05 November 2022
10:38 WIB
Editor: Leo Wisnu Susapto
JAKARTA - Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Andy Yentriyani meminta dua pasal dalam Qanun Jinayat Aceh yang merugikan perempuan agar dihapuskan, yaitu pasal tentang perkosaan dan pelecehan seksual.
"Usulan Komnas Perempuan adalah untuk mencabut dua pasal, yaitu pasal tentang perkosaan dan pasal tentang pelecehan seksual," kata Andy Yentriyani dalam konferensi pers Universal Periodic Review, yang diikuti di Jakarta, Jumat (4/11).
Menurut dia, kedua pasal ini telah diatur dengan lebih baik di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Dia menambahkan, dalam UU TPKS, korban kekerasan seksual bisa mendapatkan pertolongan. Juga, mendapat bantuan untuk akses keadilan, dan pemulihan yang lebih baik dibandingkan aturan dalam Qanun Jinayat.
"UU TPKS memungkinkan korban mendapatkan proses pertolongan dan bantuan untuk akses keadilan dan juga pemulihan yang lebih baik dibandingkan dengan pengaturan di tingkat lokal tersebut," lanjut Andy.
Dia melanjutkan, aturan dalam Qanun Jinayat memungkinkan korban perkosaan dan pelecehan seksual mengalami kriminalisasi.
Selain itu, proses hukum yang dijalani pelaku juga berjalan singkat sehingga memungkinkan pelaku segera kembali ke komunitas.
Oleh karena itu, Komnas Perempuan mendorong kebijakan diskriminatif di tingkat daerah ini menjadi perhatian semua pihak agar segera direvisi.
"Saat ini di Aceh tengah berlangsung proses untuk melakukan revisi Qanun Jinayat," kata Andy.
Pada kesempatan sama, kolega Andy di Komnas Perempuan, Rainy M Hutabarat mendorong pemerintah mengadopsi sebanyak mungkin rekomendasi HAM yang disampaikan berbagai negara anggota dalam Dewan HAM PBB.
Hal tersebut dia katakan jelang penyelenggaraan Siklus Keempat Peninjauan Berkala Universal (4th Cycle Universal Periodic Review) Dewan HAM PBB pada 9 November 2022.
"Ini merupakan laporan Pemerintah Indonesia keempat kalinya setelah laporan tahun 2008, 2012, dan 2017," kata Rainy seperti dikutip dari Antara.
Dia mengatakan, dari 225 rekomendasi yang disampaikan oleh 110 delegasi negara, Indonesia telah mengadopsi 167 rekomendasi.
Komnas Perempuan mengapresiasi rekomendasi-rekomendasi yang telah ditindaklanjuti. Seperti, menaikkan umur menikah bagi anak perempuan menjadi 19 tahun. Lalu, mengesahkan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS, dan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran.
Namun, aturan pelaksana kedua UU ini masih belum tersedia.
Selain itu, Komnas Perempuan juga meminta pemerintah meninjau ulang rekomendasi yang masih belum mendapatkan kemajuan berarti.
Komnas Perempuan mencatat 18 isu kekerasan terhadap perempuan yang penting untuk mendapat perhatian. Yaitu kekerasan seksual; penyiksaan berbasis gender; praktik-praktik berbahaya (pelukaan dan pemotongan genitalia perempuan); dan praktik berbahaya atas nama tradisi.
Kemudian tes keperawanan; akses pada keadilan; perempuan pekerja migran berupa tantangan perlindungan. Hukum dan kerentanan berlapis di masa pandemi covid-19. Selanjutnya, hak kesehatan reproduksi dan seksual kelompok rentan.
Berikutnya, peraturan dan kebijakan diskriminatif. serta diskriminasi berlapis terhadap minoritas religius, minoritas seksual, perempuan lansia, dan perempuan dengan disabilitas.
Selain itu penguatan Komnas Perempuan sebagai lembaga HAM; perempuan dan pandemi; perempuan pembela HAM; perempuan, bencana dan pengungsi; hukuman mati. Juga isu perempuan dan konflik SDA dan agraria; femisida; perempuan korban pelanggaran HAM berat; serta perempuan dan terorisme.
Komnas Perempuan juga meminta semua pihak untuk turut memantau proses Sidang Siklus 4 UPR dan mengawal hasilnya.