Penangkapan terhadap mahasiswa Riau Khariq Anhar oleh kepolisian dinilai bentuk kriminalisasi
Ribuan mahasiswa soroti penahanan Khariq Anhar hingga hapus tunjangan DPR. ANTARA/Annisa Firdausi
JAKARTA - Tim Advokasi Untuk Demokrasi menilai penangkapan mahasiswa Universitas Riau sekaligus pegiat media sosial (medsos) Khariq Anhar oleh Polda Metro Jaya Direktorat Reserse Siber Unit II sewenang-wenang. Pasalnya, ada serangkaian prosedur yang dilanggar kepolisian.
Kepala Bagian Riset dan Kaderisasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru, Wilton Amos Panggabean mengatakan, penangkapan Khariq di Bandara Soekarno Hatta, Banten, tanpa surat tugas.
Ia mengatakan, Khariq awalnya tidak mau ikut, karena tidak mengenali siapa yang menangkapnya. Khariq sempat menanyakan apa salahnya sehingga ditangkap.
Tapi, kata Wilton, Khoriq kemudian dipiting dari belakang dan diringkus ke dalam mobil oleh orang-orang yang jumlahnya sekitar lima orang.
“Jadi itu adalah adalah agenda penculikan karena dilakukan sewenang-wenang,” jelasnya dalam konferensi pers di Gedung YLBHI, Jakarta, Senin (1/9).
Begitu di dalam mobil, lanjut dia, Khariq mengaku mendapat kekerasan. “Ini jadi pertanyaan bagaimana prosedur yang diterapkan pihak kepolisian,” jelasnya.
Mengenai kasus ini, Wilton menemukan kejanggalan. Pasalnya, Khariq dilaporkan oleh Baringin Jaya Tobing pada 27 Agustus 2025. Lalu pada 28 Agustus 2025 dia sudah ditetapkan sebagai tersangka.
“Jadi cuma satu hari. Tanggal 29 dia ditangkap di bandara. Khariq juga tidak mengenal Baringin ini,” katanya.
Wilton mengatakan, Khariq adalah sosok yang aktif memberitakan persoalan-persoalan pendidikan, ekonomi, korupsi, dan lainnya di medsos.
“Jadi perlu dicermati perkara ini. Kita perlu solidaritas bahwa ancaman terhadap pegiat media itu sangat dekat dan nyata,” katanya.
Asisten Pengabdi Bantuan Hukum LBH Jakarta, Abdul Rohim Marbbun mengatakan, ketika ditangkap Khariq tidak mendapat penjelasan mengapa dia ditangkap.
“Bahwasanya seseorang yang disangkakan melakukan pelanggaran hukum atau tindak pidana, dia perlu dijelaskan dalam hal apa pelanggarannya, dan dikaitkan dengan pasal apa dalam pelanggarannya,” tuturnya.
Khariq juga tidak pernah dipanggil sebagai saksi ataupun orang yang diduga melanggar hukum.
“Harusnya secara prosedur dipanggil dulu dimintai keterangan. Kepolisian langsung melakukan penangkapan di bandara ketika Khariq mau pulang. Prosesnya juga tidak ada penyelidikan, ada tidaknya tindak pidana terjadi, tapi langsung penangkapan kepada Khariq,” papar Rohim.
Rohim mengatakan, saat penangkapan polisi juga tidak menggunakan atribut apapun, sehingga Khariq tidak tahu dia dibawa siapa.
Kriminalisasi Gunakan UU ITE
Sementara itu, Direktur Hukum Center of Economic and Law Studies (Celios) Mhd Zakiul Fikri mengatakan, penangkapan terhadap Khariq oleh kepolisian adalah bentuk kriminalisasi. Pasalnya, penangkapan sangatlah terkesan dipaksakan untuk segera dilakukan penahanan ketika Khariq hendak kembali Riau.
Penangkapan Khariq, disebutnya, menambah daftar panjang praktik kriminalisasi terhadap warga negara yang menjalankan hak konstitusional untuk berpendapat, berekspresi, dan menyampaikan kritik terhadap penyelenggaraan negara.
“Penangkapan terhadap Khariq tidak bisa dipandang hanya dalam kerangka perkara hukum biasa tetapi perlu dilihat sebagai upaya sistematis dan terencana untuk membungkam pihak-pihak yang kritis menyuarakan pendapatnya melalui medsos,” tutur dia.
Zakiul menjelaskan, pembungkaman terhadap Khariq bermula dari laporan polisi yang menyatakan bahwa ia telah melakukan pelanggaran sebagaimana yang termuat dalam Pasal 48 ayat (1) Jo Pasal 32 ayat (1) dan atau Pasal 48 ayat (2) Jo Pasal 32 ayat (2) dan/atau Pasal 51 ayat (1) Jo Pasal 35 Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2024 Perubahan Kedua atas Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Padahal, menurutnya, yang dilakukan oleh Khariq adalah membuat konten satire yang mempertanyakan larangan pelibatan mahasiswa dalam unjuk rasa pada 28 Agustus 2025.
Hal ini yang membuat Tim Advokasi Untuk Demokrasi kembali merasa bahwa laporan yang dialamatkan dengan pasal yang disangkakan kepada Khariq terkesan dipaksakan agar seolah-olah ada pelanggaran hukum yang dilakukan.
“Kriminalisasi terhadap Khariq akan memuluskan pembungkaman. kepada aktivitas setiap orang yang menyuarakan pendapat dan ekspresi di medsos,” tuturnya.
Sementara itu, Peneliti SAFEnet, Balqis Zakiyyah Qonita mengatakan, kasus ini menambah panjang penerapan pasal karet dalam UU ITE yang berpotensi dapat merusak nilai keadilan dan kebenaran yang tertuang dalam konstitusi.
Ia menilai penggunaan Pasal 32 ayat (1) dan (2) UU ITE yang digunakan untuk mengkriminalisasi Khariq telah menjadi "senjata baru" untuk mengkriminalisasi kritik dan ekspresi yang sah pasca-pasal pencemaran nama baik dan ujaran kebencian direvisi pada 2024.
Penggunaan pasal ini juga dinilai sangat berbahaya karena ancaman pidana pada pasal tersebut 8-9 tahun, yang membuat polisi memiliki landasan untuk melakukan penahanan.
“Pembungkaman ini tidak berhenti di Khariq Anhar. Pembungkaman ini akan menjadi preseden buruk bagi setiap orang yang menyuarakan pendapat di medsos,” jelasnya.
Atas masalah ini, Balqis meminta Kapolri segera menginstruksikan kepada bawahannya untuk segera memerintahkan penyidik untuk menghentikan seluruh proses penyidikan terhadap Khariq dan mencabut status tersangka.
Lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika segera mengeluarkan pernyataan publik yang menegaskan komitmen negara dalam menjamin kebebasan berekspresi di ruang digital, khususnya terhadap kritik yang dilontarkan warga, serta menghimbau seluruh pihak untuk tidak lagi menggunakan UU ITE sebagai instrumen kriminalisasi.
Sebagai gambaran, Khariq dilaporkan setelah menimpa teks di atas tangkapan layar sebuah artikel berita dari media Redaksi Kota.
Berita tersebut menyoal pernyataan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal tentang demonstrasi pada 28 Agustus 2025. Judul berita dari Redaksi Kota adalah, “Said Iqbal Tegaskan agar Anarko, Pelajar & BEM Jangan Gabung Aksi 28 Agustus: Ini Murni Isu Buruh!”
Sedangkan, Khariq dalam unggahan di akun Instagram @aliansimahasiswapenggugat menggunakan cara timpa teks untuk mengganti judulnya dengan, “Said Iqbal Tegaskan agar Anarko, Pelajar & BEM Segera Gabung Aksi 28 Agustus: Ini Murni Gerakan Rakyat Indonesia!”.