c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

NASIONAL

06 Mei 2025

12:37 WIB

MK Diminta Putuskan Rapat DPR Wajib di Gedung DPR 

Advokat uji materi UU MD3 dan minta semua rapat DPR wajib digelar di gedung DPR untuk efisiensi.

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>MK Diminta Putuskan Rapat DPR Wajib di Gedung DPR&nbsp;</p>
<p>MK Diminta Putuskan Rapat DPR Wajib di Gedung DPR&nbsp;</p>

Ilustrasi suasana rapat DPR dengan mitra kerja di gedung parlemen. menpan.go.id.

JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menerima uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Pemohon uji materi, meminta MK untuk mewajibkan semua rapat DPR digelar di gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Pemohon, advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak mengajukan uji materi Pasal 229 UU MD3 yang dinilai tidak membubuhkan aturan lokasi rapat anggota dewan.

"Akan tidak adil ketika gedung yang sudah dibangun tersebut justru tidak digunakan sebagaimana mestinya karena DPR lebih menggunakan rapat di hotel, apalagi dilakukan di tengah lembaga-lembaga lain yang sedang gencar melakukan efisiensi anggaran," kata kuasa hukum Zico, Putu Surya Permana Putra, dikutip dari Antara di Jakarta, Selasa (6/5).

Pasal 229 UU MD3 menguraikan, semua rapat di DPR pada dasarnya bersifat terbuka, kecuali rapat tertentu yang dinyatakan tertutup.

Permohonan ini teregister dengan Nomor 42/PUU-XXIII/2025. Pemohon ingin MK menafsirkan kembali norma tersebut dengan mengatur kewajiban pelaksanaan rapat di Gedung DPR.

Baca juga: DPR Bantah Isu Jokowi Bakal Terbitkan Perppu MD3

Pemohon dalam petitumnya berharap MK menyatakan, pasal dimaksud dimaknai menjadi, semua rapat di DPR wajib dilakukan di Gedung DPR kecuali terdapat keadaan tertentu yang menyebabkan fasilitas di seluruh ruang rapat di gedung DPR tidak dapat digunakan atau berfungsi dengan baik.

Ia tidak hanya menyoal lokasi rapat DPR saja, tetapi juga menguji konstitusionalitas kata "fraksi" dalam Pasal 12 dan Pasal 82 UU MD3 serta frasa "tugasnya sebagai wakil rakyat" dalam Pasal 12 ayat 4 UU MD3.

Ketentuan mengenai fraksi dalam Pasal 12 dan Pasal 82 UU MD3 seolah memberikan cengkeraman yang berlebih terhadap anggota DPR. Kebebasan individu anggota dewan dinilai menjadi terbatas karena penentuan pemungutan suara lebih mengutamakan fraksi, bukan suara individual legislator.

Fraksi dalam tubuh perwakilan rakyat dinilai menyebabkan partai politiklah yang mengontrol kebijakan-kebijakan, bukan rakyat sebagai konstituen.

Pemohon menilai masyarakat akan rugi jika anggota dewan yang mereka pilih pada akhirnya masih dikendalikan oleh partai politik melalui fraksi.

Oleh sebab itu, Zico memohon agar MK menghapus kata "fraksi" dalam Pasal 12 dan Pasal 82 UU MD3 atau menyatakan frasa "tugasnya sebagai wakil rakyat" dalam Pasal 12 ayat 4 UU MD3 dimaknai menjadi "tugasnya sebagai wakil rakyat untuk dapat menyampaikan pendapat secara perseorangan wakil rakyat dan bukan atas nama fraksi."

Masih terkait eksistensi fraksi, Zico juga mempersoalkan frasa "hak dan kewajiban anggota DPR" dalam Pasal 82 UU MD3. Ia memohon frasa itu dimaknai sebagai "hak dan kewajiban perseorangan anggota DPR untuk menyatakan pendapatnya perseorangan tanpa pengaruh dan atas nama fraksi."

Dalam permohonan tersebut, Zico turut mempersoalkan ihwal penggantian antarwaktu atau hak recall partai politik. Beleid itu dikhawatirkan mengancam independensi parlemen karena memberikan pengaruh yang besar bagi partai politik terhadap kadernya dan tidak relevan dengan prinsip negara demokrasi.

Agar DPR tidak diartikan sebagai "Dewan Perwakilan Partai", imbuh Zico, seharusnya hak recall tidak hanya diberikan kepada partai politik, tetapi juga kepada rakyat selaku pemegang kedaulatan.

Mengenai hak recall itu, ia di antaranya meminta MK menyatakan frasa "diusulkan oleh partai politiknya" dalam Pasal 239 UU MD3 dimaknai menjadi "diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang kemudian diputuskan oleh rakyat melalui pemilihan kembali."

Sidang pendahuluan Perkara Nomor 42/PUU-XXIII/2025 ini telah digelar di MK, Jakarta, Senin (5/5). Mahkamah memberi waktu hingga Senin (19/5) jika Pemohon ingin memperbaiki permohonannya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar