10 Oktober 2024
11:46 WIB
Pemerintah Wajib Rumuskan Kebijakan Tepat Untuk Pekerja Gig Seperti Ojol
Pekerja ojol sumbangsihnya sangat besar, lebih dari Rp900 triliun dari sisi transaksi. Namun, ojol sejatinya adalah pekerjaan transisi, tanpa upskilling, apa yang terjadi belasan tahun lagi?
Sejumlah pengemudi ojek daring menunggu penumpang di Jalan Raya Margonda, Kota Depok, Jawa Barat, R abu (20/3/2024). Antara Foto/Yulius Satria Wijaya
JAKARTA - Pemerintah diminta berhati-hati dalam membuat kebijakan terkait ojek online (ojol), sehingga industri tersebut dapat berkembang dan terus memberikan kontribusi positif. Pasalnya, ojol sejauh ini sudah membantu pemerintah dalam menyerap tenaga kerja dan menggerakkan perekonomian.
"Pemerintah perlu berterima kasih kepada industri ini karena turut memberikan kontribusi besar pada PDB (produk domestik bruto). Oleh karenanya, perlu ada regulasi khusus. Namun, harus diatur dengan hati-hati karena kita harus jaga industrinya tetap tumbuh," kata Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan di Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan juga anggota DPR, Muhammad Hanif Dhakiri, dikutip dari keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (10/10).
Untuk diketahui, pekerja gig ialah orang yang bekerja dengan jangka waktu tertentu atau berdasarkan proyek (on demand). Untuk itu, ia menekankan, dalam membuat regulasi, pemerintah jangan selalu mengambil jalan pintas dengan membebankan seluruh tanggung jawab kepada perusahaan aplikator.
Menurutnya, negara juga perlu hadir dan berkontribusi terhadap kesejahteraan ojol. Dengan kata lain, kesejahteraan adalah kewajiban pemerintah, bukan kewajiban perusahaan sehingga pemerintah harus terlibat dalam arti yang sebenar-benarnya.
"Mulai dari akses pelatihan, akses jaminan sosial, dan lainnya, kalau perlu kasih subsidi. Pekerja formal iuran jaminan sosialnya ditanggung perusahaan, lalu kalau pekerja gig, siapa? Pemerintah harus berkontribusi juga, jangan hanya memaksa platform atau pekerja yang bayar. Kalau saya ditanya siapa yang bertanggung jawab untuk jaminan sosial? Saya bilang pemerintah karena konstitusi bilang begitu," ujar Hanif.
Oleh karena itu, lanjut Hanif, pelatihan yang diberikan pemerintah kepada ojol tidak hanya pada pelatihan berkendara, melainkan juga pada peningkatan keahlian.
"Aksesnya bukan pelatihan berkendara, tetapi pelatihan untuk bisa naik kelas, dianggap sebagai wirausahawan sehingga bisa bangun entitas bisnis yang bagus," ucapnya.
Hal senada juga diungkapkan Akademisi Universitas Brawijaya, Budi Santoso. Menurutnya, berdasarkan rekomendasi Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization/ILO), hubungan ojol dengan perusahaan memang menunjukkan pengemudi ojol bukan pekerja.
"Pengertian pekerja itu memang worker yang terdiri dari employee dan self employed. Hasil riset kami menunjukkan, saat ini 81% pengemudi ojol menjadikan ojek online sebagai pekerjaan utama sehingga terdapat kebutuhan peningkatan skill di luar mengemudi untuk meningkatkan kapasitas kemampuan pekerja gig ini, untuk dapat masuk ke sektor formal atau pekerjaan yang lebih baik," kata Budi.
Pengangguran Dan Kemiskinan
Senada, Peneliti dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Rani Septyarini menyampaikan pentingnya pemerintah memberikan regulasi yang tepat bagi ojol. Hal ini nantinya akan berdampak besar tidak hanya pada para mitra pengemudi ojol, tetapi juga bagi kesejahteraan masyarakat secara luas.
Ia menyatakan, Celios membandingkan antara kabupaten yang memiliki atau terdapat ojol (ride hailing) dengan yang tidak terdapat ojol. Hasilnya menunjukkan, kabupaten yang memiliki ride hailing, tingkat penganggurannya 37% lebih rendah dibandingkan kabupaten yang tidak punya ride hailing.
"Tingkat kemiskinan di kabupaten yang memiliki ride hailing juga turun 18%," kata Rani.
Dengan besarnya peran ojol tersebut, sebut Rani, tidak salah jika pemerintah perlu memberikan perhatian lebih kepada industri tersebut, termasuk pada peningkatan keahlian para pekerja ojol.
"Pekerja ojol sumbangsihnya sangat besar untuk ekonomi digital, lebih dari Rp900 triliun dari sisi transaksi. Namun, ini adalah pekerjaan transisi, jika tidak ada upskilling, nanti apa yang akan terjadi pada mereka belasan tahun lagi? Kita harus memikirkan regulasi yang tepat," ujarnya.
Sementara itu, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) mengakui kontribusi ojol sangat besar terhadap perekonomian. Oleh sebab itu, Kemenko Perekonomian saat ini tengah menggodok regulasi yang tepat terkait hubungan kerja antara pekerja gig dan perusahaan aplikator.
"Tantangan pekerja platform ini memang harus bisa dijawab dengan peraturan Permenaker. Pekerja platform adalah entitas sendiri di luar mitra dan pekerja. Untuk itu, perlu dibuat satu aturan Kemenaker yang melibatkan Kemenhub dan juga Kemenkominfo," kata Asisten Deputi Harmonisasi Ekosistem Ketenagakerjaan Kemenko Perekonomian Nuryani Yunus.
Siapkan Kebijakan
Sebelumnya, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, pemerintah mulai menyiapkan kebijakan terkait perlindungan pengemudi ojek online (ojol).
“Kami sedang siapkan, mungkin yang paling cepat akan berupa Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker). Kami sedang review dan kita optimalkan pada kuartal IV ini,” kata Susi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu.
Dia melanjutkan, pengemudi ojol kerap dianggap bukan pekerja lantaran disebut sebagai mitra oleh perusahaan aplikasi yang menaungi. Hal itu menimbulkan kekhawatiran para pengemudi ojol tidak mendapatkan hak-hak ketenagakerjaan.
“Kami ingin semua pekerja itu juga mempunyai hak terkait dengan jaminan ketenagakerjaan, jaminan kesehatan, dan lainnya dapat semua. Itu yang akan kami lakukan,” ujarnya.
Namun, dia tidak memastikan apakah status mitra itu akan dihapus, mengingat pekerja ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan pekerja pada umumnya. Menurut Susi, tinjauan yang dilakukan oleh pemerintah akan menyasar pada penyesuaian jaminan ketenagakerjaan dengan perjanjian kerja antara pengemudi ojol dengan perusahaan.
“Dengan posisi itu, ada beberapa catatan. Apakah jaminan ketenagakerjaan dan kesehatan itu tidak bisa penuh. Itu yang akan kami review. Kalau pemerintah perlu hadir, Pemerintah akan bantu,” tutur dia.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyatakan, akan mengupayakan mediasi antara aplikator dan mitra untuk mencari solusi terkait persoalan-persoalan yang dihadapi oleh pengemudi ojol. Budi Arie mengatakan, langkah ini dilakukan untuk memastikan bahwa baik aplikator maupun pekerja ojol mendapatkan solusi yang adil dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Perwakilan Koalisi Ojol Nasional (KON), Kamis (29/8) menyampaikan persoalan-persoalan yang mereka hadapi kepada Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Angga Raka Prabowo. KON menuntut revisi dan penambahan pasal dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2012 tentang Formula Tarif Layanan Pos Komersial untuk mitra ojek online dan kurir online di Indonesia.
Menurut koalisi, Kemenkominfo wajib mengevaluasi dan mengawasi, segala bentuk kegiatan bisnis dan program aplikator yang dianggap mengandung unsur ketidakadilan terhadap mitra pengemudi ojek dan kurir.