Ombudsman Soroti Masalah Kualifikasi Pendidikan Dalam Seleksi CPNS
Aduan soal kualifikasi pendidikan yang tidak seragam antarinstansi mendominasi pelaporan proses seleksi CPNS 2024-2025 ke Ombudsman, dan ini selalu dikeluhkan pelamar CPNS tiap tahun
Petugas melayani peserta saat melakukan verifikasi administrasi sebelum mengikuti tes Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) CPNS 2024 di Gedung HM Arsjad Thalib Lubis, Medan, Rabu (23/10/2024). AntaraFoto/Fransisco Carolio
JAKARTA - Aduan kualifikasi pendidikan yang tidak seragam antarinstitusi mendominasi pelaporan proses seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2024-2025 ke Ombudsman. Laporan ini disebut Ombudsman selalu ada tiap seleksi CPNS, terutama pada formasi tertentu.
“Jadi untuk menetapkan kompetensi calon, institusi, kementerian maupun lembaga ataupun pemerintahan daerah itu tidak seragam dalam menentukan itu. Ini banyak yang kemudian menimbulkan persoalan ketika seleksi administrasi,” kata Ketua Ombudsman Mohammad Najih di Kantor Ombudsman, Jakarta, Kamis (7//8).
Belum lagi, masalah nomenklatur program studi perguruan tinggi yang tidak seragam, sehingga menimbulkan masalah dalam seleksi.
“Ketika ini kita sampaikan kepada Kementerian Pendidikan Tinggi, kemudian Badan Akreditasi Nasional, ini juga terjadi perbedaan-perbedaan pandangan. Sejumlah perguruan tinggi memiliki fakultas yang sama, tapi prodi-prodinya tentu agak berbeda-beda. Maka sarjana-sarjananya juga ada yang lulusan dengan gelar yang berbeda-beda,” katanya.
Menurutnya, hal itu menyebabkan pelamar CPNS kadang diasumsikan tidak sesuai dengan kualifikasi yang diperlukan. Padahal, pelamar ini memiliki kualifikasi yang sama.
“Misalnya, di dalam konteks seleksi guru atau dosen. Ada contoh program studi pendidikan bahasa Inggris. Kualifikasi yang diperlukan adalah magister pendidikan bahasa Inggris. Tetapi ada yang mendaftar lulusan sastra Inggris, lulusan pendidikan sastra Inggris, lulusan pendidikan bahasa. Tapi tidak ada bahasa Inggrisnya. Tapi mereka merasa ‘saya kan orang pendidikan bahasa, jadi boleh dong mendaftar,” tuturnya.
Oleh karena itu, Ombudsman meminta panitia penyelenggaraan seleksi berikutnya dapat merumuskan solusi agar tidak merugikan calon.
Sementara itu, Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng memandang ada persoalan makro yang menyebabkan masalah dalam seleksi CPNS 2024-2025. “Di tengah itu kan kita ada isu efisiensi anggaran, ada isu transisi pemerintahan, di daerah juga ada kepala daerah yang baru. Jadi ini lingkungan makro yang tidak bisa kita apa namanya abaikan dalam evaluasi,” ujarnya.
Di samping itu, prosesnya juga ada masalah. Misalnya, terkait e-meterai yang habis. “Ada nggak pikiran lain misalnya kemudian alternatif darurat, bisa menggunakan meterai tempel yang biasa kita ini,” ujarnya.
Untuk mengatasinya, Robert meminta ada penguatan pengawasan dan penanganan laporan dalam proses seleksi CPNS. “Bukan Ombudsman kemudian menghindari pekerjaan, tapi sebaiknya ini kemudian prosesnya itu selesaikan dulu dalam. Jika ternyata inspektorat itu atau pengawas internal tidak optimal, atau keterbatasan, baru kemudian ke Ombudsman,” kata Robert.
Dia mengungkapkan, pengaduan para pelamar CPNS justru lebih banyak diajukan ke Ombudsman ketimbang instansi terkait.
Pihak yang menangani pengaduan di internal kementerian/lembaga pemerintahan diamati Robert memang masih lemah. Soal ini, Ombudsman mendorong agar inspektorat atau pihak terkait dapat melakukan penguatan.
“Karena inspektorat (K/L) kita, itu saya harus sampaikan terbuka, lemah dalam empat hal sekaligus. Lemah otoritasnya, lemah kapasitasnya, lemah dukungan sumber dayanya, anggaran dan sebagainya,” kata Robert.