08 November 2025
16:07 WIB
Orang Tua Jangan Asal Beri Nama Anak, Ini Ada Aturannya
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 Tahun 2022 mengatur pembatasan nama anak paling banyak 60 huruf termasuk spasi dan jumlah kata paling sedikit dua kata
Penulis: Aldiansyah Nurrahman
Editor: Nofanolo Zagoto
Ilustrasi kelahiran anak. Shutterstock/dok
JAKARTA - Memberi nama untuk anak menjadi salah satu hal yang ditunggu-tunggu para orang tua. Nama-nama dengan berbagai arti disiapkan untuk sang buah hati.
Namun, tidak jarang nama yang disiapkan begitu panjang. Padahal, ada aturan yang membatasi pemberian nama.
Tak hanya itu, dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan juga memuat aturan lainnya yang mesti diperhatikan para orang tua, agar tidak menemukan masalah ketika mendaftarkan nama putra atau putrinya saat pencatatan dokumen kependudukan.
Lebih jelasnya, dalam Pasal 2 Permendagri Nomor 73 Tahun 2022 menyebutkan bahwa pemberian nama harus memerhatikan norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sementara itu, Pasal 4 ayat 2 mengatur bahwa ketika memberikan nama kepada anak, nama itu harus mudah dibaca, tidak mengandung makna negatif, dan tidak bersifat multitafsir. Lalu, nama anak dibatasi paling banyak 60 huruf termasuk spasi dan jumlah kata paling sedikit dua kata.
Kemudian, sebagaimana tertera di Pasal 5 ayat 1, menyebutkan pemberian nama mesti menggunakan huruf latin sesuai kaidah penulisan bahasa Indonesia. Untuk nama marga, famili, atau yang disebut dengan nama lain dapat dicantumkan di dokumen kependudukan.
Selanjutnya, Pasal 5 ayat 3 mengatur tentang hal apa saja yang dilarang ketika orangtua memberikan nama kepada anak, yakni disingkat, kecuali tidak diartikan lain. Lalu dilarang menggunakan angka dan tanda baca. Serta, dilarang mencantumkan gelar pendidikan dan keagamaan pada akta pencatatan sipil.
Menurut Pasal 7 ayat 1 dan 2, pencatatan nama yang tidak sesuai dengan ketentuan tidak akan dicatatkan dan diterbitkan dokumen kependudukannya.
Jika pejabat Disdukcapil atau perwakilan Republik Indonesia yang bertugas tetap melakukan pencatatan nama yang melanggar ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dari menteri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil.