c

Selamat

Senin, 17 November 2025

NASIONAL

10 Desember 2024

13:03 WIB

Pengajar Madrasah Minta Tinjau Ulang Peta Jalan Pendidikan 2025-2045

Peta Jalan Pendidikan 2025-2045 dilansir jelang akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>Pengajar Madrasah Minta Tinjau Ulang Peta Jalan Pendidikan 2025-2045</p>
<p>Pengajar Madrasah Minta Tinjau Ulang Peta Jalan Pendidikan 2025-2045</p>

Seorang guru menyampaikan materi pejalaran kepada siswa di Madrasah Diniyah Awaliyah Muhajirin, Leba k, Banten, Kamis (13/2/2020). Antara Foto/Muhammad Bagus Khoirunas.

JAKARTA - Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (Hisminu) meminta Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2025-2045, yang disusun menjelang berakhirnya periode pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), agar ditinjau ulang.

"Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2025-2045 diterbitkan menjelang akhir pemerintahan Jokowi periode kedua. Seharusnya ditinjau terlebih dahulu, apakah itu sesuai dengan visi pemerintahan Prabowo saat ini?" papar Ketua Umum, Hisminu Arifin Junaidi dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (10/12).

Sebelumnya, pada Kamis (10/10) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kemendikbudristek (yang saat ini terbagi tiga), dan Kemenag meluncurkan Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2025-2045.

Arifin mengatakan, Peta Jalan Pendidikan Indonesia harus berkorelasi dengan RUU Sisdiknas yang rencananya didorong oleh Komisi X DPR agar masuk Prolegnas 2025. Namun demikian, keterlibatan unsur organisasi massa dan penyelenggara pendidikan perlu diperhatikan.

"Kami berharap peta jalan pendidikan kita berkorelasi dengan RUU Sisdiknas yang akan masuk Prolegnas 2025. Jangan sampai gaduh seperti pada periode lalu. Pendidikan itu harus gotong royong," ujar Pengasuh Pondok Pesantren Al Ittihad Poncol Semarang ini dikutip dari Antara.

Sementara itu, Ketua Pembina Hisminu, Said Aqil Siradj menyampaikan dua poin yang menjadi perhatiannya, yaitu dualisme dalam sistem tata kelola sekolah dan madrasah.

Menurut mantan Ketua Umum PBNU ini, dualisme tersebut adalah warisan dari masa kolonial ketika mengisolasi lembaga pendidikan pesantren, keagamaan, dan sekolah swasta dengan memprioritaskan sekolah-sekolah negeri bentukan Belanda.

Hal tersebut, lanjut Said, berdampak pada tata kelola madrasah dan guru madrasah yang selalu di belakang. Menurut dia, tata kelola pendidikan mestinya satu pintu.

"Pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Benang kusut pendidikan di Indonesia harus segera diurai dengan asas kebersamaan dan kesetaraan," papar dia.

Pimpinan Majelis Dikdasmen Muhammadiyah, Unang Rahmat menyatakan, ormas itu memperhatikan dualisme tata kelola pendidikan Indonesia.

"Kita perlu mengawal tema besar Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah yaitu pendidikan berkualitas untuk semua. Kami setuju tata kelola pendidikan mestinya satu pintu," kata dia.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar