c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

04 Januari 2025

11:58 WIB

Presidenial Threshold di Beberapa Pilres di Indonesia

Presidenial threshold tak lagi jadi aturan untuk capres-cawapres.

Penulis: Aldiansyah Nurrahman

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p><em>Presidenial Threshold&nbsp;</em>di Beberapa Pilres di Indonesia</p>
<p><em>Presidenial Threshold&nbsp;</em>di Beberapa Pilres di Indonesia</p>

Presiden Prabow Subianto sedang tikan wakil menteri Kabinet Merah Puti h di Istana Negara, Jakarta, Senin (21/10/2024). Sumber: AntaraFoto/Hafidz Mubarak A 

JAKARTA - Kebijakan presidential threshold atau ambang batas parpol mengajukan capres, sudah menjadi perbincangan sejak awal diterapkan pertama kali pada Pemilu 2004.

Kala itu juga pertama kali pemilihan presiden (pilpres) dipilih langsung oleh rakyat setelah sebelumnya ditentukan berdasarkan hasil Sidang Umum MPRS.

Mengutip Jurnal Rechten: Riset Hukum dan Hak Asasi Manusia berjudul, “Analisis Terhadap Presidential Threshold Dalam Kepentingan Oligarki”, tertulis, presidential threshold adalah pengaturan tingkat ambang batas dukungan dari DPR, baik dalam bentuk jumlah perolehan suara (ballot) atau jumlah perolehan kursi (seat) yang harus diperoleh parpol peserta pemilu agar dapat mencalonkan presiden dari parpol tersebut atau dengan gabungan parpol.

Lalu, hukum positif tentang ambang batas ini di Indonesia mulai diatur UU Nomor 23 Tahun 2003 pada Pasal 5 ayat 4. Tertulis, pasangan calon sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15% jumlah kursi DPR atau 20% dari perolehan suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR.

Pada Pilpres 2004 menetapkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Muhammad Jusuf Kalla menjadi Presiden dan Wakil Presiden terpilih.

Lima tahun kemudian atau pada Pemilu 2009, aturan persentase dalam presidential threshold diubah. Hal ini merujuk Pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2008.

Dalam Pilpres 2009, partai politik atau gabungan partai politik harus memiliki sekurang-kurangnya 25% kursi di DPR atau 20% suara sah nasional dalam pemilu legislatif.

SBY kembali terpilih sebagai Presiden pada Pilpres ini, namun untuk pasangannya kali ini adalah Boediono.

Pada Pilpres 2019, aturan presidential threshold kembali diubah. Dasarnya adalah Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017.

Tertulis, pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.

Pada pemilu ini Joko Widodo (Jokowi) dan Ma'ruf Amin terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Pada Pilpres 2004, 2009, dan 2014, patokan yang digunakan dalam presidential threshold adalah perolehan jumlah kursi DPR dan suara sah nasional dengan merujuk pada hasil pileg yang dilaksanakan sebelumnya. Pemilu pada 2004,2009, dan 2014 digelar beberapa bulan sebelum pilpres.

Sementara itu, pada pilpres 2019, aturan yang digunakan adalah merujuk pada perolehan jumlah kursi DPR dan suara sah nasional pada pemilu anggota DPR periode sebelumnya. Hal ini dilakukan karena pilpres dan pemilu legislatif digelar secara serentak pada 2019.

Terbaru, pada 2 Januari 2025 MK memutuskan menghapus ketentuan presidential threshold yang tertera dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017. Putusan perkara 62/PUU-XXI/2023 ini diprediksi akan membuat calon presiden dan calon wakil presiden yang maju di pemilu 2029 semakin ramai.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar