03 Juli 2024
17:02 WIB
Komnas HAM Ingatkan Peretasan Pusat Data Nasional Berisiko Langgar HAM
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro meminta agar aparat penegak hukum untuk melakukan pengusutan kasus peretasan pusat data nasional secara transparan hingga tuntas
Penulis: Oktarina Paramitha Sandy
Editor: Nofanolo Zagoto
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro. Antara Foto/Dodo Karundeng
JAKARTA - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Atnike Nova Sigiro mengingatkan, peretasan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) berisiko langgar Hak Asasi Manusia (HAM).
“Peretasan yang terjadi sejak 20 Juni 2024 lalu berdampak pada 282 layanan negara dan merugikan warga negara dalam beberapa aspek, sehingga berisiko melanggar hak asasi manusia,” ujar Atnike dalam keterangan yang diterima, Rabu (3/7).
Dia menjelaskan, peretasan tersebut bisa berdampak pada pelanggaran kerahasiaan data milik masyarakat. Di mana ada kemungkinan pengungkapan tidak sengaja terhadap data pribadi masyarakat.
Ada juga kemungkinan pelanggaran integritas, seperti risiko perubahan data yang tidak sah atau tidak disengaja, serta pelanggaran akses, yakni adanya kehilangan akses yang tidak sengaja hingga perusakan data.
"Melihat hal tersebut, kami menilai adanya risiko pelanggaran terhadap sejumlah hak asasi manusia sesuai yang diatur dalam undang-undang,” ujarnya.
Atnike mengatakan, peretasan tersebut telah melanggar UU No. 39 tahun 2000 pasal 29 ayat 1, tentang perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya, serta Undang-undang No. 27 tahun 2022 tentang perlindungan data pribadi.
Untuk itu, Atnike meminta agar aparat penegak hukum (APH) untuk melakukan pengusutan kasus ini secara transparan hingga tuntas. Dalam proses pengusutan, APH harus mengedepankan jaminan perlindungan bagi warga yang terdampak dan menjadi korban.
Pihaknya juga akan mendorong pemerintah untuk mengevaluasi tata Kelola pelaksanaan dan pengembangan PDN. Termasuk melakukan konsultasi dengan pemangku kepentingan, baik kementerian, lembaga, swasta, dan pegiat keamanan siber.
"Kami juga meminta agar pemerintah, termasuk Kemenkominfo, BSSN, dan lembaga terkait lainnya agar bisa segera melakukan langkah dan prosedur keamanan siber untuk menjamin perlindungan dan pemulihan bagi warga yang terdampak peretasan,” ujarnya.
Atnike menambahkan, pihaknya akan segera meminta pemerintah agar bisa membuka mekanisme pengaduan publik atas dampak dari peretasan yang terjadi. Baik dalam jangka pendek ataupun jangka panjang, mengingat adanya risiko penyalahgunaan data pribadi.
"Posko pengaduan ini harus dibuka, mengingat hampir seluruh layanan pemerintah terdampak, sehingga ada kemungkinan penyalahgunaan data pribadi masyarakat selama peretasan terjadi,” ujar Atnike.