25 April 2024
18:03 WIB
Status Jakarta Jadi DKJ, Disdukcapil Pastikan KTP Lama Tetap Berlaku
Disdukcapil DKI Jakarta merencanakan pergantian KTP lama Jakarta secara bertahap. Di awal, ada 2 juta penduduk dari 8,3 juta warga Jakarta yang harus mengganti KTP-nya
Warga mengecek Nomor Induk Kependudukan (NIK) melalui laman datawarga-dukcapil.jakarta.go.id dengan ponselnya di Jakarta, Senin (26/2/2024). Antara Foto/M Risyal Hidayat
JAKARTA - Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta memastikan, KTP lama DKI Jakarta masih berlaku, sekalipun status Jakarta ke depan menjadi daerah khusus (DKJ).
"Tentunya masih berlaku," kata Kepala Dinas Dukcapil DKI Jakarta, Budi Awaluddin di Jakarta, Kamis (25/4).
Namun, Budi menambahkan, nantinya memang akan dilakukan pergantian KTP. Hanya saja pelaksanaannya secara bertahap mulai dari dua juta penduduk dulu pada tahun ini, kemudian selanjutnya pada tahun 2025. "Saya hitung yang harus ganti KTP sebanyak 8,3 juta jiwa berdasarkan data sementara. Hal ini karena adanya mutasi penduduk (pindah, kematian, dan lain sebagainya)," ucap Budi.
Kemudian, terkait blangko KTP, imbuh Budi, kebutuhannya diutamakan bagi warga yang melakukan proses pelayanan terlebih dulu.
Sementara itu, terkait Nomor Induk Kependudukan (NIK) warga Jakarta, dia mengatakan telah mengajukan sekitar 92 ribu NIK ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada April 2024 untuk dinonaktifkan. Menurut dia Dukcapil DKI berkoordinasi dengan Kemendagri terkait penonaktifan NIK warga Jakarta ini dalam rangka memulai program penertiban KTP warga Jakarta.
"Saat ini untuk yang meninggal kami sudah masukkan totalnya hampir sekitar 40 ribu. Rumah tangga yang sudah tidak ada hampir 9.000. Ini semua sudah di Kemendagri. Yang meninggal sudah dinonaktifkan. Yang rumah tangga tidak ada, masih proses," tuturnya.
Budi mengingatkan, masyarakat Jakarta dapat memeriksa laman https://datawarga-dukcapil.jakarta.go.id/ untuk mengetahui diri mereka masuk atau tidak ke dalam program penonaktifan.
"Mereka yang sudah memindahkan dokumen kependudukan apakah sudah keluar dari program itu atau tidak, jadi besok mereka sudah bisa periksa, bisa menyesuaikan dengan domisili," jelas dia.
Kurangi Beban
Sebelumnya, Pengamat tata kota dari Universitas Trisaksi Yayat Supriatna menilai penonaktifan Nomor Induk Kependudukan (NIK) warga yang berdomisili luar Jakarta dapat mengurangi beban ekonomi kota tersebut.
Yayat mengatakan, banyak warga Jakarta yang kini sudah tinggal di kota-kota penyangga, seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek), namun masih menikmati fasilitas yang diberikan Pemerintah Provinsi Jakarta.
"Kalau jadi daerah khusus, beban ekonomi (Jakarta) terkait jasa, fasilitas bansos, pendidikan hingga kesehatan yang angkanya hampir Rp12-18 triliun bisa berkurang," kata Yayat dalam diskusi daring Forum Merdeka Barat 9 bertajuk UU DKJ: Masa Depan Jakarta Pasca Ibu Kota yang disaksikan di Jakarta, Senin.
Ia merinci, saat ini dari 12 juta penduduk Jakarta, hanya sembilan juta penduduk yang benar-benar menetap di Jakarta. Sedangkan sisanya sebanyak tiga juta penduduk sudah tinggal di luar Jakarta sebagai komuter.
Sejak tahun 1990-an, warga Jakarta mulai berpindah ke kota-kota penyangga, seperti Bodetabek karena rumah semakin sulit didapat dan harga tanah semakin mahal. Selain itu, Jakarta merupakan kota dengan biaya hidup termahal di Indonesia.
Karena itu, Yayat mengapresiasi kebijakan penonaktifan NIK warga Jakarta yang diajukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Seperti diketahui, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 470/7256/SJ tanggal 27 Desember 2021 tentang Pindah Datang Penduduk mengamanatkan, warga yang sudah berdomisili lebih dari setahun harus mengurus kepindahannya.
Penghapusan NIK warga yang tidak lagi tinggal di Jakarta oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) DKI dinilai bermanfaat untuk jangka panjang. Hal itu karena dokumen warga Jakarta dan data pemilih pilkada menjadi lebih akurat, serta penyaluran bantuan sosial (bansos) jadi tepat sasaran.
Posko Aduan
Hanya saja, Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta William Aditya Sarana meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengoptimalkan posko aduan penonaktifan Nomor Induk Kependudukan (NIK). "Pelayanan posko pengaduan di kantor kelurahan khusus menangani komplain penghapusan NIK warga yang tak berdomisili di Jakarta perlu dioptimalkan," kata William kepada wartawan di Jakarta, Kamis.
William berharap, optimalisasi posko tersebut bisa mengurangi keluhan dan mempercepat penyelesaian komplain warga yang terdampak. “Yang penting adalah pemerintah harus memberikan pelayanan yang baik untuk warga Jakarta yang merasa tidak menerima keputusan itu,” ujarnya.
Hingga kini, menurut dia, banyak warga Jakarta terdampak penghapusan NIK keberatan dengan program tertib administrasi itu. Khususnya, warga Jakarta yang tinggal di daerah-daerah penyangga karena suatu hal. Namun, memiliki tempat tinggal dan sanak saudara di Jakarta.
“Karena mungkin ada warga yang punya aset disini atau ada kesalahan dari Pemprov DKI Jakarta saat penyisiran data ataupun karena merasa tidak mendapatkan sosialisasi dengan kebijakan ini," ujarnya.
Di sisi lain, dia mendukung kebijakan penertiban administrasi kependudukan lantaran bermanfaat untuk terwujudkan akurasi data terutama program penyaluran bantuan sosial. “Dukcapil sekarang memang sedang merapikan data KTP warga yang selama ini tinggal di luar Jakarta akan dihapus agar bantuan sosial yang dikucurkan dari Pemda itu tepat sasaran,” tuturnya.