c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

NASIONAL

14 Oktober 2025

11:11 WIB

PPATK Telusuri Aset Adik Jusuf Kalla

Aset adik Jusuf Kalla, Halim Kalla ditelusuri PPATK atas permintaan Kortastipidkor Mabes Polri yang menyidik dugaan korupsi PLTU 1 Kalbar.  

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>PPATK Telusuri Aset Adik Jusuf Kalla</p>
<p>PPATK Telusuri Aset Adik Jusuf Kalla</p>

Ilustrasi Korupsi. Sumberfoto: Shutterstock/dok.

JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah menyerahkan hasil penelusuran aset milik Halim Kalla dan tiga tersangka dugaan korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat.

Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana mengatakan, telah menyerahkan hasil penelusuran aset adik mantan Jusuf Kalla itu kepada Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Mabes Polri.

"Jadi semua yang diminta oleh penyidik sudah kami sampaikan semua," kata Ivan, di Jakarta, Senin (13/10).

Adapun keempat terdakwa Direktur Utama PLN 2008-2009 Fahmi Mochtar. Halim Kalla selaku Presiden Direktur PT Bakti Reka Nusa. Kemudian, RR selaku Direktur Utama PT BRN. Terakhir, Direktur PT Praba Indopersada, Hartanto Yohanes Lim.

Pada kesempatan lain, Direktur Penindakan Kortastipidkor Polri, Brigjen Totok Suharyanto mengatakan, hingga saat ini penyidik belum menjadwalkan pemeriksaan mereka sebagai tersangka dan belum ditahan. 

Baca juga: Kadin Ungkap Hambatan Pengembangan EBT Indonesia  

Penyidik masih meminta pendapat ahli untuk melakukan skema splitsing terhadap pemberkasan empat tersangka tersebut.

Kasus ini berawal saat PLN mengadakan lelang ulang untuk pekerjaan pembangunan PLTU Kalimantan Barat dengan kapasitas output sebesar 2X50 MegaWatt. Rencananya, pembangunan ini akan dibangun di Kecamatan Jungkat, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat.

Akan tetapi, sebelum pelaksanaan lelang tersebut terjadi pemufakatan jahat dengan pihak calon penyedia dari PT BRN dengan Fahmi Mochtar. Tujuannya untuk memenangkan PT BRN dalam lelang tersebut.

Selanjutnya pada 2009, sebelum pelaksanaan tanda tangan kontrak, KSO BRN mengalihkan pekerjaan kepada PT PI termasuk penguasaan terhadap rekening KSO BRN. Pengalihan itu dengan kesepakatan pemberian imbalan (fee) kepada BRN.

Saat penandatangan kontrak berlangsung pada 11 Juni 2009, pihak PLN belum mendapatkan pendanaan karena KSO BRN belum melengkapi persyaratan.

Kemudian, pada 28 Februari 2012, KSO BRN maupun PT PI baru menyelesaikan 57% pekerjaan. Hingga amandemen kontrak yang ke-10 yang berakhir pada 31 Desember 2018, KSO BRN maupun PT PI tidak mampu menyelesaikan proyek itu.

Data terakhir menyebutkan, pembangunan PLTU 1 Kalimantan Barat hanya mencapai 85,56%. Alasan tidak selesai karena KSO BRN memiliki keterbatasan keuangan yang sedianya telah dibayarkan PLN sebesar Rp323 miliar dan US$62,4 juta. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar