c

Selamat

Senin, 17 November 2025

NASIONAL

26 Januari 2024

19:06 WIB

Moeldoko Sebut Presiden Miliki Hak Untuk Berpolitik

Jika ingin berkampanye, presiden wajib ambil cuti dan dilarang menggunakan fasilitas negara, kecuali fasilitas pengamanan dari pasukan pengamanan presiden (paspampres)

Moeldoko Sebut Presiden Miliki Hak Untuk Berpolitik
Moeldoko Sebut Presiden Miliki Hak Untuk Berpolitik
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko pada saat memberikan keterangan kepada media di Masjid Jami' Nurul Huda, Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Jumat (26/1/2024). Antara/Vicki Febrianto.

MALANG - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, presiden memiliki hak untuk berpolitik sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Menurutnya, presiden merupakan figur yang memiliki jabatan politik sehingga hak-hak politik juga melekat padanya.

"Presiden sebagai figur yang memiliki jabatan politik, tentu hak-hak politiknya juga melekat dan ini diatur dalam Undang-Undang Pemilu," kata Moeldoko seperti dilansir Antara di Malang, Jawa Timur, Jumat (26/1).

Moeldoko menjelaskan, hak politik seperti turut serta dalam melaksanakan kampanye bukan hanya menjadi hak seorang presiden saja, tetapi juga pada wakil presiden, seluruh menteri dan pejabat publik yang ada. Hak-hak tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), pada bagian kedelapan tentang Kampanye Pemilu oleh Presiden dan Pejabat Negara Lainnya.

Aturan terkait diperbolehkan presiden mengikuti kampanye, tertuang dalam Pasal 299 poin pertama yang menyebutkan, presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye. Kemudian, pada poin kedua disebutkan pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota partai politik mempunyai hak melaksanakan kampanye. Selain itu juga, pejabat negara lainnya yang bukan berstatus sebagai anggota partai politik juga bisa melaksanakan kampanye.

Pejabat negara lainnya tersebut, bisa melaksanakan kampanye jika yang bersangkutan sebagai calon presiden atau wakil presiden, anggota tim kampanye dan pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU.

"Sangat jelas disebut di sana, presiden dan wakil presiden, para menteri dan seluruh pejabat publik memiliki hak untuk melakukan kampanye. Secara undang-undang seperti itu," tuturnya.

Dia menambahkan, terkait pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebutkan, presiden dan menteri memiliki hak demokrasi dan politik untuk mengikuti kampanye, Moeldoko menyampaikan, hal tersebut memang sudah sesuai dengan aturan mengingat Indonesia adalah negara hukum. Dalam undang-undang tersebut, lanjutnya, juga sudah disebutkan dengan sangat jelas, presiden, wakil presiden dan pejabat negara diperbolehkan untuk berkampanye sepanjang tidak menggunakan fasilitas negara.

"Indonesia ini adalah negara hukum, negara demokrasi, sehingga acuannya hukum. Jadi jangan kemana-mana, standarnya hukum. Jangan diukur dengan standar perasaan, tidak ketemu. Rasanya tidak cocok, tidak begitu," katanya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi di Jakarta, Rabu (24/1), mengatakan presiden maupun menteri memiliki hak demokrasi dan politik yang membolehkan mereka untuk ikut kampanye pemilu selama tidak menggunakan fasilitas negara. Jokowi mengatakan, hal itu untuk menanggapi adanya sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju yang masuk sebagai tim sukses untuk mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden peserta Pilpres 2024.

Banyak Disalahartikan
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menilai, pernyataan Presiden Joko Widodo terkait presiden boleh berkampanye, telah banyak disalahartikan.

"Pernyataan Bapak Presiden di Halim, Rabu (24/1), telah banyak disalahartikan. Apa yang disampaikan oleh Presiden dalam konteks menjawab pertanyaan media tentang menteri yang ikut tim sukses," kata Ari.

Dia mengatakan, Presiden dalam merespons pertanyaan itu, memberikan penjelasan terutama terkait aturan main dalam berdemokrasi bagi menteri ataupun presiden.

"Dalam pandangan Presiden, sebagaimana diatur dalam pasal 281 Undang-Undang No.7 tahun 2017 tentang pemilu bahwa kampanye pemilu boleh mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, dan juga kepala daerah dan wakil kepala daerah. Artinya, presiden boleh berkampanye. Ini jelas ditegaskan dalam undang-undang," kata Ari.

Tetapi, kata dia, ada persyaratan yang harus dipenuhi jika presiden ikut berkampanye. Pertama, tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sesuai aturan yang berlaku. Kedua, menjalani cuti di luar tanggungan negara.

Dia mengatakan dengan diizinkannya presiden untuk berkampanye, artinya Undang-Undang Pemilu juga menjamin hak presiden untuk mempunyai preferensi politik pada partai atau pasangan calon tertentu sebagai peserta pemilu yang dikampanyekan. Tentu dengan tetap mengikuti pagar-pagar yang telah diatur dalam undang-undang.

"Sekali lagi, apa yang disampaikan Presiden Jokowi bukan hal yang baru. Koridor aturan terkait hal ini sudah ada pada Undang-Undang Pemilu. Demikian pula dengan praktik politiknya juga bisa dicek dalam sejarah pemilu setelah reformasi," kata dia.

"Presiden-presiden sebelumnya, mulai presiden ke-5 dan ke-6, yang juga memiliki preferensi politik yang jelas dengan partai politik yang didukungnya dan ikut berkampanye untuk memenangkan partai yang didukungnya," ujar Ari.

Selain itu, kata dia, dalam pernyataannya di Lanud Halim Perdanakusuma, Rabu (24/1) Presiden Widodo juga menegaskan bahwa semua pejabat publik/pejabat politik harus berpegang pada aturan main.

"Kalau aturan memperbolehkan, silakan dijalankan. Kalau aturan melarang maka tidak boleh dilakukan. Itu artinya, Presiden menegaskan kembali bahwa setiap pejabat publik/pejabat politik harus mengikuti/patuh pada aturan main dalam berdemokrasi," jelasnya.

Moeldoko pun menilai, pernyataan Presiden RI Joko Widodo yang menyebutkan presiden dan menteri memiliki hak demokrasi dan politik untuk mengikuti kampanye, adalah bagian dari edukasi demokrasi. "Jadi, konteks Presiden kemarin adalah dalam memberikan pembelajaran berdemokrasi. Ikuti undang-undangnya," kata Moeldoko.

Izin Ke Dirinya Sendiri
Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari menjelaskan, jika Presiden RI Joko Widodo memutuskan untuk ikut kampanye selama pemilihan umum (Pemilu) 2024, maka dia bakal mengajukan cuti kepada dirinya sendiri.

“Dia mengajukan cuti (kepada dirinya sendiri), iya kan presiden cuma satu,” kata Hasyim menjawab pertanyaan wartawan saat dia ditemui di Jakarta, Kamis.

Hasyim, dalam kesempatan yang sama, menjelaskan hak politik presiden untuk terlibat kampanye dilindungi dan diatur oleh peraturan perundang-undangan. Dia menerangkan, pasal Pasal 281 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu, mengatur tata cara presiden ikut kampanye.

Di antaranya wajib ambil cuti karena selama kegiatannya berkampanye, presiden dilarang menggunakan fasilitas negara, kecuali fasilitas pengamanan dari pasukan pengamanan presiden (paspampres). Dalam aturan itu, presiden juga cuti di luar tanggungan negara. Artinya presiden tidak mendapatkan gaji dan tunjangan-tunjangan jika dia ikut kampanye.

Sementara itu, aturan yang sama juga berlaku untuk menteri-menteri yang terlibat kampanye. “Menteri yang akan berkampanye mengajukan surat izin kepada presiden, dan kemudian presiden memberikan surat izin. Dan, setiap surat yang dibuat para menteri yang akan kampanye, surat izin yang diterbitkan presiden itu, KPU selalu mendapatkan tembusan,” kata Hasyim.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar