c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

28 Maret 2023

20:45 WIB

Mengurai Masai Persoalan Jalan Berlubang

Perencanaan dan pengelolaan yang belum optimal serta potensi korupsi menjadi kendala mulusnya jalan di tanah air.

Penulis: James Fernando

Editor: Leo Wisnu Susapto

Mengurai Masai Persoalan Jalan Berlubang
Mengurai Masai Persoalan Jalan Berlubang
Petugas Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Depok memperbaiki jalan rusak di Jalan Boulevard Grand Depok City, Depok, Senin (27/3/2023). ValidNewsID/Fikhri Fathoni

JAKARTA – Jalan perbatasan antara Provinsi DKI Jakarta dan Banten yang terletak di Jalan Hos Cokroaminoto, jadi ruas jalan warga dari dan menuju dua provinsi. Meski penuh lubang di kedua sisi, pengendara tak surut meramaikan lalu-lintas di kedua jalur. 

“Sekitar November (2022) diperbaiki, tapi tak bertahan lama. Awal tahun ini, kembali berlubang,” papar Immanuel Christian Simanungkalit (30), salah seorang warga yang melintasi jalan itu, saat berbincang dengan Validnews, Senin (27/3).  

Chris, sapaan akrabnya, saban hari melewati kedua ruas jalan ini, untuk bekerja dan pulang ke rumah. Sudah beberapa tahun belakangan ruas jalan itu menjadi lintasannya. 

Belakangan, Chris menilai, lubang di jalan ini bertambah banyak. Kerusakan lebih parah. Karena kian banyaknya lubang, kecelakaan makin kerap terjadi di sana. Adapun penyebab kerusakan, adalah genangan air hujan ditambah tonase kendaraan berat.  

Warga Banten lainnya, Dwi Putra (34) pun heran dengan kondisi Jalan HOS Cokroaminoto yang kerap rusak. Sepengetahuannya, ruas jalan ini tergolong masih di daerah perkotaan. Namun, perawatannya jarang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

“Kalau di sini saja jarang dibenahi, bagaimana dengan jalanan rusak di perbatasan di luar Jakarta,” tanya Putra, Senin (27/3).

Kondisi jalan rusak kawasan Jakarta Selatan-Ciledug itu bak setitik nila di antara kerusakan jalan di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS), pada November 2022 mengumumkan, 31,9% jalanan di Indonesia mengalami kerusakan. 

Total jalan rusak di Indonesia panjangnya mencapai 174.298 kilometer (km). Bahkan, 15,9% di antaranya, menurut data statistik 2021 itu, dalam kondisi rusak berat.

Dalam catatan BPS, panjang jalan di Indonesia pada 2021 mencapai 546.116 km. Panjang jalan ini tidak termasuk ruas tol. Dari data itu, jalan kabupaten/kota menduduki proporsi terbesar dengan panjang 44,548 km atau 81,4%.

Data itu menunjukkan bahwa jalan negara hanya sepanjang 8,61% atau 47.017 km. Sementara itu, jalan nasional sebesar 9,9%, atau sepanjang 54.551 km. 

Masih dalam laporan yang sama, ada  42,6% atau 232.644 km jalanan Indonesia berada dalam kondisi baik. Sebanyak 25,49% atau 139.174 km dalam kondisi sedang. Dan, sepanjang, 87.454 km atau 16,01% dalam kondisi rusak. Terakhir, ada 15,9% atau 86.844 km dalam kondisi berat.

Kondisi itu tentu berubah kini. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengungkapkan, kondisi jalan nasional di Pulau Jawa mengalami perbaikan menjelang mudik 2023. Sepanjang 4.821 km jalan yang terbagi atas Lintas Utara Jawa sepanjang 1.192 km kini dalam kondisi mantap 92%. Sementara, jalan Lintas Pantai Selatan Jawa sepanjang 1.543 kilometer dengan kondisi mantap 93%.

Terkesan Ada Pembiaran
Juru Bicara PUPR, Endra S Atmawidjaja, di sisi lain mengatakan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan banyaknya jalanan rusak. Salah satunya adalah manajemen pengelolaan jalan oleh pemerintah daerah (pemda) baik provinsi maupun kabupaten/kota yang belum dilakukan dengan baik.

Alasannya, anggaran pemda untuk mengelola sangat terbatas. Bahkan, ada juga daerah yang tak punya anggaran untuk peremajaan jalan.

Akibatnya, terlihat seperti ada pembiaran jalan rusak oleh pemda. Padahal, pemda memang tidak memiliki anggaran yang cukup untuk melakukan perawatan seluruh jalanan di wilayahnya.

Pemerintah pusat pun tidak bisa membantu pemda soal anggaran ini. Sebab, berdasarkan Undang-undang Nomor Nomor 2 Tahun 2022 tentang Jalan, menjelaskan soal hirarki kepemilikan jalan. Dalam beleid itu disebutkan, pemerintah pusat berwenang atas pembuatan dan perawatan jaringan jalan nasional. Pembiayaannya menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). 

Dalam hierarki itu, pemerintah provinsi berwenang atas pembangunan dan perawatan jaringan jalan provinsi. Sementara itu, pemerintah kabupaten/kota berwenang atas pembangunan dan perawatan jalan desa. Pembangunannya menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) hingga Dana Alokasi Khusus (DAK).

“Jadi pemerintah pusat tidak bisa membantu daerah untuk perawatan jalan ini. Kalau dibantu bisa menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai transaksi mencurigakan,” beber Endra, Senin (27/3).    

Tak dinafikan, banyak jalan rusak akibat beban kendaraan melebihi kemampuan jalan. Seperti kendaraan berat mengangkut hasil tambang. Padahal, kendaraan berat harus melewati jalan yang disiapkan perusahaan sesuai UU Nomor 34 Tahun 2008 tentang Jalan.

Karena kusutnya persoalan itu, pemerintah daerah maupun pusat enggan memperbaiki jalan. Alasannya, pemerintah tak mau menanggung biaya eksternal dari hasil produksi swasta. 

Salah satu antisipasinya, pemerintah sudah menekan pengusaha untuk menyediakan jalur khusus sebagai rute angkut hasil produksi tambang maupun hasil produksi mereka. 

Aturan penggunaan jalur khusus juga diberlakukan di jalur arteri maupun ruas tol. Seperti, larangan Kementerian PUPR bersama jajaran Korps Lalu Lintas Mabes Polri dan Kementerian Perhubungan yang melarang truk Over Dimensi Overload (ODOL) atau truk dengan muatan berlebih untuk melewati jalur arteri maupun ruas tol tertentu. Mereka akan dialihkan sesuai dengan jalur yang ditetapkan.

Dari keseluruhan jalan, Endra menilai kualitasnya tergolong baik. Namun, beban yang diterima jalan terkadang tidak sesuai dengan peruntukannya.

“Ya kalau jalannya kuat 10 ton, yang lewat 20 ton maka akan rusak dalam waktu singkat. Sedangkan kalau jalanan nasional kami tambal terus kalau rusak karena anggaranya ada,” tambah Endra.

Kini, lanjut Endra, Presiden Joko Widodo menginstruksikan jajaran dan pemerintah daerah untuk mempercepat konektivitas jalan. Instruksi itu tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor (Inpres) 3 Tahun 2023 tentang Percepatan Peningkatan Konektivitas Jalan Daerah, yang ditandatangani Maret 2023.

Instruksi ini tidak menitik beratkan soal perawatan jalan. Yang ditekankan adalah membuat jalan baru di daerah yang terkoneksi dengan sektor produktif. Di antaranya, kawasan industri, kawasan pariwisata, kawasan perkebunan, kawasan pertanian, dan kawasan produktif lainnya hingga kawasan industri strategis.

Praktik Curang
Instruksi ini bertujuan untuk meningkatkan aspek perekonomian nasional. Pembangunan jalan yang terkoneksi tersebut salah satu cara untuk menekan biaya logistik. Pemerataan pembangunan melalui kondisi jalan yang lebih baik.    

“Ini tidak menitik beratkan pada peremajaan jalan. Tapi lebih pada pembangunan jalan baru,” lanjut Endra.

Doses Fakultas Teknik Sipil Universitas Pelita Harapan (UPH) Manlian Ronald A Simanjuntak menambahkan soal penyebab lain banyaknya jalan rusak di Indonesia. 

Dia menyoroti lemahnya manajemen proyek pembangunan jalan. Ini ada di semua proses, mulai dari rancangan jalan, pelaksanaan dan pembangunannya.

Ya, tiga faktor itu harusnya bisa diantisipasi pemerintah dengan baik. Caranya, dengan meningkatkan pengawasan sejak pembuatan perancangan jalan. Tujuannya, agar proyek konstruksi jalan itu bisa dibangun sesuai dengan kualitas yang ditentukan.

Pemerintah terkadang abai soal pengawasan pembangunan jalan ini. Jarang ada pemerintah pusat maupun daerah terjun langsung ke lapangan untuk mengawasi proses pembangunan jalan ini. Padahal sangat penting untuk memastikan kualitas jalan yang dibangun.

Akibatnya, para pengusaha konstruksi kerap melakukan praktik curang. Biasanya, mereka membangun jalan tak sesuai dengan keinginan pemerintah.

Misalnya, mengurangi bahan pembuatan jalan dari lapisan pertama hingga terluar. Dampaknya, kualitas dan ketahanan jalan pun berkurang. Itu sebabnya, masyarakat banyak menjumpai jalanan yang baru dibangun atau dibenahi langsung rusak dan berlubang.

Sebenarnya, Manlian sering kali menemukan desain pembangunan jalan di Indonesia sangat baik. Namun, pelaksanaan pembangunannya tidak sesuai. Belum lagi beban jalan melebihi kapasitasnya.

“Pelaksanaan kontraktor jalan harus diperhatikan juga, apakah kualitasnya sesuai dengan direncanakan atau tidak. Nah, ini yang mengontrol ini siapa,” tukas  Manlian, Senin (27/3).  

Di kacamatanya, pengawasan soal pembangunan jalan maupun peremajaannya ini bisa dilakukan dengan gampang. Terlebih, kontrak pembangunan jalan itu jelas menyebutkan tanggung jawab pemerintah pusat atau daerah.

Jadi, istilah tumpang tindih soal kewenangan jalan tersebut milik siapa pun bisa terhindarkan. Pengawasannya pun bisa dilaksanakan dengan baik. Apalagi, koordinasi dan komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah berjalan dengan baik. 

Misalnya, kepala daerah bisa mengingatkan soal kondisi jalanan nasional yang menjadi kewenangan dari pemerintah pusat atau sebaliknya. Maka, tata kelola jalan bisa dilakukan dengan baik.    

“Tapi, selama ini pemerintah daerah seperti segan kepada pemerintah pusat. Padahal mereka harus ‘cair’ agar komunikasinya lancar,” lanjut Manlian.

Menurut Manlian, bila pemerintah pusat telah melakukan pengawasan jalan dengan baik maka permasalahan ini bisa diselesaikan. Sebab, proses lain seperti pengajuan tender pun telah dilaksanakan secara transparan dengan diawasi langsung oleh BPK maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).  

“Ini semua proses digital. Jadi tidak ada peluang untuk bermain-main karena sudah transparan dan diawasi dengan baik,” tegas Manlian yang juga Pengurus Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Kementerian PUPR ini.

Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Utama Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Sarah Sadiqa di kesempatan berbeda mengamini, bahwa pengaturan tender telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Dalam kebijakan itu, proses tender dilakukan melalui Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE). Tiap pengajuan tender pun selalu diperiksa atau diaudit secara berkala oleh BPKP atau BPK.

Sejak akhir 2022, pemerintah pusat maupun daerah mengajukan tender untuk pembangunan jalan maupun. Namun, dia tidak menyebutkan secara rinci jalan mana saja yang akan dibangun oleh pemerintah tersebut.

“Pengumuman tender juga dilakukan secara terbuka dan prosesnya secara elektronik,” kata Sarah.

Meski proses tender proses pembangunan atau peremajaan jalan diakui transparan, namun tetap saja ada potensi korupsi dalam sektor ini. Potensi ini terlihat dari sejumlah kasus yang ditangani KPK terkait pengadaan barang dan jasa yang di dalamnya termasuk pembangunan jalan.  

Titik Rawan Korupsi
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan, pembangunan jalan memiliki tingkat risiko tinggi terjadinya korupsi. Berdasarkan catatan KPK, sejak tahun 2004-2022 tercatat ada 277 perkara pengadaan barang dan jasa/keuangan negara dari total 1.351 atau sebesar 21%.    

KPK pun terus menyoroti sektor pengadaan barang dan jasa dengan monitoring for prevention (MCP). Meliputi, perencanaan dan penganggaran, perizinan, pengawasan.

Berdasarkan supervisi yang dilakukan, KPK menemukan beberapa titik rawan korupsi soal pembangunan jalan. Mulai dari proses perencanaan anggaran yang rentan penyuapan untuk mendapatkan anggaran. 

Lalu, di tahapan pengadaan, kerap kali terjadi rekayasa perkiraan sendiri (HPS), penyuapan mendapatkan nilai HPS. Spesifikasi teknis disusun oleh vendor serta mark up harga.

Pada pelaksanaan pengadaan ada potensi terjadi praktik penyuapan. Lalu, manipulasi dokumen pengadaan. Rekayasa sistem pengadaan sehingga hanya pihak tertentu yang bisa mengakses.

Kemudian, proses serah terima barang/jasa pun kerap ada praktik korupsi. Salah satunya, manipulasi pengecekan barang/jasa hanya formalitas saja.

Sementara, di proses pembayaran kerap ada kemungkinan kick back kepada pihak tertentu. Terakhir, soal pengawasan kerap ada gratifikasi kepada auditor ketika melakukan pengawasan. Praktik penyuapan untuk menghilangkan temuan audit serta penyuapan oknum aparat penegak hukum dalam rangka meringankan hukuman.

“Jadi pembangunan proyek jalan raya ini merupakan salah satu sektor yang memiliki tingkat risiko korupsi tinggi,” tegas Ali Fikri, Senin (27/3). 

Adapun soal kaitan korupsi dengan kualitas jalan, pernah disinggung KPK pada pertengahan 2022. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan, kualitas jalan dan infrastruktur di Indonesia buruk akibat korupsi. 

Dia mengungkapkan temuan KPK soal adanya ‘potongan-potongan’ saat dilakukan tender, penganggaran hingga pelaksanaan sebuah proyek.  Dari banyaknya potensi ‘potongan’ itu,  kualitas jalan menjadi hal yang dinomorsekiankan. 

"Jika suatu proyek kegiatan itu nilainya 100% di dalam kontrak, (kemudian) dipotong pajak 10%, untuk fee taruhlah 10%, tingkat keuntungan 10%, kemudian permintaan dari berbagai pihak, entah aparat dan sebagainya 10%. Jadi, 40% itu sudah hilang," ungkap Alex dalam agenda pembekalan antikorupsi bagi Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang dan 54 pengurus partai dalam program politik cerdas berintegritas (PCB) terpadu di Gedung Pusat Edukasi AntiKorupsi KPK, Kamis (30/6/2022).


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar