28 Agustus 2024
18:02 WIB
Penghapusan Sunat Perempuan Harus Untuk Semua Usia
Praktik sunat perempuan dengan memotong jaringan atau bagian dari organ tubuh yang sehat dapat menimbulkan infeksi, kerusakan organ reproduksi dan permasalahan kesehatan jangka panjang bagi anak perempuan
Penulis: Oktarina Paramitha Sandy
Editor: Nofanolo Zagoto
Foto ilustrasi sunat. Antara
JAKARTA - Anggota Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah, meminta penghapusan sunat perempuan tidak diimplementasikan pada bayi, balita dan anak prasekolah saja, tetapi perempuan semua umur.
Sebab, hingga saat ini di sejumlah daerah di Indonesia, masih banyak perempuan yang berusia 15-49 tahun yang menjalankan praktik sunat atau pemotongan genitalia karena kepercayaan adat.
“Berdasarkan data Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) ada sekitar 21,3% anak perempuan dari perempuan usia 15-49 tahun yang menjalankan praktik sunat perempuan dengan adanya pemotongan atau pelukaan dan 33,7% melakukan sunat secara simbolis,” ujar Alimatul dalam keterangan yang diterima, Rabu (28/8).
Alimatul menjelaskan, sunat pada perempuan terus dilakukan karena adanya pemahaman jika sunat perempuan adalah perintah agama. Hal itu membuat banyak orang tua yakin jika sunat perempuan bermanfaat bagi anak perempuan.
Sebagai contoh, kajian Komnas Perempuan di Gorontalo pada tahun 2023, misalnya, mencatat bahwa alasan melakukan sunat bagi anak perempuan adalah untuk menghilangkan dosa waris yang sudah melekat pada perempuan seperti sikap binal, selingkuh dan menentang suami. Hal ini berbeda dengan sunat pada anak laki-laki yang mempunyai alasan positif demi kesehatan dan kenikmatan seksual.
Padahal bukti-bukti dari sisi medis menunjukkan bahwa praktik sunat perempuan justru memberi dampak membahayakan bagi kesehatan fisik dan mental dari anak perempuan.
Secara khusus praktik sunat perempuan dengan memotong jaringan atau bagian dari organ tubuh yang sehat dapat menimbulkan infeksi, kerusakan organ reproduksi dan permasalahan kesehatan jangka panjang bagi anak perempuan, bahkan kematian karena perdarahan.
“Bahkan, hasil kajian Kongres Ulama Perempuan Indonesia pada 2022 menunjukkan ada berbagai tafsir keagamaan dalam Islam mengenai sunat perempuan, dan mereka telah mengeluarkan fatwa bahwa P2GP tanpa alasan medis adalah haram,” ujar Alimatul.
Jadi, agar roadmap pencegahan sunat perempuan (sering disebut Pencegahan P2GP) yang menyasar berbagai elemen benar-benar dijalankan dengan baik, pemerintah juga harus menyiapkan langkah nyata dan terukur dalam setiap implementasinya.
“Kami berharap semua lembaga yang sudah memiliki tugas masing-masing bisa menjalankannya dengan baik agar tidak ada lagi anak perempuan yang mengalami perlukaan genital,” ujar Alimatul.