c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

04 Desember 2023

09:48 WIB

Publik Pertanyakan Polri Periksa Kepala Desa Saat Kampanye

Polri periksa kepala desa saat kampanye rawan disalahgunakan rezim untuk menekan kepala desa.

Penulis: Gisesya Ranggawari

Editor: Leo Wisnu Susapto

Publik Pertanyakan Polri Periksa Kepala Desa Saat Kampanye
Publik Pertanyakan Polri Periksa Kepala Desa Saat Kampanye
Massa dari Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia melakukan unjuk rasa di depan Gedu ng DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1/2023). Antara Foto/Rivan Awal Lingga.

JAKARTA - Koalisi masyarakat sipil memandang, tindakan Polri memanggil sejumlah kepala desa pada tahun pemilu ini, menimbulkan kontroversi dan perhatian masyarakat. Pemanggilan kepala desa ini justru rawan untuk disalahgunakan sebagai sarana rezim untuk menekan kepala desa.

Ditambah lagi, urai Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani, belakangan ini ada indikasi kuat kontestan pemilu yang berupaya memobilisasi dukungan para kepala desa untuk kepentingan pemenangan politik pemilu.  

"Kondisi dan situasi di Jawa Tengah, terkait pemanggilan kepala desa telah mendapatkan perhatian publik dan menimbulkan kontroversi, karena memperlihatkan sejumlah kejanggalan, mulai dari momentumnya di tengah pelaksanaan pemilu, pemanggilan yang serentak, berlangsung di daerah utama kontestasi elektoral," papar Julius dalam keterangan tertulis Minggu (3/12). 

Jika dugaan adanya motif politik elektoral di balik pemanggilan para kepala desa tersebut benar adanya, kata dia, polisi patut diduga kuat telah menyalahgunakan kewenangannya dan pemanggilan tersebut dapat dipandang sebagai bentuk intimidasi terselubung. 

Koalisi Masyarakat Sipil menilai munculnya kritik dan kekhawatiran masyarakat terkait pemanggilan kepala desa yang rawan jadi alat politik seharusnya menjadi peringatan bagi institusi kepolisian. 

Sangat penting bagi institusi kepolisian untuk mengedepankan profesionalitas dan netralitas di tengah penyelenggaraan pemilu.

Masyarakat Sipil mengingatkan bahwa institusi kepolisian bukanlah alat kekuasaan, termasuk kepentingan elit politik untuk pemenangan kontestasi pemilu. UU Polri telah menegaskan bahwa Polri bukan sebagai alat kekuasaan dan larangan bagi anggotanya untuk terlibat dalam kegiatan politik praktis dalam bentuk apapun. 

"Institusi kepolisian yang disalahgunakan oleh elit politik untuk pemenangan pemilu tidak hanya mengancam kebebasan dalam pemilu, tapi juga merusak profesionalisme polisi. Tidak hanya merusak kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian, namun juga dapat merusak moral institusi yang seharusnya bersikap independen dan imparsial dalam situasi politik saat ini," jelas Julius. 

Koalisi masyarakat sipil mendesak kepolisian harus mengedepankan prinsip dan standar hak asasi manusia dalam pelaksanaan tugas-tugasnya, termasuk penghormatan terhadap prinsip demokrasi. 

Menurut dia, penting dicatat, dalam konteks pemilu, kepolisian memiliki dua kewajiban ganda yang harus dijalankan secara seimbang, yaitu kewajiban menjamin keamanan dan ketertiban publik dalam pemilu dan kewajiban untuk tidak mengintervensi hak asasi manusia, termasuk hak-hak politik warga negara dan menjamin lingkungan politik yang bebas dari intimidasi. 

Julius menyampaikan kepolisian seharusnya lebih fokus memberikan pelayanan kepada masyarakat. Khususnya, untuk memastikan setiap warga negara mendapatkan manfaat dari pemilu yang dijalankan secara sehat dan bebas dari semua bentuk intervensi yang mengganggu dan melemahkan ekspresi kehendak rakyat. 

"Polisi dan aparat keamanan yang tidak menghormati hak asasi manusia berpotensi menciptakan suasana intimidasi yang menghambat para pemilih dan merusak keaslian hasil pemilu,” lanjut dia. 

Sebelumnya, usai mengikuti diskusi pada 20 November 2022, Ditreskrimun Polda Jatim memanggil Ketua Asosiasi Kepala Desa (AKD) untuk dimintai keterangan atas laporan masyarakat. Terlapor diduga menyalahgunakan wewenang dalam mengelola dana desa tahun 2019-2022. 

Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah juga memanggil 176 kepala desa di Kabupaten Karanganyar yang dilakukan secara bertahap antara 27-29 November 2023. 

Julius mengatakan, menurut Polda Jawa Tengah, alasan pemanggilan tersebut terkait adanya laporan dugaan pemotongan dana aspirasi desa yang bersumber dari bantuan keuangan Provinsi Jawa Tengah di tiga daerah periode 2020 sampai 2022.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar