30 September 2025
11:43 WIB
38 Orang Masih Hilang di Ponpes Sidoarjo yang Ambruk
38 orang yang hilang diduga terjebak reruntuhan bangunan musala di Ponpes Al Khoziny di Sidoarjo, Jatim.
Penulis: Aldiansyah Nurrahman
Editor: Leo Wisnu Susapto
Tim SAR gabungan mencari korban bangunan mushalla yang ambruk di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Kecamatan Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (29/9/2025) malam. ANTARA FOTO/Umarul Faruq/YU.
JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menjelaskan tim gabungan masih melanjutkan evakuasi korban ambruknya bangunan Ponpes Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (29/9). Menurut data, 38 orang belum ditemukan dan diduga terjebak dalam reruntuhan.
“Upaya assessment lokasi kejadian, pemantauan struktur bangunan yang tersisa, serta penyiapan jalur evakuasi korban menjadi fokus utama tim di lapangan,” urai Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari dalam keterangan tertulis, Selasa (30/9).
Hingga Selasa (30/9) pukul 09.00 WIB, total korban yang telah dievakuasi sebanyak 102 jiwa. Sebanyak 91 korban melakukan evakuasi mandiri dan 11 korban dievakuasi tim gabungan.
Satu dari 11 jiwa yang dievakuasi tim gabungan ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa.
Baca juga: Basarnas Catat Seorang Santri Tewas Tertimbun Bangunan Ponpes di Sidoarjo
Kemudian sebanyak 77 korban luka-luka telah dievakuasi ke sejumlah rumah sakit, masing-masing 34 jiwa ke RSUD Sidoarjo, 38 jiwa ke RS Siti Hajar dan empat jiwa ke RS Delta Surya, sementara satu korban yang meninggal dunia telah teridentifikasi.
Muhari menjelaskan, peristiwa ini disebabkan kegagalan teknologi konstruksi. Dia menerangkan, kejadian bermula sejak pagi hari ketika proses pengecoran lantai empat ponpes dilakukan.
Saat pelaksanaan salat Asar berjemaah pada pukul 15.00 WIB, tiang pondasi diduga tidak mampu menahan beban pengecoran, sehingga bangunan runtuh hingga ke lantai dasar. Peristiwa yang terjadi mendadak ini menyebabkan santri dan pekerja tertimpa material bangunan.
Abdul mengingatkan kejadian seperti ini termasuk bencana kegagalan teknologi yang perlu diantisipasi melalui penerapan standar keselamatan konstruksi secara ketat.
“Masyarakat dan pengelola bangunan bertingkat diimbau untuk memastikan pengawasan teknis pembangunan agar kejadian serupa dapat dicegah di masa mendatang,” jelas Muhari.