lanjut, Teguh menjelaskan, Pergub Nomor 2 Tahun 2025 mengatur tentang pengetatan perkawinan dan perceraian ASN Jakarta. ASN yang hendak berpoligami atau bercerai harus mendapat izin atasan.
“Memang kita ingin agar perkawinan, perceraian yang dilakukan oleh ASN di DKI Jakarta itu bisa benar-benar terlaporkan, sehingga itu nanti juga untuk kebaikan,” ujar Teguh.
Dengan demikian, Teguh menilai, peraturan ini dapat lebih melindungi pihak keluarga maupun anak-anak dari ASN. Oleh karena itu, Teguh menekankan bahwa terbitnya peraturan tersebut bukan berarti untuk melanggengkan poligami.
Selain itu, Teguh mengatakan pengesahan peraturan tersebut bukan hal yang instan, melainkan sudah dibahas cukup lama sejak tahun 2023. Pembahasan peraturan itu juga dikatakan Teguh sudah melibatkan berbagai pihak, bukan hanya satu OPD (Organisasi Perangkat Daerah) melainkan seluruhnya.
“Selain itu juga sudah melibatkan berbagai kementerian, termasuk juga sudah harmonisasi dengan Kanwil, Kemenkumham dan juga stakeholder lainnya,” ujar Teguh.