c

Selamat

Sabtu, 27 April 2024

NASIONAL

18 Oktober 2021

18:57 WIB

Seleksi PPPK Belum Perhatikan Pemerataan Guru Di Daerah

Formasi kosong capai 36%

Penulis: Wandha Nur Hidayat

Editor: Leo Wisnu Susapto

Seleksi PPPK Belum Perhatikan Pemerataan Guru Di Daerah
Seleksi PPPK Belum Perhatikan Pemerataan Guru Di Daerah
Ilustrasi drama tentang PTM. ANTARA FOTO/Ampelsa

JAKARTA – Kepala Bidang Advokasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri mengatakan, rekrutmen guru melalui Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang dilakukan beberapa waktu lalu belum memperhatikan pemerataan guru di daerah.

Hal tersebut dapat dilihat dari sepinya pelamar untuk formasi di daerah-daerah terpencil sebagaimana diakui sendiri Mendikbudristek Nadiem Makarim. Sebanyak 183.587 atau 36% dari total formasi masih kosong, di mana sebagian besar di daerah terpencil.

"Pemerintah saat ini belum punya perspektif yang cukup untuk melibatkan guru-guru di daerah, muatan lokal mereka, dan juga kesempatan untuk mereka," ungkap Iman kepada Validnews, Senin (18/1).

Dia berpendapat sepinya pelamar di daerah-daerah terpencil pada seleksi PPPK Tahap 1 menjadi cermin masalah menahun pemerataan guru antara kota besar dan daerah terutama 3T. Sayangnya, rekrutmen tersebut dinilai belum menawarkan solusi atas persoalan ini.

Menurut Iman, pemerintah belum memiliki skema pemetaan yang jelas tentang kondisi kebutuhan guru di daerah. Koordinasi antarlembaga pemerintah, seperti Kemenpan RB, Kemendikbudristek, dan Badan Kepegawaian Daerah (BKN) dianggap jadi persoalan.

"Tidak ada tujuan ke arah sana bahwa guru ini harus merata ke daerah-daerah. Konsepnya adalah hanya seperti seleksi Calon PNS pada umumnya. Diseleksi, yang enggak lolos, ya enggak lolos. Ini kan tidak melihat realitas pendidikan," urai dia.

Data pemetaan jumlah kebutuhan guru di daerah-daerah sebenarnya sudah ada, kata dia, tetapi sering kali jumlahnya berbeda saat dicek ke lapangan. Terlebih jumlah formasi yang disetorkan pemda kepada pemerintah pusat tidak sesuai dengan kekurangannya.

"Misal, jumlahnya hanya ratusan tapi ternyata guru honorer ini jumlahnya sampai ribuan. Padahal mereka bekerja di sekolah secara efektif, tugas dan bebannya kurang lebih sama dengan guru-guru PNS. Artinya, mereka secara riil sudah membantu negara," ucap dia.

Iman menegaskan bahwa seleksi guru PPPK seharusnya menjadi kesempatan bagi negara untuk membayar 'utang' kepada guru-guru honorer di seluruh daerah. Guru-guru di daerah 3T, misalnya, bisa saja seharusnya diberi afirmasi jika dinilai kurang kompetitif.

Keinginan Kemendikbudristek untuk menjaga kualitas guru yang diseleksi dengan passing grade tertentu dapat dipahami. Tetapi, tegas Iman, seharusnya juga ada pengertian kepada guru-guru di daerah sehingga tidak disamakan dengan guru-guru di kota besar.

"Mungkin (solusinya) setelah mereka ini yang memang sudah mengabdi lama diberi afirmasi, misalnya langsung lolos. Baru di-upgrade dengan cara pelatihan-pelatihan. Itu kan bisa jadi solusi sebetulnya. Bukan dengan cara begini, dimatikan, lalu juga terjadi banyak persoalan," kata dia.

Ditekankan bahwa guru-guru honorer di daerah-daerah terpencil bagaimanapun sangat berperan dalam memberi layanan pendidikan. Bahkan, mereka juga tidak berhenti mengajar meskipun belum mendapat besaran upah yang tidak mencukupi kesejahteraannya.

"Yang kayak begini kan seharusnya mendapat afirmasi. Tidak hanya fokus ke kota-kota besar," pungkas Iman.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar