c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

18 September 2025

08:46 WIB

MK Nilai Perlu Traffic Light Ramah Buta Warna Parsial

Penyediaan traffic light ramah buta warna parsial di UU Lalin sejalan dengan pelaksanaan UU Disabilitas.

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>MK Nilai Perlu Traffic Light Ramah Buta Warna Parsial</p>
<p>MK Nilai Perlu Traffic Light Ramah Buta Warna Parsial</p>

 Traffic light di simpang kantor DPRD Provinsi Bengkulu. Antara.

JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menilai, pemerintah perlu menyediakan alat isyarat lalu lintas (lalin) yang mengakomodasi kebutuhan penyandang defisiensi penglihatan warna atau buta warna parsial seperti lampu lalin (traffic light).

Hakim Konstitusi Arsul Sani saat membacakan pertimbangan hukum Putusan Nomor 149/PUU-XXIII/2025 di Jakarta, Rabu (17/9) menegaskan, instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang lalin, harus melindungi dan memberikan kesamaan kesempatan, termasuk kepada penyandang disabilitas.

Baca juga: Sejarah Terciptanya Lampu Lalu Lintas

“Penting bagi Mahkamah menegaskan agar pemangku kewenangan atau instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang lalu lintas memberikan pemenuhan dan kesamaan kesempatan serta pelindungan terhadap penyandang disabilitas dalam semua ragam dan spektrum,” kata Arsul dikutip dari Antara.

“Termasuk mereka yang mengalami buta warna parsial dengan melengkapi sarana dan prasarana lalu lintas yang melindungi dan memberikan rasa aman bagi mereka semua, termasuk menyediakan alat pemberi isyarat lalu lintas yang mengakomodasi kebutuhan penyandang defisiensi penglihatan warna,” sambung dia.

Perkara ini diajukan oleh dua orang wartawan penyandang buta warna parsial, Singgih Wiryono dan Yosafat Diva Bayu Wisesa. Mereka salah satunya mempersoalkan norma Pasal 25 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).

Pasal tersebut mengatur setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan berupa alat pemberi isyarat lalu lintas. Namun, menurut para pemohon, norma tersebut tidak sepenuhnya mengakomodasi pengguna jalan yang mengidap buta warna sebagian.

Oleh sebab itu, Singgih dan Yosafat meminta pasal tersebut dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai menjadi alat pemberi isyarat lalu lintas harus mengakomodasi penyandang defisiensi penglihatan warna, seperti mengubah warna dan/atau bentuk dan/atau jarak antar lampu alat pemberi isyarat lalu lintas.

Baca juga: Asal Usul Warna Pada Lampu Lalu Lintas

Menurut Mahkamah, pasal yang diuji merupakan norma yang telah memberikan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemerintah untuk memberikan pelindungan dan rasa aman bagi semua warga negara, termasuk penyandang disabilitas.

Terlebih lagi, kata Arsul, setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, pelindungan terhadap penyandang disabilitas dalam spektrum apa pun semestinya lebih serius dilaksanakan.

Oleh sebab itu, Mahkamah menilai persoalan yang dihadapi oleh pemohon bukan merupakan persoalan konstitusionalitas norma, melainkan lebih kepada persoalan penerapan norma yang belum dilaksanakan secara baik.

“Namun demikian, sebagaimana telah dikemukakan di atas, negara, in casu (dalam hal ini) pemerintah baik pusat maupun daerah, dari waktu ke waktu, harus menunjukkan keinginan yang kuat untuk menyediakan, meningkatkan fasilitas dan perlengkapan di ruang publik bagi warga negara yang memiliki keterbatasan, penyandang disabilitas, guna memastikan agar adanya kesamaan kesempatan, akses dan perlindungan bagi semua warga negara,” tutur Arsul.

Mahkamah menilai Yosafat tidak memiliki kedudukan hukum sehingga permohonannya tidak dapat diterima. Sementara itu, dalil yang diajukan Singgih dinyatakan tidak beralasan menurut hukum sehingga permohonannya ditolak.

“Menyatakan permohonan Pemohon II tidak dapat diterima. Menolak permohonan Pemohon I untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar