c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

28 Juni 2025

11:56 WIB

SE Menaker Larangan Diskriminasi Rekrutmen Mesti Diuji

SE Menaker yang melarang diskriminasi dalam roses rekrutmen hanya imbauan dan tidak akan dipatuhi.

Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>SE Menaker Larangan Diskriminasi Rekrutmen Mesti Diuji</p>
<p>SE Menaker Larangan Diskriminasi Rekrutmen Mesti Diuji</p>

Sejumlah pencari kerja antre saat berlangsungnya bursa kerja di Kantor Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (11/10/2024). Sumber: AntaraFoto/Sulthony Hasanuddin.

JAKARTA - Pakar Ekonomi Ketenagakerjaan dari IPB University, Tanti Novianti menilai, Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Nomor M/6/HK.04/V/2025 tentang Larangan Diskriminasi dalam Proses Rekrutmen Tenaga Kerja berpotensi menghadapi berbagai tantangan. Dia berkata efektivitas kebijakan ini perlu diuji lebih lanjut.

"Jika SE ini hanya bersifat imbauan, belum tentu akan ditaati seluruh pihak,” ujar Tanti dikutip dari laman resmi IPB University, Sabtu (28/6).

Dia menjelaskan, ada sektor-sektor industri yang secara khusus memerlukan kriteria usia, kondisi fisik, dan keahlian tertentu. Hal ini karena perusahaan mempertimbangkan produktivitas dan keselamatan kerja.

Baca juga: Ekonom Nilai Penghapusan Batas Usia Kerja Solusi Di Tengah PHK

Sedangkan, pada sisi lain, Tanti menilai larangan diskriminasi dalam rekrutmen kerja bisa membuka peluang besar bagi masyarakat berusia di atas 30 tahun yang selama ini kesulitan memasuki dunia kerja.

Dia menyampaikan, ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan kebijakan ini. Pertama, kebijakan ini perlu disosialisasikan secara masif dan diawasi secara ketat agar benar-benar dijalankan di lapangan.

Kedua, perlu ada dialog berkelanjutan dengan pengusaha dan serikat pekerja untuk menyelaraskan kebijakan ini dengan karakteristik sektor industri. Ketiga, perlu ada peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) lintas usia melalui pelatihan dan pengembangan keterampilan.

Tanti menyampaikan, tidak adanya sistem pelatihan yang inklusif lintas usia bisa menimbulkan ketimpangan kompetensi antar generasi. Utamanya di sektor-sektor seperti teknologi informasi, layanan keuangan digital, logistik berbasis aplikasi, dan industri kreatif yang menuntut adaptabilitas.

“Generasi muda lebih agile karena terbiasa dengan teknologi. Sebaliknya, pekerja usia lanjut yang tidak mendapat reskilling atau upskilling akan tertinggal,” tambah Tanti.

Oleh karena itu, dia pun menyarankan penerapan strategi manajemen umur yang mendukung kolaborasi lintas generasi. Selain itu, Balai Latihan Kerja (BLK) perlu melayani semua usia dan memberikan insentif bagi perusahaan yang memberdayakan pekerja senior.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar