17 September 2025
19:13 WIB
Pembahasan RUU Perampasan Aset Usai Pengesahan RUU KUHAP
DPR beralasan, butuh payung hukum acara untuk dasar pelaksanaan RUU Perampasan Aset saat diterapkan.
Penulis: Gisesya Ranggawari
Editor: Leo Wisnu Susapto
Ilustrasi barang sitaan hasil kejahatan. AntaraFoto/Reno Esnir.
JAKARTA - Anggota Komisi III DPR, Sarifuddin Sudding mengatakan, DPR berkomitmen untuk segera menyelesaikan RUU Perampasan Aset. Namun masih perlu menungu pengesahan Revisi UU KUHAP agar selaras dengan prosedur hukum.
Menurutnya tanpa payung hukum acara yang kuat dan menyeluruh dari UU KUHAP, implementasi perampasan aset berisiko menimbulkan kesewenang-wenangan, pelanggaran hak asasi warga negara, serta potensi penyalahgunaan kekuasaan.
"Nantinya bisa dipersoalkan secara hukum di kemudian hari. Maka KUHAP penting untuk diselesaikan dan diselaraskan dengan RUU Perampasan Aset," kata Sudding kepada wartawan, Rabu (17/9) di Jakarta.
Sudding menambahkan, KUHAP merupakan fondasi utama hukum acara pidana di Indonesia. Maka, menurut dia, KUHAP menjadi pedoman batasan dan kewenangan aparat penegak hukum.
Saat ini Revisi KUHAP tengah dibahas oleh Komisi III DPR. Oleh karena itu itu, Sudding mengatakan penyelesaian RUU KUHAP masih menjadi prioritas, dibanding UU lainnya, terlebih ditarget bisa diimplementasikan pada 1 Januari 2026.
"Revisi KUHAP harus menjadi prioritas utama sebelum melangkah lebih jauh ke RUU Perampasan Aset. Ini bukan hanya soal prosedural, tapi menyangkut kepastian hukum, perlindungan HAM, dan efektivitas penegakan hukum secara menyeluruh," papar dia.
Lebih lanjut, Sudding menyebut aturan hukum terkait perampasan aset tersebar di berbagai UU, seperti UU Tipikor, UU TPPU, dan UU Kejaksaan. Dia mengatakan Revisi KUHAP bisa menjadi solusi untuk melakukan harmonisasi regulasi tersebut.
"Dengan sistem hukum yang harmonis dan seragam, penegakan hukum akan berjalan lebih efektif serta menghindarkan kebingungan dalam implementasi," jelas Sudding.
Kendati demikian, Politikus PAN ini menegaskan pihaknya berkomitmen menyelesaikan RUU Perampasan Aset. Menurut dia, RUU Perampasan Aset dan RUU KUHAP akan menjadi langkah untuk membangun kepercayaan publik terhadap sistem hukum Indonesia.
"Bukan berarti kita tidak serius dalam mengejar koruptor dan menindak pidana ekonomi. Tapi pendekatannya harus komprehensif. KUHAP yang kuat akan menjadikan RUU Perampasan Aset sebagai instrumen hukum yang legitimate, tidak tebang pilih, dan bisa dipertanggungjawabkan secara hukum maupun moral," tutur dia.
Sebelumnya, gelombang aksi yang dilakukan pada 25-31 Agustus 2025 menghasilkan tuntutan 17+8 yang beragam dari masyarakat. Salah satu tuntutan yang disampaikan adalah untuk segera mengesahkan dan menegakkan UU Perampasan Aset Koruptor.
RUU Perampasan Aset sempat masuk dalam Prolegnas Prioritas 2023. Hingga Pemilu 2024, RUU Perampasan Aset belum juga dibahas. Setelah pergantian Presiden hingga anggota DPR, RUU ini hanya masuk di Prolegnas Jangka Menengah.
Pasca rapat evaluasi Prolegnas bersama Badan Legislasi DPR dan Panitia Perancang Undang-Undang DPR akhirnya disepakati bahwa RUU Perampasan Aset masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025.