17 April 2023
20:53 WIB
Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi
Editor: Nofanolo Zagoto
JAKARTA - Beberapa hari belakangan ini, Yudi (41) kadang tersenyum sendiri membayangkan suasana rumahnya di kampungnya. Ya, Yudi sudah tak sabar lagi menyaksikan reaksi keluarganya di kampung saat menerima buah tangan mukena dan sarung yang sudah dibelinya sebelum bulan Ramadan.
“Tapi enggak bisa bawa banyak-banyak, tempatnya (bagasi) harus berbagi sama yang lain,” katanya saat berbincang dengan Validnews, Jumat (14/4).
Ucapan Yudi merujuk pada kondisi bagasi mobil yang akan ditumpanginya untuk mudik. Dirinya mau tak mau harus berbagi ruang bagasi karena pulang bareng dengan lima orang temannya. Pembagiannya wajib adil. Karena yang lain juga membawa oleh-oleh untuk keluarga masing-masing.
Yudi, dan juga kelima temannya, sehari-hari berdagang bakso keliling di sekitaran Sukabumi, Jawa Barat. Sudah tujuh tahun Yudi melakoni profesi ini, bekerja untuk seorang juragan bakso yang juga berasal dari kampung dari yang sama, Malang, Jawa Timur.
Pada tahun-tahun pertamanya merantau, Yudi sempat mencoba mudik menggunakan kereta. Akan tetapi, ongkosnya terbilang besar buat Yudi. Hal yang sama juga kerap dikeluhkan teman-temannya.
Makanya, semenjak tiga tahun lalu tercetus ide di antara mereka untuk pulang bareng menggunakan mobil sewaan.
“Awal-awal itu diajak teman, sampai sekarang jadi mudik bareng terus,” ujarnya.
Kini, mudik bersama menjadi opsi yang paling Yudi sukai. Alasannya utamanya, dia bisa menghemat biaya dibanding opsi mudik dengan kereta api. Sepengalaman Yudi, harga tiket kereta api pasti melambung jelang Lebaran.
Nah, dengan menggunakan mobil sewaan, Yudi dan teman-temannya, bisa lebih leluasa mengatur waktu. Soal, kenyamanan, juga bisa lebih didapat karena selama perjalanan dikelilingi oleh orang-orang yang dikenal.
Selain lebih nyambung dalam berbincang, mereka bisa bergantian saling menjaga barang bawaan atau sekadar beristirahat dimanapun saat dibutuhkan.
“Barengannya itu ya masih tetangga satu desa atau agak jauhan sedikit, jadi memang sudah kenal dari kecil,” ujarnya.
Sebagaimana Yudi, Arif (23) juga memutuskan mudik bersama teman-temannya menggunakan mobil sewaan tahun ini. Para pekerja pabrik di Karawang, Jawa Barat, ini akan menuju kampung halamannya di Kebumen, Jawa Tengah.
Tak seperti Yudi, teman-teman mudik Arif bukanlah tetangga desa yang dikenalnya sejak kecil. Dari lima orang teman mudiknya, hanya satu yang dia kenal betul karena satu SMK yang sama dulu. Sisanya merupakan teman-teman sekampung halaman yang justru baru dikenalnya di tanah rantau.
Kapok Mudik Dengan Sepeda Motor
Arif mengatakan, tahun ini akan menjadi kali kelimanya mudik bersama menggunakan mobil. Arif pernah mencoba mudik menggunakan sepeda motor ketika pertama kali merantau. Namun setelahnya Arif kapok, karena sempat mengalami gangguan pada paru-parunya akibat perjalanan panjang menggunakan sepeda motor.
“Kalau sama teman-teman sendiri enak. Kalau capek bisa gantian, bisa istirahat dulu nyari warung di pinggir jalan,” ujarnya ketika berbincang dengan Validnews, Sabtu (15/4).
Dia bercerita, seorang teman mudiknya pernah melakukan perjalanan dalam kondisi sakit tahun lalu. Beruntung, mudik bersama membuat kondisi temannya tetap terpantau.
Arif bercerita, tahun lalu, setiap kali temannya tersebut memerlukan obat penurun demam, salah satu dari mereka akan bergegas ke apotek terdekat. Opsi lainnya, mereka akan beristirahat lebih lama di rest area.
Situasi saling menjaga teman seperjalanan mudik ini dibayangkan Arif akan lebih sulit dilakukan, apabila mereka mudik menggunakan transportasi umum.
“Kalau mau lebaran malah enggak bisa mudik (karena sakit), kan, kasihan juga. Untung bareng waktu itu,” ujarnya lagi.
Situasi saling membantu tidak hanya terjadi ketika ada teman seperjalanan yang jatuh sakit. Untuk teman-teman seperjalanan yang tidak dapat menyetir mobil misalnya, biasanya akan membantu menyediakan makanan dan minuman untuk teman-teman yang kebagian tugas menyetir mobil.
Arif yakin, perjalanan mudik seperti ini akan membuat orang-orang cenderung mengandalkan satu sama lain. Setidaknya hal itu sempat dialami seorang kenalannya yang sempat tidak bisa menyetir mobil untuk keluarganya karena cedera kaki.
Temannya tersebut akhirnya mencari teman mudik satu kampung halaman agar membantunya menyetir selama di perjalanan. Jadi, sama-sama diuntungkan.
Arif dan kawan-kawannya berencana memulai perjalanan mudik mereka pada Rabu (19/4) selepas berbuka puasa. Meski mobil mereka kini sudah terisi enam orang, dia dan teman-temannya terbuka apabila ada yang ingin mudik bersama mereka menuju Kebumen.
“Biar ongkosnya bisa ditekan lagi,” ujarnya.
Mudik Gratis Lebaran 2023
Yudi dan Arif hanyalah contoh dua perantau yang akan mudik bersama teman-teman sepekerjaannya pada tahun ini. Menurut data dari Badan Penghubung Provinsi Jawa Tengah (Jateng) saja, ada sekitar 700 pedagang bakso di Jabodetabek yang akan mudik ke Wonogiri, Jawa Tengah.
Ratusan pedagang bakso ini akan berangkat memanfaatkan program mudik gratis yang diadakan Pemerintah Provinsi Jateng.
Data yang sama menunjukkan, selama masa pendaftaran mudik gratis, ada sebanyak 1.800 paguyuban yang mendaftarkan anggotanya untuk mengikuti program dari Pemprov Jateng ini.
Selain pedagang bakso, ada juga pengemudi ojek online asal Banjarnegara, serta tukang sayur asal Klaten.
Untuk masyarakat Jateng di Sumatra, Pemprov Jateng juga mengadakan program mudik gratis. Di sana, program ini berhasil meraih sebanyak 800 pemudik yang berasal dari berbagai paguyuban perantau. Salah satunya, Paguyuban Bakul Jamu.
Langkah yang persis sama juga dilakukan Pemprov DKI Jakarta. Program mudik gratisnya bahkan sampai melibatkan 500 bus.
Menurut survei Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan, potensi pergerakan nasional pada Lebaran 2023 memang akan mencapai 45,8% dari jumlah penduduk, atau sebanyak 123,8 juta orang. Dengan kata lain, nyaris separuh penduduk Indonesia akan melakukan pergerakan di musim mudik.
Sebanyak 106 juta orang (85,9%) melakukan pergerakan untuk pulang ke kampung halaman. Sisanya, 14,1%, atau 17,8 juta orang, akan melakukan aktivitas liburan dan lainnya.
Kendaraan pemudik melintas menuju gerbang Tol Cikampek Utama, Karawang, Jawa Barat, Jumat (14/4/2023 ). Antara Foto/Muhammad Adimaja Beberapa faktor yang memengaruhi niat mudik adalah alasan keuangan keluarga 31,02%, cuti bersama 12,76% dan tidak ada covid-19 sebesar 12,6%.
Dari jumlah itu, pemudik yang memilih memakai mobil pribadi jumlahnya mencapai 27,32 juta orang (22,0%). Kemudian, sebanyak 25,13 juta orang (20,30%) memilih sepeda motor sebagai moda favorit untuk mudik.
Menurut Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah MTI Pusat Djoko Setijowarno dalam rilisnya, masalah minim fasilitas transportasi umum di daerah, masih menjadi penyebab pemudik lebih memilih kendaraan pribadi ketimbang transportasi umum.
Masalahnya, kata Djoko, banyaknya pemudik bersepeda motor ini, selain berpotensi menyebabkan kemacetan lalu lintas di ruas-ruas jalan non-tol, juga rentan memunculkan kecelakaan lalu lintas.
Untuk itu, dia mengharapkan program mudik gratis pada saat Perayaan Idulfitri atau musim Lebaran maupun Perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) dapat menjadi program nasional.
Pelaksanaannya tidak hanya di Pulau Jawa dan sebagian Pulau Sumatra, tetapi juga di daerah-daerah, termasuk di daerah kepulauan yang menggunakan kapal sebagai moda transportasinya.
Program mudik gratis juga ditekannya tujuannya memfasilitasi pemotor agar pindah menggunakan angkutan umum, dan memfasilitasi golongan tidak mampu supaya bisa ikut mudik.
Jadi, agar tidak salah sasaran, dia menyarankan agar dasar seleksinya adalah kartu-kartu yang dikeluarkan oleh Kementerian Sosial (seperti kartu prasejahtera, PKH). Untuk sumber dana bisa dari APBN dan APBD, Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) BUMN, serta dari Corparate Social Responsibility (CSR) perusahaan swasta.
Berkumpul Sejak Perjalanan
Sementara itu, pengamat sosial dari Universitas Indonesia Rissalwan Lubis menyebut mudik sebagai peristiwa budaya. Artinya, mudik bukan peristiwa yang dialami seorang saja, tetapi dialami sekumpulan orang secara bersama-sama. Mudik pun menjadi momen berkumpul dengan banyak orang.
“Itu saya kira yang menjadi dasar kenapa mudik bareng merupakan suatu pilihan yang logis karena tujuan dari mudik itu sendiri adalah berkumpul dengan orang-orang,” ujarnya ketika dihubungi Validnews, Kamis (13/4).
Dia menambahkan, meski tujuan akhir mudik adalah berkumpul dengan keluarga di kampung halaman, momen berkumpul ini sejatinya sudah dimulai sejak dalam perjalanan. Selama ada ikatan emosional di antara pemudik, selama itu pula momen berkumpul terbangun.
Dia berpendapat, selama ada ikatan ini pemudik akan merasakan kenyamanan selama perjalanan. Bahkan, ketika perjalanan itu terasa tidak menyenangkan sekalipun.
“Mudik itu selalu erat dengan macet, dengan orang berebut kendaraan umum, dan sebagainya. Tapi, dengan dia pergi bareng dengan orang-orang sekampungnya, mungkin kesulitan ketika mereka di jalan saat mudik itu akan lebih tertutupi,” paparnya.
Rissalwan menjelaskan, dari sisi psikologis mudik merupakan semacam cara untuk seseorang kembali ke dunianya yang nyata.
“Ini orang menginginkan realitas dia di masa lalu, sementara ketika dia bekerja itu sebetulnya bukan realitas (bagi dia),” ujarnya.
“Realitas itu adalah berkumpul dengan keluarga besarnya,” serunya.
Dia menjelaskan, fenomena mudik bersama, merupakan tradisi yang dia lihat ada di masyarakat kelompok ekonomi menengah ke bawah. Ini merupakan salah satu temuan dari penelitian tesisnya terkait pedagang bakso di Depok, Jawa Barat.
Saat mengerjakan penelitian itu, dia bertemu dengan ratusan pedagang bakso yang tinggal seadanya di perantauan.
Sementara itu, keluarga mereka menetap di kampung halaman. Ketika Lebaran tiba, para pedagang ini menggunakan hasil kerja mereka selama setahun, untuk pulang dan berkumpul dengan keluarga.
“Mereka hidup dengan sangat tidak layak selama sebelas bulan ini, tapi ketika mereka pulang mereka itu kan sebagai manusia yang layak disambut,” ujarnya.
Dia melanjutkan, dalam konteks demikian fenomena mudik bareng menunjukkan, para pemudik merupakan fighter. Mereka pergi meninggalkan kampung halaman sekian lama untuk kembali pulang dan menunjukkan mereka telah sukses.
“(Mereka menunjukkan) kami adalah orang-orang yang mampu membagikan rezeki kami di kampung halaman pada orang-orang yang kenal dengan kami di masa lalu. Itu adalah statement,” tandasnya.