05 Agustus 2025
12:06 WIB
Komnas HAM Minta Polri Transparan Tangani Kasus Intoleransi
Komnas HAM meminta pemerintah daerah menjamin hak atas pendidikan dan kebebasan beragama seluruh warga tanpa diskriminasi
Editor: Nofanolo Zagoto
Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM RI Pramono Ubaid Tanthowi. (ANTARA/HO-Humas Komnas HAM)
JAKARTA - Tindakan intoleransi belakangan kembali terjadi di Tanah Air. Karena itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI mengeluarkan sejumlah rekomendasi agar dapat ditindaklanjuti Polri, pemda, hingga tokoh agama.
"Rekomendasi ini Komnas HAM tujukan kepada Polri, pemerintah daerah serta masyarakat dan tokoh agama," kata Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM RI Pramono Ubaid Tanthowi melalui keterangan tertulisnya, seperti dilansir Antara, Selasa.
Polri direkomendasikan Komnas HAM untuk menyelidiki dan melakukan penindakan hukum secara profesional, transparan dan akuntabel terhadap para pelaku persekusi, baik di Pemalang, Jawa Tengah, maupun di Padang, Sumatra Barat.
Lalu, memberikan perlindungan hukum dan psikologis kepada korban dan keluarganya dan meningkatkan pelatihan berbasis HAM bagi seluruh jajaran aparat dalam menangani isu-isu kebebasan beragama maupun intoleransi.
Komnas HAM juga merekomendasikan agar pemerintah daerah memahami pentingnya menjamin hak atas pendidikan dan kebebasan beragama seluruh warga tanpa diskriminasi. Kemudian, mengedepankan dialog inklusif lintas agama melalui penguatan peran Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) serta tidak tunduk pada tekanan kelompok intoleran dan menindak tegas aktor aktor yang menghalangi hak konstitusional warga.
Terakhir, Komnas HAM menyampaikan dua poin rekomendasi kepada masyarakat dan tokoh agama. Pertama, mengedepankan nilai-nilai toleransi, kemanusiaan dan persaudaraan dalam keberagaman yang independen dan berpihak pada prinsip-prinsip HAM. Kedua, menolak segala bentuk kekerasan dan intimidasi atas nama agama.
Ia menegaskan, sebagai negara demokratis yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, Indonesia memiliki kewajiban konstitusional untuk menjamin kebebasan beragama dan keberagaman. Tidak ada tempat bagi intoleransi dan persekusi dalam negara hukum.
Komnas HAM membuka komunikasi dengan para pihak guna memastikan adanya pemulihan hak bagi korban serta pencegahan kejadian serupa di masa mendatang.
Komnas HAM juga menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk menjaga semangat kebhinekaan, memperkuat toleransi serta menolak segala bentuk kekerasan dan diskriminasi atas dasar agama dan keyakinan.
Pembinaan Ke Masyarakat
Sementara itu, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat sedikitnya telah terjadi delapan kasus intoleransi di Indonesia sepanjang tahun 2025.
"Sepanjang tahun 2025, Komnas Perempuan telah mendokumentasikan delapan kasus intoleransi. Setelah sebelumnya terjadi di Sukabumi dan Depok, peristiwa serupa kembali terjadi di Padang pada 27 Juli 2025," kata Anggota Komnas Perempuan Daden Sukendar di Jakarta, seperti dilansir Antara, Selasa (5/8).
Hal itu dikatakan Daden menanggapi peristiwa persekusi terhadap jemaat yang sedang beribadah di rumah doa Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) di Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Sumatra Barat.
Daden mengecam keras terjadinya peristiwa intoleransi tersebut.
"Komnas Perempuan mengecam terulangnya peristiwa intoleransi," katanya.
Komnas Perempuan juga mengingatkan pemerintah dan pemda agar melakukan pembinaan ke warga untuk menjaga kerukunan umat beragama dan mencegah konflik, sebagaimana amanat Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sehingga dapat melakukan langkah-langkah antisipasi terjadinya tindakan main hakim sendiri oleh warga.