c

Selamat

Sabtu, 27 April 2024

NASIONAL

15 Oktober 2021

20:44 WIB

KPPPA: Pantau Konten Yang Diakses Anak Di Internet

Berdasarkan data KPAI, pada tahun 2020 terdapat 91 anak yang menjadi korban pornografi dari media sosial

Penulis: Oktarina Paramitha Sandy

Editor: Nofanolo Zagoto

KPPPA: Pantau Konten Yang Diakses Anak Di Internet
KPPPA: Pantau Konten Yang Diakses Anak Di Internet
Ilustrasi konten pornografi. Validnews

JAKARTA – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, mengajak semua pihak bekerja sama untuk melindungi anak-anak dari bahaya paparan pornografi.

Menurutnya, seluruh elemen khususnya pemerintah harus hadir untuk meminimalkan kerentanan dengan memberikan perlindungan kepada anak-anak. Di samping itu, orang tua dan guru harus bisa memberikan pemahaman dan memantau konten yang diakses anak di internet untuk mencegah anak mengakses konten pornografi.

“Saat ini, terdapat fakta di mana anak-anak dapat mengakses konten pornografi melalui internet, menunjukkan bahwa kejahatan terhadap anak telah beradaptasi menggunakan platform yang saat ini banyak diakses oleh anak-anak, yaitu internet,” ungkap Bintang dalam keterangan pers, Jumat (15/10).

Bintang menyebutkan pornografi dapat memberikan dampak yang buruk bagi anak-anak. Salah satu dampak yang signifikan adalah adiksi pada pornografi dan perilaku kekerasan seksual terhadap anak. Kondisi ini tentu saja berbahaya dan memiliki dampak jangka panjang jika tidak ada penanganan dan komitmen yang serius dari berbagai pihak.

Untuk mengatasi hal tersebut, KPPPA telah bekerja sama dengan berbagai organisasi masyarakat, salah satunya ECPAT, untuk menginisiasi pembentukan Desa/Kelurahan Bebas dari Pornografi Anak. Inisiasi dari desa ini dilakukan untuk melindungi anak-anak mulai daerah terkecil yang seringkali luput dari perhatian pemerintah

Selain itu, kerja sama ini menjadi salah satu program kunci dalam rangka mencegah pornografi anak di tingkat akar rumput. Dengan memberdayakan konteks di mana anak tinggal, diharapkan anak mendapatkan perlindungan yang lebih baik bagi anak.  

“Semoga upaya ini dapat terus dikembangkan, sehingga anak-anak kita dapat terhindar dari paparan pornografi yang saat ini sangat beragam modusnya,” tambah Bintang dalam Talkshow Pornografi Anak: Tren, Ancaman dan Strategi Penanganan di Komunitas.

Bintang berharap, dengan dibentuknya Desa/Kelurahan Bebas dari Pornografi Anak, anak-anak diharapkan bisa terlindung dari paparan konten-konten pornografi. 

Ia juga berharap program ini mampu meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat dan stakeholder tentang pentingnya melindungi anak, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat, khususnya anak dan keluarga.

Fenomena Gunung Es
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KPPPA, Nahar menerangkan, berdasarkan data KPAI, pada tahun 2020 terdapat 91 anak yang menjadi korban pornografi dari media sosial dan 389 anak pelaku kepemilikan media pornografi (HP/video, dan lainnya). Jumlah ini bukanlah jumlah yang senyatanya ada di lapangan. Sebab fenomena ini seperti gunung es.

Untuk itu, sejak 2018, KPPPA bekerja sama dengan ECPAT Indonesia telah membentuk 20 Desa/Kelurahan Bebas Pornografi yang berlokasi di 7 Provinsi, yaitu Provinsi Sumatera Barat, Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku Utara. 

Selain itu, kerja sama juga dilakukan, dalam rangka pencegahan dan kampanye perlindungan anak dari bahaya pornografi melalui berbagai kegiatan untuk meningkatkan antusiasme anak-anak Indonesia dalam upaya melindungi diri dan teman sebayanya dari bahaya pornografi.

Nahar menambahkan, pihaknya berharap berbagai program yang dilakukan dapat membuka wawasan dan kesadaran masyarakat Indonesia terkait bahaya dan kerentanan anak menjadi korban pornografi. Dengan begitu, semua pihak dapat berperan aktif dalam upaya pencegahan anak agar tidak menjadi korban pornografi. 

Sementara itu, Koordinator Nasional ECPAT Indonesia, Ahmad Sofyan mengingatkan pentingnya mendiskusikan tren, ancaman dan strategi penanganan kasus pornografi anak dengan belajar dari praktik, baik dari lembaga internasional serta beberapa pakar di Indonesia. 

Termasuk dari praktik baik yang dilakukan oleh Desa Bebas dari Pornografi Anak dalam melakukan upaya pencegahan, penanganan serta perlindungan atas kerentanan anak menjadi korban pornografi anak.

Ia meyakini masalah pornografi adalah isu global, namun penyebaran, pembuatan, dan yang rentan menjadi korban adalah anak-anak di tingkat desa. Jadi masyarakat desa menjadi bingung bagaimana mengatasi masalah pornografi yang viral hanya di tingkat desa.

Hal inilah yang menjadi landasan sehingga perlu ada komunitas-komunitas di desa untuk mengatasi pornografi melalui Desa/Kelurahan Bebas Pornografi. 

Inisiatif di tingkat lokal ini perlu dikembangkan ke seluruh desa di Indonesia, mengingat penggunaan teknologi internet saat ini semakin massif dengan adanya pembelajaran online yang semakin mempermudah jalan pelaku untuk mengakses korbannya melalui internet.

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar