12 November 2025
19:47 WIB
Revisi KUHAP: Disabilitas Mental Tak Bisa Dipidana
Komisi III DPR RI dan pemerintah sepakat revisi KUHAP mengatur pelaku tindak pidana dengan disabilitas mental atau intelektual berat tidak dapat dijatuhi pidana, tetapi direhabilitasi atau perawatan
Penulis: Gisesya Ranggawari
Editor: Nofanolo Zagoto
Ilustrasi pembuatan undang-undang. Shutterstock/EtiAmmos
JAKARTA - Komisi III DPR RI dan pemerintah sepakat revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur pelaku tindak pidana dengan disabilitas mental atau intelektual berat tidak dapat dijatuhi pidana, tetapi direhabilitasi atau perawatan.
Perwakilan Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi RUU KUHAP, David menyampaikan, aturan ini merupakan usulan dari LBH Apik dan Koalisi Nasional Organisasi Disabilitas.
"Mereka mengusulkan adanya pengaturan tambahan untuk menjamin pemberian keterangan secara bebas tanpa hambatan," kata David dalam rapat panitia kerja Komisi III dan pemerintah di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (12/11).
Usulan ini tertuang dalam Pasal 137A draf RUU KUHAP. Ayat (1) berbunyi, 'terhadap pelaku tindak pidana yang tidak dapat dimintai pertanggungjawaban karena penyandang disabilitas mental dan/atau intelektual berat sebagaimana dimaksud dalam KUHP, pengadilan dapat menetapkan tindakan berupa rehabilitasi atau perawatan.'
Selanjutnya, Ayat (2) mengatur bahwa tindakan tersebut ditetapkan dengan penetapan hakim dalam sidang terbuka untuk umum.
Ayat (3) menegaskan bahwa penetapan tindakan itu bukan merupakan putusan pemidanaan, sedangkan ayat (4) menyebutkan tata cara pelaksanaan tindakan tersebut akan diatur dalam peraturan pemerintah.
"Ini mengakomodir agar penyandang disabilitas mental mendapat rehabilitasi, bukan pemidanaan. Termasuk menyesuaikan dengan ketentuan dalam KUHAP," ucap David.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan, pemerintah sependapat dengan usulan tersebut. Menurut dia, ketentuan itu sejalan dengan prinsip pertanggungjawaban pidana yang sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru.
"Dalam KUHP itu Pasal 38 dan 39 tentang pertanggungjawaban pidana memang menyebutkan bahwa bagi penyandang disabilitas mental, mereka dianggap tidak mampu bertanggung jawab," ujar Edward.
"Sehingga memang putusannya bukan pemidanaan, tetapi bisa merupakan suatu tindakan yang di dalamnya adalah rehabilitasi. Koalisi disabilitas juga sudah menemui kami, dan kami setuju dengan usulan dari LBH Apik ini," sambung dia.
Usulan tersebut juga langsung mendapat dukungan dari para anggota Komisi III DPR. Mereka menilai tidak ada mens rea atau niat jahat dari pelaku tindak pidana dengan disabilitas mental.