26 Agustus 2025
20:51 WIB
KPU Bicara Peluang Penerapan E-voting Pemilu
Kesiapan teknologi, infrastruktur dan SDM menjadi poin penting dalam upaya menerapkan e-voting dalam pemilihan umum
Penulis: Aldiansyah Nurrahman
Editor: Nofanolo Zagoto
Ilustrasi e-voting. Antarafoto
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengungkapkan, kesiapan teknologi dan infrastruktur harus menjadi pertimbangan kalau Indonesia ingin menerapkan pemungutan suara elektronik atau e-voting.
Khusus aspek teknologi, platform e-voting perlu disiapkan dengan menjamin sistem keamanan, transparansi, dan kemudahan saat digunakan oleh pemilih.
“Kemudian bagaimana platform ini memberikan suara secara elektronik, menyimpan dan menghitung secara otomatis. Ini perlu diperhitungkan,” katanya, dalam webinar Pentingnya Teknologi dalam Pemilu, Selasa (26/8).
Aspek teknologi dan infrastruktur, kata Iffah, juga berkaitan dengan keamanan siber. Hal ini berkaitan dengan penerapan enkripsi, autentikasi berlapis, dan audit digital yang baik agar pemungutan suara bisa terbaca dengan aman, sehingga tidak ada pihak ketiga yang bisa masuk ke dalam server.
“Kemudian bagaimana berikutnya adalah infrastruktur dan jaringan. Ini juga masih ada daerah-daerah yang terpencil, daerah terluar yang sangat susah dijangkau jaringannya. Ini juga perlu kita pertimbangkan apabila nanti 2029 atau 2031 kita akan menerapkan e-voting,” kata Iffa.
Maka, kata dia, perluasan jaringan internet sangat diperlukan. Dukungan pemerintah penting dalam hal ini.
“Kita juga butuh kesiapan SDM. Jadi bagaimana penerapan teknologi ini bukan hanya dikuasai oleh KPU sebagai nanti yang akan mengaplikasikannya, tapi sampai level ke bawah, dari KPU provinsi, KPU kota, PPK, PPS hingga KPPS,” jelasnya.
KPU sendiri belum bisa bergerak melakukan persiapan e-voting untuk Pemilu 2029. Alasannya utamanya karena belum ada payung hukum yang mengaturnya.
“Kalau saya menyampaikan perencanaan-perencanaan, ini hanya sekedar perencanaan kalau tidak ada segera payung hukum yang bisa dijadikan landasan untuk segera mewujudkan ini,” jelasnya.
Saat ini, KPU masih menunggu revisi Undang-undang (RUU) Pemilu yang akan digarap atau dikaji oleh pemerintah dan DPR berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi di dalamnya.
Iffa menjelaskan, dalam UU Pemilu saat ini itu tidak ada sama sekali yang mengatur regulasi yang menguatkan terkait pemanfaatan teknologi informasi.
Berbeda dengan UU Pilkada. Dalam UU Pilkada, pemberian suara dapat disebutkan dapat dilakukan dengan cara memberi tanda satu kali pada surat suara atau memberi suara melalui peralatan pemilihan suara secara elektronik. Selain itu, juga disebutkan pemberian tanda satu kali dilakukan berdasarkan prinsip memudahkan pemilih.
Meski begitu, ia merasa hal tersebut masih perlu dipertegas dalam RUU Pilkada, sehingga ada kewajiban penggunaan e-voting.
RUU Pemilu dan RUU Pilkada, kata dia, juga perlu mengatur mengenai teknis penyelenggaraan e-voting, keamanan, dan auditnya.
“Kemudian mampu menjamin hak konstitusi pemilih bahwa dengan e-voting tidak mengurangi nilai dari hak pilih warga tersebut. Termasuk bagi mereka yang bahkan mungkin tidak paham teknologi,” jelasnya.