12 November 2025
11:51 WIB
KLH Telusuri Sebab Kematian 2 Pesut Mahakam
KLH menerima laporan temuan 2 pesut mahakam yang mati di anak sungai Mahakam dan diduga akibat aktivitas transportasi tambang batubara.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Pesut Mahakam. ANTARA/Dokumen.
JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melalui Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup (Gakkum LH) menindaklanjuti laporan Yayasan Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI) akan dua ekor pesut mahakam (Orcaella brevirostris) mati di anak Sungai Mahakam, Kalimantan Timur.
Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq menegaskan penegakan hukum akan dijalankan sesuai ketentuan demi keselamatan pesut mahakam dan keberlanjutan lingkungan.
“Setiap kegiatan di wilayah Sungai Mahakam wajib tunduk pada perizinan dan pemenuhan baku mutu. Kegiatan tanpa izin dan kualitas air yang tidak memenuhi standar tidak dapat ditoleransi karena Sungai Mahakam memegang fungsi ekologis dan sosial yang vital bagi masyarakat,” urai Menteri LH dikutip dari Antara di Jakarta, Rabu (12/11).
Ia menjelaskan tim sedang memeriksa spesimen jaringan di Laboratorium Universitas Mulawarman Samarinda guna memastikan penyebab kematian.
Dalam dua hari terakhir, lanjut Hanif, RASI juga memantau lonjakan lalu lintas 13 tongkang batubara per jam di kawasan tersebut, yang diduga meningkatkan risiko keselamatan pesut mahakam.
Baca juga: KLH Beri 3 Solusi Jaga Populasi Pesut Mahakam
Menindaklanjuti hal tersebut, Deputi Penegakan Hukum Lingkungan Hidup (Gakkum) melakukan pengawasan terhadap tiga perusahaan di sekitar kawasan konservasi perairan habitat Pesut mahakam di Kabupaten Kutai Kartanegara, yakni PT Indo Pancadasa Agrotama, PT Graha Benua Etam, dan PT Muji Lines.
Dari hasil pengawasan, Gakkum KLH menemukan, kegiatan ship-to-ship (STS) transfer batubara oleh PT Muji Lines yang tidak memiliki kelengkapan dokumen lingkungan serta izin pemanfaatan ruang untuk lokasi penempatan/penambatan Coal Transhipment Barge (CTB).
Selain itu, Tim Gakkum melakukan uji kualitas air yang hasilnya menunjukkan sejumlah parameter melebihi baku mutu, antara lain warna, sulfida, dan klorin bebas, dengan mengacu pada Lampiran VI Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Dengan populasi pesut mahakam yang diperkirakan hanya sekitar 60 ekor pada 2025, kami akan melanjutkan pengawasan terhadap perusahaan tambang dan sawit di sekitar kawasan konservasi. Dibutuhkan langkah luar biasa agar pesut tetap lestari, termasuk penertiban kegiatan STS, penegakan perizinan lingkungan, dan pengurangan risiko dari lalu lintas tongkang,” jelas Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Rizal Irawan.
KLH mengapresiasi kolaborasi pemangku kepentingan, termasuk RASI dan masyarakat pesisir, dalam pelaporan dan pemantauan habitat pesut mahakam.
Ia mengatakan satwa tersebut dilindungi sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
KLH menegaskan akan terus memperkuat pengawasan dan penegakan hukum lingkungan hidup (Gakkum LH) terhadap kegiatan usaha di Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Khususnya, yang berpotensi mencemari atau mengganggu habitat Pesut mahakam, termasuk debu batubara, potensi tabrakan tongkang, dan paparan bahan berbahaya.
Pesut mahakam merupakan satwa yang dilindungi, sesuai dengan Peraturan Menteri LHK Nomor 106 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri LHK Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Berdasarkan info dari RASI, populasi Pesut mahakam per tahun 2025 tercatat tersisa 60 ekor akibat seringnya terjerat jaring nelayan, tertabrak kapal tongkang, dan zat lapisan cat tongkang yang mengandung logam berat yang merusak ekosistem air sungai.