27 April 2024
10:14 WIB
Peneliti BRIN Ragukan Rasio Elektrifikasi Indonesia
Rasio elektrifikasi Indonesia menurut PLN tinggi, namun masih banyak daerah aliran listrik tak sampai 24 jam per hari.
Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi
Editor: Leo Wisnu Susapto
Ilustrasi cahaya lampu dengan konsumsi listrik lebih pada kegiatan pesta HUT RI. Ist.
JAKARTA - Pakar bidang kelistrikan sekaligus anggota Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Tri Mumpuni, meragukan data rasio elektrifikasi di Indonesia. Data pihak mana pun, menurut dia belum valid kecuali dilakukan riset yang baik dan jelas.
Sebelumnya, Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasodjo dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR awal April lalu menyebut, rasio elektrifikasi nasional mencapai 99,79% per Desember 2023. Total sekitar 81,5 juta rumah tangga sudah teraliri listrik.
"Kalau dikatakan 99% ya saya masih meragukan karena buat saya pribadi melistriki rakyat dengan benar itu adalah 24 jam listrik itu menyala," ujar Puni, sapaan akrabnya, saat ditemui di kediamannya di Jakarta Selatan, DKI Jakarta, Kamis (25/4).
Namun, Ketua Inisiatif Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA) ini mengatakan, masih ditemukan daerah-daerah yang teraliri listrik hanya beberapa jam per hari.
Selain itu, program elektrifikasi yang dilakukan oleh lembaga non pemerintah, baik menggunakan dana swasta atau dana pemerintah, menurutnya perlu ditinjau kembali.
Tak jarang, proyek mereka berjalan selama satu hingga tiga tahun. Lalu, terjadi masalah seperti rusaknya pembangkit listrik yang membuat desa terkait kembali dalam gelap. Akan tetapi, desa tersebut tidak dicoret dari daftar desa yang terlistriki.
"Kalau sekarang mau ngomong rasio elektrifikasi, saya masih yakin masih ada 20% republik Indonesia ini yang masyarakatnya belum dilistriki dengan baik," ujar Puni.
Daerah-daerah yang belum terlistriki tersebut menurutnya paling banyak berada di Papua, Maluku, daerah perbatasan seperti Kalimantan, dan pulau-pulau terpencil.
Mengatasi masalah itu, ia menyebut saat ini sudah ada beberapa teknologi yang bisa mengaliri listrik ke daerah terpencil. Teknologi tersebut dapat diadopsi untuk membangun pembangkit listrik sesuai ketersediaan sumber daya alam setempat. Misalnya, penggunaan Solar Photovoltaic (Solar PV) untuk daerah dengan sinar matahari melimpah seperti Nusa Tenggara Timur (NTT).
Terpenting, pembangunan pembangkit listrik dilakukan dengan melibatkan masyarakat. Masyarakat diajari teknologi yang digunakan agar masalah yang muncul di kemudian hari bisa mereka tangani. Sehingga, elektrifikasi bisa berkelanjutan dan investasi yang dilakukan tidak sia-sia.