c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

NASIONAL

04 November 2025

19:31 WIB

Saban Hari, 50 WNI Mati Karena Narkoba

Di sisi lain, sebanyak 52,97% penghuni lembaga pemasyarakatan tercatat merupakan narapidana kasus narkotika

Editor: Rikando Somba

<p>Saban Hari, 50 WNI Mati Karena Narkoba</p>
<p>Saban Hari, 50 WNI Mati Karena Narkoba</p>

Petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) menata barang bukti berupa ganja dalam rilis pemusnahan barang bukti narkotika beberapa waktu lalu. Antara Foto/Aprillio Akbar

JAKARTA-Badan Narkotika Nasional (BNN) RI mengungkapkan sekitar 50 orang di Indonesia meninggal setiap hari akibat narkoba. Jika dikumulatifkan, ada 18 ribu orang per tahun, dengan rentang usia korban didominasi kelompok muda 14 hingga 25 tahun yang tewas akibat penyalahgunaan narkoba. Deputi Pencegahan BNN RI Inspektur Jenderal Polisi Muhammad Zainul Muttaqin, Selasa (4/11). Zainul juga menyebutkan saat ini terdapat 1.386 jenis narkoba baru di dunia di mana 99 diantaranya telah teridentifikasi beredar di  tanah air.

"Dari jumlah tersebut, 94 jenis sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan," ungkap Irjen Pol. Zainul dalam Diskusi Terbuka Tentang Bahaya Narkoba di Jakarta, Selasa (4/11)

Di sisi lain, sebanyak 52,97% penghuni lembaga pemasyarakatan tercatat merupakan narapidana kasus narkotika. Ia menambahkan cairan vape kini juga teridentifikasi mengandung narkotika jenis etomidate, senyawa anestesi yang di Taiwan dikategorikan sebagai narkotika golongan 1. 

Zainul menjelaskan terdapat ciri-ciri umum orang yang terpapar narkoba dengan istilah “7 ong plus”, yakni bohong, nyolong, nodong, songong, ompong, bengong, dan rempong.

Untuk memperkuat upaya pencegahan, BNN meluncurkan program IKAN (Integrasi Kurikulum Anti Narkoba) agar pendidikan antinarkoba masuk ke dalam sistem pembelajaran sejak dini.

Di belahan dunia lainnya, angka kematian akibat penyalahgunaan narkoba secara global mencapai 585 ribu orang per tahun atau rata-rata 52 orang meninggal setiap jam.

“Angka kematian akibat narkoba di dunia bahkan lebih besar daripada akibat konflik bersenjata dan terorisme,” katanya dikutip dari Antara.

Putus Mata Rantai
Sementara itu, pengamat hukum Universitas Al Azhar Indonesia Prof. Suparji Ahmad menilai penanggulangan narkoba di Indonesia belum bisa disebut berhasil. “Ini sebuah ironi. Kita perlu mengidentifikasi penyebabnya, termasuk adanya kesalahan normatif dalam penerapan sanksi hukum,” ucap Prof. Suparji dalam kesempatan yang sama.

Menurutnya, pengguna dan pecandu seharusnya direhabilitasi. Sebaliknya, pengedar dan bandar harus dipenjara serta diputus mata rantainya.

Penasihat Ahli Kapolri Andi Subiakto menambahkan jika peredaran narkoba tidak tertangani serius, cita-cita menuju Generasi Emas 2045 akan gagal, sehingga bonus demografi bisa berubah menjadi bencana demografi. Ia pun menyoroti adanya rumah tahanan narkoba yang justru menjadi pusat produksi dan peredaran narkoba di Tanah Air.

Andi berpendapat Indonesia kini menjadi sasaran utama segitiga emas peredaran narkoba dunia, sehingga diharapkan agar BNN lebih agresif dalam bertindak, melakukan tes narkoba bagi mahasiswa baru dan aparatur sipil negara (ASN), serta memperluas kerja sama dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) yang memiliki jaringan luas.

Berdasarkan Indonesia Drug Report 2025, jumlah narapidana dan tahanan kasus narkoba mencapai 141.016 orang. Dari jumlah itu, 76.712 merupakan bandar, pengedar, penadah, dan produsen, sementara sebanyak 64.304 lainnya merupakan pengguna.

Provinsi Sumatra Utara tercatat memiliki jumlah tahanan kasus narkoba tertinggi pada 2024 dengan 19.378 orang, termasuk 10.952 bandar dan pengedar. Jawa Timur menyusul di posisi kedua dengan 13.917 tersangka, disusul Jawa Barat (10.989), Riau (8.767), dan DKI Jakarta (8.533).


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar