06 September 2025
13:19 WIB
Muhammadiyah Ajak Umat Mengatasi Konflik Dengan Damai
Muhammadiyah ajak umat ikut telaadan Nabi Muhammad selalu hadir untk menupayakan perdamam
Editor: Leo Wisnu Susapto
JAKARTA - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir mengajak seluruh umat untuk meneladani sikap Nabi Muhammad sebagai pribadi yang senantiasa menghadirkan perdamaian di tengah konflik.
"Dalam sejarah hidup beliau, kita mendapati sosok Nabi bukan hanya sebagai rasul pembawa wahyu, juga sebagai pribadi yang menghadirkan perdamaian, persaudaraan, dan persatuan di tengah masyarakat yang penuh konflik," urai Haedar dikutip dari Antara di Jakarta, Sabtu (6/9).
Momentum Maulid Nabi, menurut dia, semestinya bisa menjadi refleksi untuk meneladani sikap Rasulullah dalam banyak peristiwa di sepanjang perjalanan dakwahnya.
Haedar melanjutkan, Rasulullah selalu menegakkan nilai perdamaian di atas pertimbangan ego pribadi maupun kepentingan kelompok.
"Piagam Madinah menjadi bukti nyata, bagaimana beliau membangun tatanan sosial-politik yang adil dan damai. Nabi tidak membangun peradaban dengan permusuhan, tetapi dengan perjanjian, pengakuan hak, dan penghargaan terhadap keberagaman," sambung dia.
Haedar mencontohkan salah satu peristiwa penting dalam sejarah Islam, yakni Perjanjian Hudaibiyah yang mengandung banyak hikmah. Pada pandangan pertama, isi perjanjian itu tampak merugikan kaum Muslimin. Nabi dan para sahabat yang berniat menunaikan umrah harus menahan diri dan kembali ke Madinah tanpa memasuki Mekkah. Namun, Nabi menerimanya dengan penuh kebijaksanaan.
"Beliau lebih memilih jalan damai ketimbang mengikuti emosi sesaat dalam situasi konflik. Kesabaran Nabi saat itu mengajarkan bahwa perdamaian bukan tanda kelemahan, melainkan strategi mulia yang membuka jalan kemenangan lebih besar," ucap Haedar.
Ia menegaskan perdamaian adalah kekuatan moral yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Kekuatan sejati seorang pemimpin bukan terletak pada keberanian berperang, melainkan pada kemampuan menahan diri, memilih dialog, dan meneguhkaanjut dian kedamaian.
"Perjanjian Hudaibiyah adalah bukti nyata bahwa manfaat terbesar lahir dari pilihan damai, bukan dari pertikaian," lanjut dia.
Keputusan Nabi menerima perjanjian itu terbukti membawa dampak besar. Perdamaian membuka jalan dakwah Islam yang lebih luas, hingga akhirnya kaum Quraisy masuk Islam secara berbondong-bondong. Perjanjian Hudaibiyah mengajarkan bahwa menahan diri dari konflik lebih bermanfaat daripada terlibat dalam permusuhan.
“Nilai besar dari teladan Rasulullah sesungguhnya sangat relevan untuk kehidupan kita saat ini. Indonesia sebagai bangsa yang majemuk seringkali dihadapkan pada ketegangan politik, pertarungan kepentingan, dan godaan sektarianisme (pembelaan terlalu berlebihan pada sekte atau aliran tertentu). Dalam dinamika sosial dan politik kita, masih sering kita saksikan bagaimana perbedaan justru menjadi alasan untuk saling merendahkan, bahkan memecah belah," tuturnya.
Haedar berpesan agar para pemimpin bangsa, baik tokoh agama, tokoh masyarakat, maupun pejabat publik agar bercermin pada keteladanan Nabi Muhammad. Rasulullah mengajarkan bahwa kepemimpinan bukanlah alat untuk meneguhkan kepentingan pribadi atau golongan, melainkan amanah untuk menghadirkan maslahat, keadilan, dan persatuan.
“Ketika pemimpin mengedepankan perdamaian, menumbuhkan kepercayaan dan merangkul semua pihak, bangsa ini akan semakin kokoh," kata Haedar.